TEST

Monday, June 23, 2025

Refugee Voices 2025: Ruang Aman, Panggung Harapan Bagi Pengungsi

Jakarta, 21 Juni 2025 — Peringatan Hari Pengungsi Sedunia 2025 menghadirkan sebuah perayaan yang sarat makna dan harapan bertajuk "Refugee Voices: A Month of Stories and Solidarity". Bertempat di M Bloc Space, Jakarta Selatan, kegiatan ini menjadi ruang aman yang mempertemukan para pengungsi, komunitas lokal, aktivis kemanusiaan, serta masyarakat umum dalam suasana penuh semangat solidaritas. 

 


Acara yang berlangsung dari pagi hingga malam ini diinisiasi oleh UNHCR Indonesia bekerja sama dengan Refuture Indonesia, SUAKA, JRS Indonesia, serta mendapat dukungan dari LIV Golf. Berbagai kegiatan interaktif digelar, mulai dari pemutaran film dokumenter, talkshow, pertunjukan seni dan budaya, hingga bazaar dan pojok membaca untuk anak-anak.

Dalam kesempatan ini, Komunitas Talitakum Jakarta turut ambil bagian sebagai bentuk solidaritas terhadap para pengungsi yang tinggal di Indonesia. Melalui keterlibatan aktif dalam kegiatan komunikasi dan seni lintas budaya, Talitakum mendorong terciptanya ruang yang menguatkan persaudaraan lintas bangsa serta menghadirkan wajah Gereja yang terbuka dan penuh belarasa. Anggota-anggota komunitas ini hadir secara langsung, berbaur, dan turut mengangkat suara pengungsi melalui perjumpaan dan doa bersama.

Salah satu momen paling menyentuh adalah sesi pembukaan yang dibuka dengan puisi dan refleksi tentang perjuangan para pengungsi. Suster Irena, OSU menyatakan dengan penuh keteguhan dalam wawancara di event ini,

“Mereka bukan sekadar angka. Mereka manusia. Mereka adalah sesama kita. Kita tidak bisa tutup mata, apalagi membisu. Perlu keberanian untuk hadir dan bersuara.”

Sementara itu, film dokumenter berjudul “Fighting Forward: Building Resilience Through Storytelling and Sport Empowerment” menghadirkan kisah perjuangan Ali Reza Yawari, seorang sutradara muda asal Afghanistan, dan Setayesh Jawadi, atlet karate dari Cisarua Refugee Shotokan Karate Club. Melalui cerita mereka, para penonton diajak melihat bagaimana seni dan olahraga menjadi ruang pemulihan psikologis dan pemberdayaan diri di tengah keterbatasan.

Acara siang dilanjutkan dengan pertunjukan budaya tradisional Myanmar oleh anak-anak pengungsi dari Cisarua Refugee Learning Center (CRLC). Senyum dan gerakan lincah mereka seolah menghapus batas negara dan bahasa, menyatukan penonton dalam keindahan warisan budaya.

Talkshow sore bertajuk “Youth in Action: How We Can Support Refugee Empowerment” menyoroti peran generasi muda dalam menciptakan perubahan dan dukungan bagi para pengungsi. Refuture Indonesia dan Bridges for Hope memaparkan berbagai inisiatif pemberdayaan yang telah mereka jalankan bersama komunitas pengungsi.

Salah satu bagian acara yang mencuri perhatian adalah pertunjukan karate dari para pengungsi muda. Meski hidup dalam ketidakpastian, semangat mereka tak gentar. Seorang peserta mengungkapkan bahwa seni bela diri mengajarkannya disiplin, harapan, dan keberanian untuk terus berjuang.

Dalam penutupan hari, suasana berubah menjadi semarak dan penuh energi saat Grace, musisi muda asal Kongo yang dikenal dengan nama panggung KiLLMYPRiDE, tampil membawakan lagu-lagu rap berbahasa Inggris dan Prancis. Melalui lirik-liriknya, ia menggambarkan rasa kehilangan, kemarahan, serta impian yang masih ingin diraih. Aksinya mendapat sambutan meriah dari penonton.

Dalam wawancara di event ini, Romo Adrianus Suyadhi, SJ menyampaikan refleksi mendalam,

“Solidaritas bukan hanya tentang memberi, tapi juga mendengarkan dan hadir. Kehadiran kita di sini hari ini adalah tanda bahwa kita tidak membiarkan mereka berjalan sendirian. Ini adalah soal kemanusiaan.”

Refugee Voices bukan hanya acara. Ia adalah pesan, bahwa di tengah dunia yang terpecah, masih ada ruang untuk saling memahami, menyembuhkan luka, dan membangun harapan bersama.

 

Penulis: Saraswati