TEST

Wednesday, July 2, 2025

 
Memahami
 keseluruhan pesan Gereja Katolik Global Selatan 
menjelang COP30
 

Saturday, June 28, 2025

Renungan Harian Hari Sabtu

 


Bulan Juni, bulan Cinta pada Bumi, bulan Laudato Si sudah tinggal satu minggu. Mari kita akhiri dengan doa seminggu: Semoga meskipun bulan Juni berlalu, api semangat mencintai Ibu Bumi, Rumah kita Bersama, tetap menyala.



Friday, June 27, 2025

Renungan Harian Hari Jumat

 


Bulan Juni, bulan Cinta pada Bumi, bulan Laudato Si sudah tinggal satu minggu. Mari kita akhiri dengan doa seminggu: Semoga meskipun bulan Juni berlalu, api semangat mencintai Ibu Bumi, Rumah kita Bersama, tetap menyala.

Wednesday, June 25, 2025

Renungan Harian Hari Rabu

 


Bulan Juni, bulan Cinta pada Bumi, bulan Laudato Si sudah tinggal satu minggu. Mari kita akhiri dengan doa seminggu: Semoga meskipun bulan Juni berlalu, api semangat mencintai Ibu Bumi, Rumah kita Bersama, tetap menyala.

Tuesday, June 24, 2025

Renungan Harian Hari Selasa


Bulan Juni, bulan Cinta pada Bumi, bulan Laudato Si sudah tinggal satu minggu. Mari kita akhiri dengan doa seminggu: Semoga meskipun bulan Juni berlalu, api semangat mencintai Ibu Bumi, Rumah kita Bersama, tetap menyala.

 

Monday, June 23, 2025

Refugee Voices 2025: Ruang Aman, Panggung Harapan Bagi Pengungsi

Jakarta, 21 Juni 2025 — Peringatan Hari Pengungsi Sedunia 2025 menghadirkan sebuah perayaan yang sarat makna dan harapan bertajuk "Refugee Voices: A Month of Stories and Solidarity". Bertempat di M Bloc Space, Jakarta Selatan, kegiatan ini menjadi ruang aman yang mempertemukan para pengungsi, komunitas lokal, aktivis kemanusiaan, serta masyarakat umum dalam suasana penuh semangat solidaritas. 

Renungan Harian Hari Senin

 


Bulan Juni, bulan Cinta pada Bumi, bulan Laudato Si sudah tinggal satu minggu. Mari kita akhiri dengan doa seminggu: Semoga meskipun bulan Juni berlalu, api semangat mencintai Ibu Bumi, Rumah kita Bersama, tetap menyala.

Sunday, June 22, 2025

Renungan Harian Hari Minggu

 


Bulan Juni, bulan Cinta pada Bumi, bulan Laudato Si sudah tinggal satu minggu. Mari kita akhiri dengan doa seminggu: Semoga meskipun bulan Juni berlalu, api semangat mencintai Ibu Bumi, Rumah kita Bersama, tetap menyala.

Friday, June 20, 2025

Menulis Sejarah Tanpa Luka: Sebuah Kekeliruan Moral

Di tengah wacana penulisan sejarah nasional baru oleh tokoh politik Fadli Zon, muncul kekhawatiran mendasar tentang masa depan ingatan kolektif bangsa. Pernyataannya yang menolak memasukkan peristiwa kekerasan seksual terhadap perempuan Tionghoa pada Mei 1998 ke dalam narasi sejarah resmi bukan hanya problematis, tetapi juga berbahaya secara etis dan politis.

https://www.christianbook.com/ethic-for-enemies-forgiveness-in-politics/donald-shriver/9780195119169/pd/119169

Dalam bukunya An Ethic for Enemies: Forgiveness in Politics (1995), Donald W. Shriver Jr. menyampaikan bahwa pengampunan dalam ranah politik tidak bisa dilepaskan dari keberanian menghadapi kebenaran sejarah yang menyakitkan. Pengampunan, kata Shriver, bukanlah pelupaan, melainkan ingatan yang bermartabat. Tanpa pengakuan atas luka sejarah, tidak mungkin ada rekonsiliasi sejati.

Lantas bagaimana mungkin kita menulis sejarah nasional tanpa mencatat salah satu bab tergelap dalam sejarah kontemporer Indonesia—perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998? Bukankah dengan menghapusnya dari narasi bangsa, kita secara tidak langsung mengingkari keberadaan para korban, serta membiarkan pelaku dan pembenaran sistemik kekerasan itu tetap bersembunyi dalam bayang-bayang impunitas?

Dalam terang etika Shriver, penulisan sejarah yang mengabaikan penderitaan korban bukan hanya kekhilafan, melainkan bentuk kekerasan kedua. Bangsa yang ingin sembuh dari luka masa lalu tidak bisa memilih untuk hanya mengingat hal-hal yang membanggakan. Kita perlu, bahkan wajib, mengingat peristiwa yang membuat kita malu dan bersalah—bukan untuk menumbuhkan rasa bersalah yang permanen, melainkan untuk mengembangkan tanggung jawab moral kolektif.

Peristiwa Mei 1998 bukan hanya soal kerusuhan sosial dan jatuhnya rezim Orde Baru. Ia adalah juga kisah tentang tubuh perempuan yang dijadikan medan perang ideologis, dan bagaimana negara gagal melindungi warganya yang paling rentan. Dengan menghapus kisah itu dari sejarah resmi, kita bukan hanya membungkam suara para penyintas, tetapi juga menolak kesempatan untuk belajar sebagai bangsa.

Shriver mengingatkan kita bahwa rekonsiliasi yang sejati hanya mungkin terjadi jika kita memiliki keberanian untuk menatap masa lalu dengan jujur. Ia menyerukan etika publik yang berani menyebut kejahatan sebagai kejahatan, dan membuka ruang bagi pengakuan, permintaan maaf, dan pemulihan. Dalam konteks Indonesia, ini berarti mengakui kekerasan terhadap perempuan Tionghoa Mei 1998 sebagai bagian dari sejarah kita bersama.

Jika sejarah hanya ditulis berdasarkan selera kekuasaan, maka yang kita wariskan kepada generasi mendatang bukanlah kebijaksanaan, melainkan kebohongan kolektif. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang dewasa jika terus-menerus menutupi luka masa lalu dengan cat tembok nasionalisme semu.

Maka, upaya Fadli Zon dan siapa pun yang mencoba menulis ulang sejarah tanpa menyentuh luka terdalam bangsa ini bukanlah tindakan patriotik, melainkan pengingkaran terhadap nilai-nilai dasar kemanusiaan. Kita tidak bisa membangun masa depan yang adil di atas fondasi ingatan yang cacat.

Menulis sejarah nasional seharusnya menjadi tindakan etis yang membebaskan—bukan menindas. Ia harus menjadi ruang kebenaran, bukan perpanjangan propaganda. Dan yang terutama: sejarah harus memberi tempat bagi suara korban, bukan sekadar untuk dikenang, tetapi untuk dihormati dan dipulihkan.


I. Ismartono, SJ - Sahabat Insan
Komunitas untuk kemanusiaan, keadilan dan martabat setiap pribadi

Tuesday, June 10, 2025

PHK Massal dan Dampaknya terhadap Pekerja Migran Indonesia: Antara Krisis dan Harapan

 

Mass Layoffs and Their Impact on Indonesian Migrant Workers

Mass layoffs in Indonesia have increased in recent years, particularly in labor-intensive sectors such as textiles and manufacturing. The impact is deeply felt by young workers and women, many of whom have lost their primary source of income. In the midst of household economic crises, a significant number of these individuals turn to migration and become Indonesian Migrant Workers (PMI) as an alternative means of survival. Unfortunately, not a few fall into irregular migration paths and become victims of human trafficking.

One of the tragic cases that came to light is the story of Meriance Kabu, a PMI from East Nusa Tenggara (NTT), who was tortured by her employer in Malaysia. Her fate is not an exception. In 2024 alone, 124 coffins of PMI from NTT were repatriated to Indonesia, most of them victims of exploitation and abuse. Disturbingly, human trafficking syndicates often involve state officials and community leaders who are supposed to protect citizens.

The main drivers of this phenomenon are structural unemployment and weak social protection for those affected by layoffs. When severance benefits are inadequate and vocational training programs are irrelevant to labor market needs, migration becomes the only perceived option. The children of migrant workers are also affected, particularly in their limited access to education in host countries. Efforts from international organizations such as the ILO through the Decent Work Country Programmes have not been fully effective without strong national law enforcement.

To address this issue, preventive measures are needed through public education, regionally based job training, and strengthened immigration oversight. The shooting of five Indonesian migrant workers in Malaysia in early 2025 illustrates the weak protection the state provides its citizens abroad. Although the Indonesian Ministry of Foreign Affairs has lodged a protest, justice for the victims remains elusive. In some cases, victims must face their traffickers in foreign courts while enduring significant psychological trauma.

The state must take a more proactive role in creating dignified employment opportunities at home and systematically dismantling trafficking syndicates. Unresolved mass layoffs only push impoverished citizens further into the traps of high-risk migration. This is not merely an economic issue but a humanitarian crisis and a moral test for the Indonesian nation. It is time for the state to show up—not just as a bystander, but as a true protector of its people's dignity.



Gambar diambil dari https://citizen.riau24.com/berita/baca/1728275233-badai-phk-di-indonesia-dilirik-jokowi-sri-mulyani-hingga-airlangga-hartanto



Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi kenyataan pahit bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Agustus 2024 mencapai 5,45 persen, naik dibandingkan tahun sebelumnya. Beberapa sektor industri padat karya seperti tekstil, elektronik, dan manufaktur dilaporkan melakukan PHK karena tekanan global, otomasi, serta perpindahan investasi ke negara-negara dengan biaya tenaga kerja lebih rendah.

Friday, May 30, 2025

Langit Bersyukur Lantaran Bumi Mendukung Cinta

 


Wawancara Pepulih di TEPAS (Temu Pastoral) 2025 

Mosaik Indah: Indonesia di Mata Paus Fransiskus dan Tantangan di Era Paus Leo XIV

 

Prof. Francisia Saveria Sika Ery Seda dari Universitas Indonesia (kanan), Ignasius Jonan (Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia | tengah), Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty (Ketua Umum PGI | tengah), Siti Musdah Mulia (Cendekiawan Muslim | tengah), Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Ketua Presidium KWI | kiri) | Foto: Saras

Wednesday, May 7, 2025

WHY I GOT INVOLVED IN THE MOVEMENT THAT CARES FOR VICTIMS OF HUMAN TRAFFICKING

 

Jesuit Among Muslims in Asia (JAMIA) Asembly 25 July - 29 July, 2023, Jakarta, Indonesia Jesuit Conference of Asia Pacific (JCAP)


Monday, May 5, 2025

Melek Digital, Tangkal Hoaks: Guru Garda Terdepan Literasi Informasi

 

Dalam era digital yang sarat dengan arus informasi tak terbendung, literasi digital menjadi kunci utama dalam membentuk masyarakat yang cerdas dan beradab. Menyadari pentingnya peran pendidik dalam menghadapi tantangan ini, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) bekerja sama dengan Harian Kompas (Kompas.id), 5P Global Movement, serta Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus (PRAKSIS) menggelar diskusi bertajuk "Tangkal Hoaks dan Fake News". Acara ini berlangsung pada Jumat, 2 Mei 2025, pukul 12.00–16.00 WIB, di Graha Pemuda Lantai 4, Kompleks Gereja Katedral Jakarta.

Wednesday, April 30, 2025

SMILE NOW 2025: Fun Walk Bumi Ceria di Hari Bebas Sampah

 


Jakarta, 27 April 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Bumi 2025, Universitas Katolik Atma Jaya bersama ATMI (Akademik Teknik Mesin dan Industri). di Jakarta menggelar acara bertajuk SMILE NOW – Fun Walk Waste Free Day. Kegiatan ini berlangsung pada Minggu, 27 April 2025 di jalur Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) Jakarta. Tema besar Hari Bumi tahun ini adalah “Daya Kita, Planet Kita” yang menekankan pentingnya menjaga Bumi sebagai sumber kehidupan. Melalui jalan santai sambil memungut sampah, para peserta berkomitmen membuat perubahan sederhana namun bermakna. Semangat ini menjadi jawaban nyata atas ajakan menjaga keberlanjutan planet tercinta.

Monday, April 28, 2025

The Sisterhood Indonesia: Menyatukan Perempuan Pengungsi dalam Solidaritas dan Harapan

 

Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, berdiri sebuah komunitas yang menjadi oase bagi perempuan pengungsi dari berbagai negara. The Sisterhood Indonesia, didirikan pada Hari Perempuan Internasional tahun 2018 oleh empat perempuan pengungsi—Bahar, Kalsoom, Nimo, dan Waheeda—merupakan ruang aman pertama dan satu-satunya di Jakarta yang dikelola oleh dan untuk perempuan pengungsi. Sejak berdiri, lebih dari 1.200 perempuan telah mengikuti berbagai kegiatan yang bertujuan untuk membangun kepercayaan diri, keterampilan dan solidaritas di antara sesama.

Mengenal The Sisterhood

The Sisterhood Indonesia adalah komunitas yang didirikan dan dipimpin oleh perempuan pengungsi, berkomitmen untuk memperkuat ikatan persaudaraan antarperempuan dari berbagai latar belakang dan mempromosikan hak serta kesejahteraan perempuan pengungsi di Indonesia. Anggotanya berasal dari berbagai negara seperti Afghanistan, Kamerun, Eritrea, Iran, Irak, Palestina, Pakistan, Somalia, dan Yaman.

Friday, March 21, 2025

Earth Hour 2025

 Yang terkasih rekan-rekan Sahabat Insan dan para simpatisannya,

Earth Hour 2025 akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 Maret 2025, mulai pukul 20.30 hingga 21.30 waktu setempat.  Pada waktu tersebut, individu, komunitas, dan bisnis di seluruh dunia diajak untuk mematikan lampu dan peralatan elektronik yang tidak esensial selama satu jam sebagai simbol dukungan terhadap upaya penanggulangan perubahan iklim dan pelestarian lingkungan. 

Earth Hour biasanya dilaksanakan pada Sabtu terakhir bulan Maret. Namun, pada tahun 2025, acara ini dijadwalkan pada 22 Maret, bukan 29 Maret.