TEST

Wednesday, July 2, 2025

 
Memahami
 keseluruhan pesan Gereja Katolik Global Selatan 
menjelang COP30
 

1. Dimensi Profetik Gereja Global Selatan

Dokumen ini menyatakan bahwa Gereja di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia tidak hanya sebagai saksi penderitaan, tetapi sebagai penabur harapan dan masa depan baru.

Gereja menempatkan dirinya sebagai suara profetik yang berjalan bersama masyarakat paling rentan dan memperjuangkan tatanan dunia yang lebih adil.

2. Penolakan terhadap "Solusi Palsu" secara Terperinci

Finansialisasi alam (misalnya pasar karbon dan offsetting) dikritik sebagai taktik menipu yang membolehkan polusi terus berlangsung demi keuntungan ekonomi.

Penambangan mineral atas nama transisi energi, seperti litium dan kobalt, dianggap eksploitasi baru yang meminggirkan komunitas lokal, terutama di Global Selatan.

Monokultur energi, seperti mega proyek hidro, solar, dan angin, dinilai mengkonsentrasikan kekuasaan dan menghancurkan ekosistem.

3. Penekanan pada Peran dan Hak Perempuan

Dokumen memberikan perhatian serius pada kerentanan perempuan, terutama di pedesaan dan komunitas adat, serta mendorong mereka menjadi pelaku aktif (prosumen) dalam energi terbarukan dan ekonomi sirkular.

Keadilan gender dalam pendanaan iklim ditegaskan dengan meminta sistem pembiayaan yang inklusif, adil, dan berpihak pada perempuan.

4. Pembentukan dan Peran Observatorium Gerejawi untuk Keadilan Iklim

Sebuah inisiatif konkret: Ecclesial Observatory on Climate Justice, akan dibentuk oleh Konferensi Gerejawi Amazon.

Fungsi observatorium ini adalah mengawal pelaksanaan hasil-hasil COP, mengungkap ketidakpatuhan, dan memantau kesejahteraan komunitas serta restorasi ekosistem.

5. Penolakan terhadap Ekonomi Pertumbuhan Tak Terbatas

Penolakan mendasar terhadap model ekonomi berbasis pertumbuhan tanpa batas di planet yang terbatas.

Sebaliknya, diusulkan ekonomi regeneratif dan distributif yang berakar pada batas ekologis dan kesejahteraan manusia.

6. Perhatian terhadap Kota dan Perkotaan

Ada penekanan terhadap kerentanan kota-kota terhadap bencana iklim.

Solusinya termasuk perumahan layak, infrastruktur hijau, dan transportasi publik rendah emisi.

 7. Migrasi Iklim sebagai Masalah Keadilan

Migrasi akibat perubahan iklim harus diakui secara resmi sebagai isu keadilan dan hak asasi manusia.

Kebijakan migrasi harus mencakup hubungan antara perubahan iklim, konflik, dan kehilangan mata pencaharian.

 8. Solidaritas Antarumat Beragama dan Lintas Disiplin

Ditekankan kerja sama lintas iman dan dialog dengan komunitas ilmiah sebagai bagian dari strategi perjuangan.

Kesatuan dalam menghadapi krisis iklim menjadi ekspresi konkret dari spiritualitas "rumah bersama."

9. Spiritualitas dan Seni sebagai Wahana Pertobatan Ekologis

Seni, budaya, dan spiritualitas disebut sebagai hak manusia dan wahana penting untuk membangun harapan dan menyampaikan warisan ekologis lintas generasi.

10. Pandangan Teologis: Hak Bumi dan Martabat Semua Makhluk

Tidak hanya hak manusia, tetapi juga hak bumi dan seluruh ciptaan diakui dan dibela sebagai bagian dari kehendak ilahi.

Lingkungan yang bersih dan sehat dipahami sebagai hak asasi seluruh makhluk, bukan sekadar sarana ekonomi.