Saturday, October 31, 2015

MASKER UNTUK KORBAN KABUT ASAP

Di tahun 2015 ini, lebih dari 25 juta jiwa terdampak asap di tanah air. Lebih dari 100 ribu jiwa menderita ISPA. Bayi-bayi dievakuasi ke ruangan kedap udara. Sekolah libur, bandara lumpuh, 3 propinsi menyatakan status tanggap darurat yaitu Riau, Jambi dan Kalteng.

Pemerintah pun tidak kurang usahanya untuk menangani bencana ini. Sebanyak 365 milyar telah dikeluarkan BNPB untuk menanggani penyebab asap, yaitu kebakaran hutan dan lahan. Usaha yang dilakukan antara lain adalah  pemadaman kebakaran lahan dan hutan di daratan; pemadaman di udara melalui water bombing menggunakan helikopter dan hujan buatan menggunakan pesawat terbang, pembuatan kanal bersekat untuk  rewetting (perendaman) lahan gambut, sosialisasi besar-besaran agar tidak membakar lahan, mencari dan menindak tegas pembakar hutan, mengobati gangguan kesehatan yang dialami masyarakat dan usaha-usaha lainnya yang dilaksanakan dengan  dukungan semua pihak: pemerintah daerah, swasta dan masyarakat serta negara-negara tetangga yang ikut terkena dampaknya, terutama Singapura.


Menurut website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (www. menlhk.go.id), per tanggal 4 Oktober 2014, sebanyak 14 wilayah di Indonesia memiliki Indeks Kualitas Udara (IKU) yang tidak sehat, dengan rincian 4 wilayah memiliki indeks dalam golongan tidak sehat (ISPU 101-199) yaitu Dumai, Palembang, dan Pontianak1 dan Pontianak2. Satu daerah tergolong sangat tidak sehat (200-300), yaitu Kabupaten Rokan Hilir. Sisanya memiliki indeks berbahaya (lebih dari 300), dengan kota Palangkaraya memiliki ISPU yang sangat tinggi jauh melebihi standar indeks berbahaya, yaitu 1598. 

KARINA (www.karina.or.id) sebagai lembaga pelayanan kemanusiaan KWI, sepanjang bulan September telah membantu meringankan penderitaan warga yang terkena dampak kabut asap dengan mendistribusikan puluhan ribu masker bekerja sama dengan Keuskupan setempat. Masker yang selama ini didistribusikan adalah surgical mask. Dengan bertambah buruknya kondisi udara di wilayah-wilayah terdampak, maka diperlukan masker yang lebih berkualitas sehingga lebih mampu melindungi dari udara yang sangat tercemar. Oleh sebab itu, sepanjang bulan Oktober ini, KARINA merencanakan untuk mendistribusikan sekitar 75 ribu masker ke berbagai wilayah yang terkena kabut asap. Jenis masker yang dipilih adalah tipe N95.

Selain dengan keuskupan setempat, KARINA menjalin kerja sama dengan Caritas Humanitarian Aid & Relief Initiatives, Singapore (CHARIS) and RGS, LSM yang berbasis di Singapura yang akan membantu mendistribusikan masker2 tersebut ke beberapa area terdampak.

Berikut rencana pendistibusian masker oleh KARINA sepanjang bulan Oktober ini:
§  Padang: 5,000 buah.
§  Pekanbaru: 11,000 buah.
§  Air Molek: 10,000 buah.
§  Dumai: 10,000 buah.
§  Duri: 10,000 buah.
§  Pasir Pengarayan: 10,000 buah,
§  Pangkalan Kerinci: 10,000 buah.
§  Perawang: 10,000 buah.

Anda tergerak untuk membantu? Kirimkan donasi Anda ke:
Bank BCA Cabang Puri Indah, Jakarta
288 308 0599
Yayasan KARINA

Perhatian Anda, sekecil apapun, akan sangat berarti bagi mereka yang saat ini seakan-akan telah putus harapan dan tidak tahu lagi bagaimana mengatasi keadaan ini. Semoga semua usaha  yang telah dilakukan secara bahu membahu oleh semua pihak dapat segera memulihkan keadaan sehingga mereka dapat menjalani kembali hari-hari mereka dengan normal. 

Friday, October 30, 2015

Pelatihan Paralegal: Memenuhi Hak dan Kebutuhan Para TKI dari Singapura

            Pada tanggal 3 - 4 Oktober 2015 lalu diselenggarakan Pelatihan Paralegal untuk Lembaga Pelayanan dengan tema "Memenuhi Hak dan Kewajiban Para TKI dari Singapura" bertempat di Wisma KWI, Jakarta Selatan. Acara ini digagas oleh International Organization for Migration (IOM), Susteran Gembala Baik, dan Justice Without Borders (JWB). Nurul, Direktur IOM Indonesia, mengungkapkan bahwa pelatihan ini sangat berguna karena kurangnya pengetahuan lembaga pelayanan dan buruh migran yang mencari perlindungan hukum di Singapura. Terlebih lagi karena adanya nara sumber langsung dari Singapura yaitu JWB, organisasi nirlaba yang membantu korban eksploitasi tenaga kerja dan perdagangan manusia dalam mencari kompensasi yang adil terhadap pelaku kejahatan, meskipun korban sudah kembali negara asal. Mereka bekerja sama dengan organisasi lokal untuk memastikan korban dapat mengakses bantuan hukum di mana saja.   
            Pelatihan hari pertama dimulai dengan acara makan siang bersama pada pukul 14.00. Ada 35 orang peserta yang berasal dari Jakarta, Bogor, dan Jawa Barat. Mereka mewakili lembaga pelayanan dari pemerintah maupun swasta. Sebagai narasumber utama, Direktur JWB, Douglas Mclane, memberikan gambaran singkat mengenai JWB dan rekan advokasi hukum yang membantu kasus buruh migran di Singapura. Dalam sesi perkenalan, fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok. Setiap orang diwajibkan untuk mencatat 3 nama peserta lain dan pengalaman mereka dalam menangani masalah buruh migran di Singapura. Peserta diharapkan untuk menyampaikan harapan dan kekhawatiran mereka terhadap kasus yang terjadi.

Pembukaan Pelatihan Paralegal

Nurul Qoiriah sedang memberikan pemaparan
            Sesi pertama diisi dengan pemaparan dari Koordinator IOM Indonesia, Nurul Qoiriah. Beliau menjelaskan bagaimanakah sebuah kasus dapat dikategorikan sebagai perdagangan manusia. Fasilitator memberikan beberapa contoh kasus dan meminta peserta untuk mengkategorikan mana saja yang termasuk perdagangan manusia atau penyelundupan manusia. Nurul Qoiriah juga menjelaskan bahwa tidak tuntasnya kasus buruh migran disebabkan oleh tidak ada Undang - Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di negara luar. Kebanyakan kasus yang terjadi hanya mengacu pada Undang - Undang Tenaga Kerja Asing. Hal tersebut tidak cukup melindungi buruh migran secara hukum.
            Setelah istirahat, acara dilanjutkan dengan paparan dari Eddy Purwanto, pengacara Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran di PBH BM Malang. Beliau menjelaskan kerangka hukum perlindungan buruh migran Indonesia. Secara padat dan singkat, beliau menjelaskan system apa saja sudah terbangun untuk membantu tenaga kerja Indonesia. Berkaca dari pengalaman BMI dalam menangani kasus buruh migran, Eddy Purwanto juga memaparkan hal apa saja yang belum tercakup dalam kerangka hukum di Indonesia dan perlu untuk terus diperjuangkan.
            Direktur JWB, Douglas Mclane, menutup sesi terakhir di hari pertama dengan gambaran tentang kebanyakan kasus yang dilaporkan buruh migran di Singapura. Beliau membagi peserta menjadi 3 kelompok. Setiap kelompok harus membuat daftar kasus yang paling banyak terjadi. Karena hari sudah mulai senja, Beliau mengakhiri pelatihan tersebut. Para peserta diberi tugas untuk membaca buku panduan yang sudah diberikan oleh IOM. Dengan tujuan, peserta mendapat gambaran kerangka hukum yang ada di Singapura.
Douglas Mclane, Direktur Justice Withot Borders
            Setelah acara hari pertama usai, para peserta beribadah sesuai dengan keyakinan masing – masing. Setelah makan malam, peserta melanjutkan perbincangan mereka tentang kasus buruh migran yang sedang mereka tangani. Tak terasa sudah larut malam, para peserta kembali ke ruangan mereka untuk beristirahat.
            Hari kedua pelatihan paralegal dibuka oleh Douglas Mclane dengan pertanyaan apakah kami sudah membaca buku panduan tersebut. Menurutnya itu sangat penting karena banyak contoh kasus dan acuan hukum yang bisa digunakan untuk membantu kasus buruh migran disana. Douglas menjelaskan tentang hak, kewajiban, dan jalur jalur hukum dibawah Undang–undang Singapura. Undang – Undang utama yang digunakan adalah UU Ketenagakerjaan Asing, UU Keimigrasian, UU ketenagakerjaan untuk Instansi, UU Ketenagakerjan (tapi tidak dapat diaplikasikan bagi PRTA), dan UU Kompensasi Kecelakaan di tempat kerja (UU ini juga tidak dapat diaplikasikan bagi PRTA).
             Setelah makan siang, Douglas Mclane membagi peserta menjadi 2 kelompok besar. Mengacu pada buku panduan JWB, para peserta memposisikan mereka menjadi seorang pengacara dengan mengindentifikasi permasalahan yang menimpa korban. Contoh kasus yang disampaikan adalah upah gaji yang tidak sesuai dengan isi kontrak kerja.. Beliau menjelaskan bahwa korban dapat menerima bantuan hukum dalam bentuk mediasi, pembayaran ganti rugi, hukuman pidana, gugatan perdata, dan kompensasi. Tetapi para korban harus pandai memilih pengacara.


Di sesi berikutnya, Tan Cheow Hung, rekan pengacara dari JWB menjelaskan bagaimana cara mendapatkan pengacara yang terpercaya di Singapura. Beliau menyarankan agar korban meminta rekomendasi pengacara pada NGO. Beliau menekankan harus ada perjanjian tertulis dengan pengacara yang berisi persyaratan keterlibatan pengacara selama proses hukum. Korban juga harus berbagi informasi dan bukti dokumentasi yang relevan. Tan Cheow Hung menyarankan untuk memilih satu paralegal yang menjadi penghubung antara pengacara dan klien. Biaya mungkin menjadi satu persoalan, korban baiknya membicarakan hal tersebut dengan pengacara dan NGO partner. JWB dapat membantu korban untuk menemukan pengacara di Singapura.
Douglas Mclane dan Tan Cheow Hung, narasumber Pelatihan Paralegal
Foto bersama
Diakhir paparan yang disampaikan oleh Tan Cheow Hung, beliau menawarkan konsultasi atas kasus yang masih berjalan kepada paralegal. Pelatihan paralegal diakhiri dengan sesi foto bersama. Para peserta diharapkan dapat mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka terwujudnya pelayanan dan perlindungan yang lebih baik bagi para tenaga kerja Indonesia, khususnya yang bekerja di Singapura.