Saturday, November 29, 2014

Kisah perjalanan menuju Kupang

Para Suster, Romo, Bruder dan Saudara/i yang terkasih.
Salam jumpa dalam semangat pelayanan Kristus. Kurang lebih 2 minggu yang lalu, saya diberi kepercayaan dan kesempatan mewakili JPM KAJ untuk mendampingi pemulangan saudari-saudari kita yang berasal dari Sumba. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kepercayaan dan kesempatan tersebut. Saya juga memohon maaf karena baru sempat membagikan pengalaman tersebut. Kali ini, saya akan berbagi kisah kasih dalam mendampingi pemulangan calon TKI ke Nusa Tenggara Timur.

 Saya berangkat dari Tanjung Priuk pada tanggal 9 November 2014 jam 08.00 dengan KM UMSINI (dengan rute Tanjung Priuk – Surabaya – Makasar – Maumere – Larantuka – Lewoleba – Kupang) bersama dengan dua orang petugas RPTC Bambu Apus yaitu Mas Ari dan Mbak Rara. Dengan demikian, petualangan TKI kali ini hanya didampingi tiga orang. Sesampainya di kapal, kami sudah disiapkan tempat khusus yaitu di dek 4. Sekalipun tidak sebanyak pada saat pemulangan 120 orang TKI beberapa minggu lalu, tetapi kami bertiga merasa cemas karena pemulangan kali ini tidak didampingi dari pihak kepolisian. Karena kami hanya bertiga maka kami membagi 3 kelompok, masing masing petugas mendampingi dan mengawasi satu kelompok. Jumlah TKI yang dipulangkan sebanyak 44 orang terdiri dari 36 orang yang dikirim dari RPTC Dinsos Semarang dan 8 orang TKI deportasi dari Malaysia. Dari 36 yang dikirim oleh Dinsos Semarang berasal dari Sumba yang sebagian besar beragama Protestan, sedangkan 8 orang TKI deportasi Malaysia berasal dari Flores dan Atambua. Selama dalam perjalanan menuju Kupang, saudari saudari kita menghabiskan waktu dengan merenda taplak meja. Mereka memakai bahan yang diperoleh di RPTC Semarang. Untuk kegiatan rohani, kami berdoa syafaat setiap malam yang dipimpin oleh salah satu dari mereka yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Teologi.

Pada tanggal 9 November 2014, keadaan berlangsung aman. Kami belum melihat keanehan dari sikap dan perilaku mereka di kapal. Keesokan harinya, 10 November 2014, Kami transit di Surabaya sekitar jam 09.00 WIB. Semua tiket dapat terkumpul. Saat itu, keadaan masih aman. Sekalipun mereka sudah mulai gerah dan tidak betah berada di dalam kabin. Mereka sudah mulai keluar masuk kabin. Mas Ari dan Mbak Rara ijin untuk turun sebentar mencari sesuatu di pelabuhan. Dengan demikian, tinggal saya seorang diri menjaga mereka. Melihat kelakuan mereka yang keluar masuk kabin, turun naik dek, saya merasa cemas jangan sampai terjadi sesuatu terhadap mereka. Karena itu, saya mengajak mereka semua naik ke dek 7, supaya tidak terpencar-pencar sehingga saya lebih leluasa dalam mengawasi mereka. Dalam perjalanan menuju Surabaya, 1 orang mendadak sakit dan berteriak teriak kesakitan. Dia dibawa ke klinik kapal. Namun, tidak dapat berlangsung lama sakitnya kambuh lagi. Karena takut terjadi sesuatu, Mbak Rara mendapat tugas untuk mengurus yang sakit. Tinggallah Mas Ari dan saya yang mengawasi mereka sehingga kami jaga bergantian. Kalau saya ada di kabin maka Mas Ari berkeliling di dek atas. Sementara Mbak Rara tetap mengurus yang sakit.     

Pada tanggal 11 November 2014, kami transit di Makasar sekitar jam 20.00 WIB. Lalu, kami mencari obat ke RS Stella Maris Makasar yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan. Bisa dikatakan, ini juga merupakan kesempatan untuk mengunjungi komunitas saya disana. Kami harus berjaga hingga dini hari karena kapal berangkat kembali dini hari.

Pada tanggal 12 November 2014, kapal berangkat sekitar jam 03.30 dini hari menuju Maumere. Penumpang mulai berdesak-desakan karena banyak yang naik di situ. Mereka mulai jenuh. Ada diantara mereka sendiri juga mulai bertengkar. Kadang kala, kami bertiga tidak dapat membedakan mereka ketika sedang mengobrol atau bertengkar karena penggunaan bahasa daerah yang mereka pakai. Selain itu, nada bicara yang sama yaitu berteriak. Kami baru menyadari mereka bertengkar setelah mereka berdiri dan mengambil posisi tinju, Tetapi semua itu dapat diatasi dan dikendalikan.

Kami tiba di Maumere jam 20.00 WITA. Kami melanjutkan perjalanan ke Larantuka dan Lewoleba. Kami tiba di Kupang jam 20.30. Kami dijemput oleh petugas RPTC Dinsos Kupang dan langsung dibawa ke RPTC Dinsos Kupang. Setibanya di RPTC, kami disambut oleh Pimpinan RPTC. Tidak lama kemudian, Polda Kupang datang untuk menemui mereka. Sebenarnya akan dilakukan juga serah terima antara  RPTC Jakarta dengan RPTC Dinsos Kupang, tetapi karena masih ada Polda maka ketua RPTC Kupang menyarankan agar serah terima dilakukan esok harinya yaitu hari Jumat pagi.

Demikianlah kisah perjalanan kami dalam mendampingi pemulangan saudari-saudari kita ke Nusa Tenggara Timur. Kami bersyukur karena kami dapat menghantar dengan selamat sehingga sampai tujuan. Sekalipun terjadi gesekan-gesekan diantara mereka tetapi kami melihat bahwa kelompok ini cukup menurut dan dapat dikendalikan.
        
Sekali lagi saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan yang indah dan berharga ini. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Salam,
Sr. Theresa Yudayanti, JMJ.



Friday, November 28, 2014

Kisah Yani


Yani (bukan nama yang sebenarnya) berasal dari Kecamatan Baros Sukabumi. Ia berangkat menjadi TKI karena kondisi ekonominya yang cukup berat. Lima tahun sebelumnya, suaminya pergi ke Malaysia dan tidak pernah pulang lagi, sehingga ia harus sendirian menghidupi satu anak dan kedua orang tuanya. Karena beban hidup yang semakin lama semakin berat, dan sumber penghasilannya sebagai buruh tani sudah tidak mencukupi, pada awal tahun 2013 ia nekad berangkat menjadi TKI ke Arab Saudi.

Setelah satu bulan berada di penampungan, Yani diberangkatkan bersama 12 temannya ke Arab Saudi. Di benak Yani sudah tersusun rencana bahwa ia akan bekerja sebaik-baiknya dan mendapatkan uang untuk dikirimkan ke keluarganya. Oleh sebab itu, ia bekerja dengan giat di rumah majikanya. Walaupun sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, ia tetap nekad bekerja karena hanya itu satu-satunya harapan untuk membantu keluarganya.

Majikan Yani pemarah dan sedikit-sedikit memukul kalau ia lambat mengerjakan pekerjaanya. Yani mulai bekerja pukul 05.00 pagi sampai pukul 03.00 pagi lagi. Setiap hari ia hanya diberi waktu istirahat selama dua jam oleh majikannya. Yani juga jarang mendapatkan makanan. Ia hanya boleh makan sisa sisa makan malam majikannya, bahkan minum pun dijatah. Yani sudah mulai sakit-sakitan pada bulan Juli 2014. Badannya semakin mengurus karena kurang gizi dan kurang istrirahat. Penderitaannya mencapai puncaknya saat pada akhir bulan Juli 2014 Yani ditendang anak majikan dan terjatuh hingga tidak dapat bangun kembali. Ia dibawa ke dokter setempat dan dokter berkata bahwa tulang punggungnya geser. Karena dalam kondisi sakit dan tidak bisa bekerja dengan baik, majikannya langsung memulangkannya ke Indonesia pada bulan Agustus 2014.

Setiba di Bandara Soekarno Hatta, Yani langsung mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Ia dirawat di sana selama satu bulan. Ketika sudah diperbolehkan pulang, ia diantar oleh petugas BNP2TKI ke kampung halamannya. Namun malang, Yani sudah tidak menemukan kedua orang tuanya karena sudah meninggal dunia dan anak satu-satunya pun pergi entah kemana. Ia juga tidak membawa uang sepeser pun karena semasa kerja, Yani selalu mengirimkan seluruh gajinya untuk keluarga. Paman dan bibinya menolaknya karena pulang dalam kondisi sakit dan tidak punya uang.

Karena masih dalam kondisi sakit dan tidak tahu harus kemana, Yani diantar oleh petugas BNP2TKI ke sebuah rumah singgah untuk dapat melanjutkan perawatan. Sampai saat ini, dia masih tinggal di rumah singgah tersebut untuk memulihkan kondisinya sehingga siap kembali menyusun rencana-rencana untuk hidupnya di masa datang.

Kisah Yani


Yani (bukan nama yang sebenarnya) berasal dari Kecamatan Baros Sukabumi. Ia berangkat menjadi TKI karena kondisi ekonominya yang cukup berat. Lima tahun sebelumnya, suaminya pergi ke Malaysia dan tidak pernah pulang lagi, sehingga ia harus sendirian menghidupi satu anak dan kedua orang tuanya. Karena beban hidup yang semakin lama semakin berat, dan sumber penghasilannya sebagai buruh tani sudah tidak mencukupi, pada awal tahun 2013 ia nekad berangkat menjadi TKI ke Arab Saudi.

Setelah satu bulan berada di penampungan, Yani diberangkatkan bersama 12 temannya ke Arab Saudi. Di benak Yani sudah tersusun rencana bahwa ia akan bekerja sebaik-baiknya dan mendapatkan uang untuk dikirimkan ke keluarganya. Oleh sebab itu, ia bekerja dengan giat di rumah majikanya. Walaupun sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, ia tetap nekad bekerja karena hanya itu satu-satunya harapan untuk membantu keluarganya.

Majikan Yani pemarah dan sedikit-sedikit memukul kalau ia lambat mengerjakan pekerjaanya. Yani mulai bekerja pukul 05.00 pagi sampai pukul 03.00 pagi lagi. Setiap hari ia hanya diberi waktu istirahat selama dua jam oleh majikannya. Yani juga jarang mendapatkan makanan. Ia hanya boleh makan sisa sisa makan malam majikannya, bahkan minum pun dijatah. Yani sudah mulai sakit-sakitan pada bulan Juli 2014. Badannya semakin mengurus karena kurang gizi dan kurang istrirahat. Penderitaannya mencapai puncaknya saat pada akhir bulan Juli 2014 Yani ditendang anak majikan dan terjatuh hingga tidak dapat bangun kembali. Ia dibawa ke dokter setempat dan dokter berkata bahwa tulang punggungnya geser. Karena dalam kondisi sakit dan tidak bisa bekerja dengan baik, majikannya langsung memulangkannya ke Indonesia pada bulan Agustus 2014.

Setiba di Bandara Soekarno Hatta, Yani langsung mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Ia dirawat di sana selama satu bulan. Ketika sudah diperbolehkan pulang, ia diantar oleh petugas BNP2TKI ke kampung halamannya. Namun malang, Yani sudah tidak menemukan kedua orang tuanya karena sudah meninggal dunia dan anak satu-satunya pun pergi entah kemana. Ia juga tidak membawa uang sepeser pun karena semasa kerja, Yani selalu mengirimkan seluruh gajinya untuk keluarga. Paman dan bibinya menolaknya karena pulang dalam kondisi sakit dan tidak punya uang. 

Karena masih dalam kondisi sakit dan tidak tahu harus kemana, Yani diantar oleh petugas BNP2TKI ke sebuah rumah singgah untuk dapat melanjutkan perawatan. Sampai saat ini, dia masih tinggal di rumah singgah tersebut untuk memulihkan kondisinya sehingga siap kembali menyusun rencana-rencana untuk hidupnya di masa datang.

Thursday, November 13, 2014

Selamat Bergabung Suster Laurentina, PI

Sebelum ini, Sahabat Insan menceritakan tentang catatan perjalanan Suster Laurentina, PI yang ditugaskan untuk mendampingi pemulangan 120 calon TKI ke Kupang, NTT. Mari sekarang kita mengenal lebih dekat sosok beliau. 



Suster Laurentina, PI lahir di Temanggung tanggal 23 Agustus 1970. Saat ini beliau tinggal di Susteran PI yang ada di Kramat Jati, Jakarta Timur.

Dunia pekerja migran bukanlah dunia yang asing bagi Suster yang berperawakan kecil ini. Sejak ditugaskan di Kp. Bajawa - Nasipanaf  Ds. Baumata - Kupang NTT beberapa tahun yang lalu, ia telah akrab dengan berbagai kasus migran yang terjadi di sana. Diawali dengan mengikuti pembekalan tentang human trafficking di Malino tahun 2011, sejak saat itu Sr. Laurentina aktif mendampingi berbagai kasus yang terjadi di sana. Beliau bergabung dalam Tim Human Trafficking di Timor bekerja sama dengan JPIC SVD Timor. Selain itu, Sr. Laurentina juga giat melakukan sosialisasi tentang perdagangan manusia ke asrama-asrama, paroki-paroki dan lingkungan di TTU dan Atambua. Di sela-sela kesibukannya itu, beliau masih bisa menyisihkan waktu untuk menimba ilmu di Adademi Pekerjaan Sosial Kupang.  

Pada bulan Januari 2014, beliau dipindahtugaskan di Jakarta dan tetap aktif dalam membantu para pekerja migran. Beliau mengikuti kegiatan di Jaringan Peduli Migran Keuskupan Jakarta dan memiliki kegiatan rutin antara lain kunjungan ke berbagai rumah singgah, kunjungan dan pendampingan di RPTC Bambu Apus setiap hari Selasa dan Jumat, kegiatan rohani di RPTC Bambu Apus pada hari Minggu dan kunjungan ke RSJ Polri Kramat Jati. Di Jakarta suster melanjutkan pendidikan S1-nya di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Widuri.

Mulai bulan Oktober 2014  Sr. Laurentina, PI bergabung sebagai relawan Sahabat Insan dan membantu kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh Sahabat Insan. Selamat datang Suster. Semoga para pekerja migran semakin terlayani dengan baik dan mereka dapat memperoleh hidup yang lebih layak. 

 



  
 
 
  
 

Monday, November 10, 2014

Akhirnya Mereka Pulang

Di bawah ini adalah catatan perjalanan Sr. Laurentina, PI yang ditugaskan oleh Dinas Sosial untuk mendampingi 120 anak NTT yang dipulangkan ke kampung halamannya.

*******************************
Akhirnya Mereka Pulang



Bersyukur dan lega rasanya! Setelah 5 hari terapung-apung di lautan bebas, akhirnya kapal yang kami tumpangi bersama 3 orang pendamping dari RPTC (Rumah Perlindungan Trauma Center) Bambu Apus dan 8 orang pendamping dari BNP2TKI untuk mengawal pemulangan 120 TKW asal NTT tiba juga di tujuan. Beban yang kami pikul sepanjang perjalanan karena banyaknya rintangan dan tantangan yang kami hadapi seakan-akan langsung sirna.

Pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2014, saya ditugaskan oleh Sr. Lia RGS untuk mendampingi pemulangan 120 TKW asal NTT yang sudah selama beberapa minggu terakhir ditampung di RPTC Bambu Apus. Mereka dipulangkan dengan menggunakan Kapal Umsini. Kapal mulai berlayar pada pukul 08.30 WIB dan direncanakan tiba di pelabuhan Tenau Kupang pada tanggal 17 Oktober pukul 20.00 Wita. Dalam kapal kami diberi tempat khusus yaitu di Dek 5. Rombongan diketuai oleh Bu Atik dari RPTC Bambu Apus.

Untuk mempermudah koordinasi, 120 TKW tersebut kemudian dibagi menjadi 12 kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri atas 10 orang. Tiap kelompok diawasi oleh seorang pendamping. Tugas pendamping selain mengawasi juga menjaga ketertiban dan keamanan anak-anak dalam kelompoknya selama berada di atas kapal, serta membimbing kelompok untuk sharing dan berdoa sesuai dengan kepercayaannya. Di tiap kelompok ditunjuk satu orang untuk menjadi ketua kelompok, yang bertugas untuk mengabsen teman kelompoknya dan mengumpulkan tiket jika mau mengambil makanan. Saat kapal bersandar di suatu tempat, tiket tersebut harus diserahkan kembali kepada pendamping.  

Meskipun masing-masing pendamping hanya bertanggung jawab atas kelompoknya saja, namun kami tetap mengawasi keadaan mereka secara keseluruhan. Tingkah laku mereka yang bermacam-macam di atas kapal menjadi tantangan tersendiri dalam pendampingan ini. Kadang-kadang mereka juga bercampur dengan penumpang yang lain sehingga kamipun selalu siaga dalam mengawasi mereka, bahkan terkadang juga khawatir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Banyak kendala yang kami hadapi selama perjalanan. Bukan hanya dalam hal menjaga anak-anak dari penumpang kapal lain, namun juga di antara pendamping sendiri sering berbeda pendapat tentang cara mendampingi anak-anak tersebut. Beberapa pendamping menginginkan pengawasan penuh dan mengingatkan anak-anak jika berbuat hal-hal yang bisa membahayakan mereka, namun pendamping lain cenderung membiarkan karena menurut mereka agar anak-anak itu bisa menikmati perjalanan. Akhirnya saya bersama pendamping dari RPTC tetap memperhatikan tingkah laku anak-anak karena mereka agak susah untuk dikendalikan dan kami juga khawatir kalau di kapal mereka juga dibawa kabur oleh orang yang tidak dikenal, karena banyak juga penumpang yang sebenarnya TKI yang pulang dari Malaysia. Setiap malam kami harus menghitung jumlah mereka di kelompok masing-masing. Kebetulan saya memang sengaja tidur bersama dengan mereka, namun sayang teman-teman pendamping yang lain mengambil kamar di kelas satu dan dua. Maka praktis yang menjaga mereka sampai pagi adalah saya sendiri.

Salah satu hal yang mengganggu kami selama mendampingi para TKI ini dipulangkan adalah, betapa mudahnya mereka mengalami cinta lokasi. Baru berkenalan beberapa jam dengan penumpang laki-laki di atas kapal itu, mereka langsung bermesra-mesraan dengan sembunyi-sembunyi. Bahkan, ada TKW yang menolak cinta lelaki yang satu dan kemudian berpacaran dengan lelaki lain, sehingga menyebabkan kedua lelaki tersebut bertengkar. Bahaya lainnya adalah kalau mereka (terutama yang masih polos-polos) dibawa masuk kamar yang disewakan di kapal ini. Terkadang saya dengan mereka main kucing-kucingan karena biasanya mereka bertemu pasangannya di dek paling atas. Jika saya berhasil menangkap basah dan menegur mereka, mereka pura-pura kembali ke kamar namun tak lama kemudian keluar lagi naik ke atas lewat jalan lain. Pernah juga yang sampai jam 03.00 dini hari mereka masih bertemu di dek atas, karena waktu itu kapal sandar di pelabuhan Makasar jam 21.00 dan berlayar lagi menuju Maumere jam 03.00. Terkadang kalau sudah capek dan mengantuk saya diamkan saja hal itu terjadi, namun saya berdoa semoga tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Sebenarnya jam tidur yang kami tetapkan adalah jam 21.00, dan jam 20.00 mereka diwajibkan untuk absen dulu kemudian harus sudah berada  ada di tempat masing-masing. Namun dengan berbagai macam alasan, anak-anak itu berusaha keluar dari kamar mereka, terutama saat kami lengah.

Setelah mengalami perjalanan yang panjang dan berliku-liku akhirnya kapal pun sampai di pelabuhan Tenau – Kupang. Beberapa jam sebelum bersandar kami mengatur strategi dan berkoordinasi dengan para pendamping, pihak PELNI maupun Dinas Sosial Provinsi yang akan menyambut kami di pelabuhan tersebut. Dan demi keamanan, Polda NTT juga ikut serta didalamnya. Sebelum turun, anak-anak diwajibkan menggunakan syal warna hijau muda agar tidak salah dengan penumpang lain.

Yang pertama turun dari kapal adalah ketua rombongan Bu Atik, diikuti oleh saya dan pendamping-pendamping dari RPTC (Bu Lela dan Pak Yani). Pendamping dari BNP2TKI turun kemudian, saat di pelabuhan sudah disiapkan semuanya. Demi keamanan, selain dari Polda, Dinas Sosial Provinsi juga mengerahkan beberapa personel TAGANA (Taruna Siaga Bencana). Saat turun dari kapal, kami diarahkan untuk langsung masuk ke kendaraan yang telah disediakan oleh BNP provinsi. Ada 4 bis DAMRI yang telah disediakan. Karena tidak ada tempat yang cukup untuk menampung sekian banyak anak, maka mereka pun dibagi menjadi 2 kelompok. 60 anak diantarkan menuju Aula Balai Diklat Sosial, dan 60 anak lagi diantarkan ke Aula Pantai HIT BIA (Tuna Netra) milik UPTD provinsi NTT. Setelah itu mereka disambut oleh Kabid Dinas Sosial Provinsi bapak Yohanes Mau secara singkat, dan dilanjutkan dengan makan malam ala kadarnya yang telah disediakan oleh dapur umum dari TAGANA.

Acara serah terima baru berlangsung keesokan harinya pada pukul 13.30 waktu setempat di aula Dinas Sosial Provinsi. Di aula dinsos tersebut  telah menunggu beberapa orang yang akan menjemput keluarganya.  Hadir juga wakil dari Dinas Sosial Kabupaten yang datang untuk menjemput para pekerja migran yang berasal dari daerah mereka. Setelah ke-120 TKW tersebut secara resmi diserahterimakan dari Dinas Sosial Pusat kepada Dinas Sosial Provinsi, mereka boleh dibawa pulang oleh keluarga atau Dinsos Kabupaten yang menjemput.  Saat semua acara telah usai, kami pun merasa lega karena tanggung jawab dan tugas sudah selesai dan ditindaklanjuti oleh Dinsos Provinsi.


Demikianlah sekelumit cerita saya dalam mendampingi mereka. Terima kasih atas doa dan dukungan dari teman-teman semua.

Berkah Dalem,
Sr. Laurentina PI