Memahami keseluruhan
pesan Gereja Katolik Global Selatan menjelang COP30
1. Dimensi
Profetik Gereja Global Selatan
Dokumen ini
menyatakan bahwa Gereja di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia tidak hanya
sebagai saksi penderitaan, tetapi sebagai penabur harapan dan masa depan baru.
Gereja menempatkan dirinya sebagai suara profetik yang berjalan bersama masyarakat paling rentan dan memperjuangkan tatanan dunia yang lebih adil.
2. Penolakan
terhadap "Solusi Palsu" secara Terperinci
Finansialisasi
alam (misalnya pasar karbon dan offsetting) dikritik sebagai taktik menipu yang
membolehkan polusi terus berlangsung demi keuntungan ekonomi.
Penambangan
mineral atas nama transisi energi, seperti litium dan kobalt, dianggap
eksploitasi baru yang meminggirkan komunitas lokal, terutama di Global Selatan.
Monokultur energi, seperti mega proyek hidro, solar, dan angin, dinilai mengkonsentrasikan kekuasaan dan menghancurkan ekosistem.
3. Penekanan
pada Peran dan Hak Perempuan
Dokumen
memberikan perhatian serius pada kerentanan perempuan, terutama di pedesaan dan
komunitas adat, serta mendorong mereka menjadi pelaku aktif (prosumen) dalam
energi terbarukan dan ekonomi sirkular.
Keadilan gender dalam pendanaan iklim ditegaskan dengan meminta sistem pembiayaan yang inklusif, adil, dan berpihak pada perempuan.
4.
Pembentukan dan Peran Observatorium Gerejawi untuk Keadilan Iklim
Sebuah
inisiatif konkret: Ecclesial Observatory on Climate Justice, akan dibentuk oleh
Konferensi Gerejawi Amazon.
Fungsi observatorium ini adalah mengawal pelaksanaan hasil-hasil COP, mengungkap ketidakpatuhan, dan memantau kesejahteraan komunitas serta restorasi ekosistem.
5. Penolakan
terhadap Ekonomi Pertumbuhan Tak Terbatas
Penolakan
mendasar terhadap model ekonomi berbasis pertumbuhan tanpa batas di planet yang
terbatas.
Sebaliknya, diusulkan ekonomi regeneratif dan distributif yang berakar pada batas ekologis dan kesejahteraan manusia.
6. Perhatian
terhadap Kota dan Perkotaan
Ada penekanan
terhadap kerentanan kota-kota terhadap bencana iklim.
Solusinya termasuk perumahan layak, infrastruktur hijau, dan transportasi publik rendah emisi.
7. Migrasi Iklim sebagai Masalah Keadilan
Migrasi akibat
perubahan iklim harus diakui secara resmi sebagai isu keadilan dan hak asasi
manusia.
Kebijakan migrasi harus mencakup hubungan antara perubahan iklim, konflik, dan kehilangan mata pencaharian.
8. Solidaritas Antarumat Beragama dan
Lintas Disiplin
Ditekankan
kerja sama lintas iman dan dialog dengan komunitas ilmiah sebagai bagian dari
strategi perjuangan.
Kesatuan dalam menghadapi krisis iklim menjadi ekspresi konkret dari spiritualitas "rumah bersama."
9.
Spiritualitas dan Seni sebagai Wahana Pertobatan Ekologis
Seni, budaya, dan spiritualitas disebut sebagai hak manusia dan wahana penting untuk membangun harapan dan menyampaikan warisan ekologis lintas generasi.
10.
Pandangan Teologis: Hak Bumi dan Martabat Semua Makhluk
Tidak hanya hak manusia, tetapi juga hak bumi dan seluruh ciptaan diakui dan dibela sebagai bagian dari kehendak ilahi.
Lingkungan yang
bersih dan sehat dipahami sebagai hak asasi seluruh makhluk, bukan sekadar
sarana ekonomi.