Wednesday, November 21, 2018

Menggali Inspirasi Dari Kelompok PMI Purna Kroma Nagekeo, Ende

Hari Selasa, 14 Agustus 2018 yang lalu, Sahabat Insan berkunjung ke kelompok binaan Pak Denni bersama dengan BP3TKI. Pak Denni merupakan salah satu teman jaringan Koalisi Peduli Migran NTT yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa di sebuah daerah di Ende. Ia merupakan salah satu anggota jaringan yang sangat peduli dengan nasib PMI yang ada di Malaysia. Ia juga merupakan salah satu promotor yang mengelola Desmigratif yang ada di Ende. Beberapa bulan sebelumnya, Sahabat Insan sempat bertemu dengan Pak Denni di sebuah hotel di Kupang untuk saling berbagi pengalaman tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam membantu korban perdagangan manusia di NTT, yang merupakan daerah dengan korban TPPO yang cukup besar.  Kota Kupang merupakan kota transit bagi para jenazah yang akan dipulangkan ke daerah di NTT dan sekitarnya seperti Malaka, Soe, Ende dan lain sebagainya. Kemudian Sahabat Insan mengadakan kunjungan balasan ke Ende.


Di Ende, Pak Denni memiliki sebuah kelompok binaan yang anggotanya mayoritas kaum lelaki atau bapak-bapak. Kelompok ini dikenal dengan nama Kelompok PMI Purna Kroma (Kelompok Romba Mauara) Nagekeo. Kelompok ini dibentuk sejak 5 Mei 2018, dengan kegiatan utama memproduksi minyak kemiri, abon ikan dan juga minyak kelapa sekaligus mengelola hasil produksi tersebut.  Mereka sudah berkomitmen untuk tetap berproduksi secara konsisten. Kelompok yang terdiri dari 25 orang (8 perempuan dan 17 laki-laki) ini diketuai oleh Bapak Roslin Magnus Meo. Meskipun baru berusia 3 bulan, namun kelompok ini sudah berhasil memasarkan produknya sebanyak 3 kali produksi.


Hingga kini, kelompok ini sudah mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat dan juga pemerintah daerah. Bahkan kelompok ini akan mendapatkan bantuan transportasi berupa mobil pick up untuk mempermudah proses distribusi barang ke luar desa bahkan ke luar daerah.


Untuk saat ini, ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, salah satunya adalah masih belum tersedianya rumah produksi. Menurut Pak Roslin, mereka sudah sepakat untuk menyewa tanah milik seorang warga yang ada di desa tersebut. Namun karena kondisi kesehatan beliau kurang mendukung (sedang opname), maka proses pembangunan rumah produksi menjadi terhambat.

Sebagai bentuk partisipasi dan rasa memiliki dari anggota kelompok, semua anggota sepakat untuk mengumpulkan modal awal sebesar Rp. 100.000 per orangnya. Ada juga beberapa dari antara mereka yang menyumbangkan material bangunan mulai dari semen, pasir, batu bata hingga seng dan kayu. Rencananya, di masa yang akan datang, mereka akan menambah jenis satu jenis produksi lagi, yaitu minyak serai. Guna mewujudkan impian tersebut, mereka akan menyewa lahan kosong untuk ditanami tanaman serai dan diracik menjadi minyak alami yang mujarab kemudian dipasarkan.

Sebagai salah satu pihak yang memoderatori, Pak Denni merasa optimis akan keberlangsungan kelompok ini. Sangat sedikit kelompok yang bersedia bermitmen untuk keberlangsungan kelompoknya. Jika tidak ada komitmen dari anggota, maka sangat sulit untuk melakukan pengembangan ke depannya. Bersyukurlah kelompok ini memiliki semangat yang tinggi untuk tetap melanjutkan kegiatan produksi yang sudah tiga bulan ini mereka lakukan bersama-sama. "Kami akan tetap lanjut agar awet muda, bisa saling curhat, berkisah satu dengan yang lainnya sambil mengerjakan pekerjaan produksi. Awalnya saya merasa sendirian, namun ternyata saat bergabung di kelompok ini, saya sangat termotivasi dan memiliki banyak teman yang mendukung," ujar salah seorang anggota kelompok.

Setelah memaparkan seluruh program kerja dan cara kerja kelompok, Pak Rusli selaku ketua kelompok mempersilakan semua yang hadir di situ untuk santap siang bersama. Pertemuan kemudian ditutup dengan sesi foto bersama. Semoga kelompok ini bisa menjadi kelompok panutan bagi kelompok PMI Purna lainnya untuk terus menerus berkarya di daerahnya sendiri, sehingga sampai suatu saat tidak perlu lagi ada yang meninggalkan tempat asalnya untuk mencari nafkah.



Friday, November 16, 2018

Selamat Dari Jerat Trafiking

Kasus perdagangan orang masih saja terjadi sampai hari ini di Indonesia. Korban tidak hanya menyasar kepada manusia dewasa, tapi juga anak-anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri pada bulan April 2018 yang lalu di web-nya menulis bahwa selama tahun 2018, sudah terdapat 32 kasus perdagangan manusia dan eksploitasi yang dialami oleh anak-anak di bawah umur (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-ada-32-kasus-trafficking-dan-eksploitasi-anak-di-indonesia-pada-awal-2018


http://femalixious.blogspot.com/2016/08/perdagangan-anak-terkait-prostitusi-anak_13.html

Seperti juga kasus yang baru-baru ini ditangani oleh Sr. Laurentina dan timnya. Pada suatu hari, pada saat transit di sebuah bandara, Suster bertemu dengan sekelompok remaja putri dari Timor. Gadis-gadis tersebut terlihat lugu dan kebingungan sehingga mendorong suster untuk mendekati mereka. Karena mereka terlihat lelah, suster kemudian mengajak mereka makan dan minum. Dua dari mereka tersebut kemudian mau untuk terbuka. Kepada suster mereka menceritakan bahwa mereka pergi dari Kupang untuk bekerja. Namun saat suster bertanya di tempat mana mereka akan bekerja, mereka sendiri tidak tahu. Karena dari awal suster sudah curiga bahwa anak-anak ini adalah korban trafiking, suster akhirnya memberikan wejangan panjang lebar kepada mereka agar berhati-hati di sana. Kepada mereka suster juga memberikan nomor HP-nya dan berpesan agar jika terjadi sesuatu, mereka harus menghubungi suster secepatnya.  Suster dan anak-anak tersebut akhirnya berpisah karena beda tujuan.

Benar saja. Pada suatu siang. suster menerima kabar dari mereka bahwa  mereka kabur dari rumah majikannya. Kedua anak tersebut berhasil menghubungi suster melalui telepon selular yang mereka sembunyikan dan menceritakan keadaan mereka di sana, yang baru saja menginjakkan kaki di kota tersebut, dan pada malam harinya langsung dipaksa untuk melayani sebagai seorang pekerja seks. Karena merasa ketakutan, mereka berusaha kabur dari rumah majikannya dan berhasil melarikan diri dengan naik ojek. Mereka masih cukup beruntung karena bapak ojek yang baik hati tersebut mengantarkan mereka ke sebuah tempat yang aman. Untuk sementara waktu mereka dapat berlindung di tempat tersebut.


Usaha penyelamatan tidak begitu saja dengan mudah dilakukan. Karena mereka berdua adalah pendatang, maka mereka tidak mengenali daerah atau alamat tempat mereka bersembunyi, sehingga tim yang akan menjemput kesulitan mencari lokasinya. Mau tidak mau mereka berdua harus keluar dari tempat persembunyiannya dan menanyakannya kepada orang lain. Setelah menunggu selama satu jam dan merasa sedikit aman, mereka memberanikan diri menanyakan lokasi mereka kepada seorang bapak yang mereka temui di tepi jalan. Tim dari Kupang kemudian berkomunikasi dengan bapak tersebut dan walaupun terdengar agak keberatan, bapak itu bersedia untuk menemani kedua nona  tersebut sampai tim penjemput datang. Namun ternyata persoalan tidak berhenti sampai di situ. Setelah mobil penjemput datang, bapak itu tiba-tiba berubah pikiran dan menahan mereka, Ia memaksa untuk melaporkan kedua nona tersebut ke kantor polisi untuk diamankan. Dengan bersusah payah, tim penjemput mencoba meyakinkan bapak tersebut agar melepaskan mereka dan akhirnya bapak itu mengijinkan dengan syarat mereka memberikan uang rokok sebagai tebusan.


Untuk sementara kedua nona tersebut berada di sebuah rumah suatu keluarga yang bersedia menampung mereka, sehingga akhirnya pada suatu hari ada pemerhati migran bekerja sama dengan aparat setempat yang menjemput dan mendampingi mereka untuk kembali ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga tercinta.


Keluarga sendiri mengaku tidak mengetahui bahwa putrinya akan berangkat secara mendadak ke luar kota. Menurut pengakuan ayahnya, putri sulungnya tidak pernah keluar rumah dan sangat jarang berkomunikasi dengan orang luar, Ia sangat heran kenapa putrinya bisa terpengaruh dengan bujukan orang yang baru dikenal dan nekad untuk keluar rumah. Sebelum keberangkatannya, selama satu minggu putrinya selalu pulang malam dengan alasan pergi bermain ke rumah salah satu kakak sepupunya. Orangtuanya tidak curiga karena ia sudah satu tahun terakhir ini menganggur sejak tamat SMA dan jarang keluar rumah. Selama itu, putrinya tidak bekerja dan hanya membantu orang tua mengurus pekerjaan rumah, membantu berladang dan mengikat sayuran hasil panenan untuk dijual di pasar. Namun sungguh mengejutkan ketika malam itu putrinya secara mendadak mengambil tas ranselnya dan berpamitan dengan kedua orangtuanya. Orangtua yang melihat kesungguhan putrinya untuk bekerja melepaskan kepergian sang puteri dengan berat hati. Ia dijemput pada pukul 11.00 WITA. Dua hari kemudian, keluarga mendapatkan kabar tidak mengenakkan bahwa putrinya sudah kabur dari agen yang merekrut. Namun orangtuanya berkata bahwa pihak agen menelpon orangtua di hari yang sama dan mengatakan bahwa putrinya sudah bekerja sebagai perawat di salah satu majikan dengan gaji per bulan sebesar 2,5 juta rupiah. Orangtua yang sudah mengetahui kebohongan agen tersebut hanya berusaha bersikap tidak tahu dengan kondisi yang sebenarnya. Orangtua justru meminta agar agen memberikan telepon kepada putrinya agar bisa berkomunikasi dengan mereka. Mendengar permintaan tersebut, pihak agen segera menutup telepon dan tidak pernah bisa dihubungi. Orangtua yang merasa sangat sedih berharap agar putrinya bisa kembali dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu apapun. Mereka sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang bisa memperjuangkan pemulangan putri sulung dari tujuh bersaudara ini ke tengah-tengah keluarga. 


Ada sebuah cerita lagi yang menimpa seorang gadis bernama Murni (bukan nama sebenarnya). Ia masih duduk di bangku kelas 3 SMA ketika tergiur oleh bujukan calo yang menawarkan pekerjaan yang bagus di Jakarta tanpa harus menyertakan persyaratan apapun. Apalagi pada saat itu korban merasa kesal dengan teguran opa dan omanya ketika ia pulang terlalu larut malam dari sebuah acara dengan teman-temannya. Oleh karena itu, malam berikutnya ia segera pergi ke rumah temannya untuk mengungsi tidur. Ternyata keesokan harinya, ia dan temannya tersebut menghilang dari desanya. Keduanya sudah menyusun rencana untuk lari dari rumah untuk mengikuti bujukan calo yang sama sekali tidak mereka kenal. 

Singkat cerita, mereka berdua ternyata dibawa ke negeri orang dan dipekerjakan sebagai PSK selama dua hari. Dalam kurun waktu 2 hari itu, ia yang awalnya masih perawan dipaksa melayani 10 orang pria hidung belang. Ia mengaku mendapatkan kekerasan saat melakukan pekerjaan tersebut. Pada hari kedua, dengan susah payah berjalan ia berusaha mengakhiri penderitaannya dan segera kabur dari tempatnya bekerja. Malam itu, saat seorang pria hidung belang sedang berada di toilet kamarnya, dengan sigap ia segera mengambil kunci kamar dan perlahan-lahan keluar kamar. Dengan langkah pelan tapi pasti, ia melangkah keluar dan menuruni tangga, Ia melihat lampu diskotik menyala kelap kelip dan banyak wanita serta pria yang sedang menari menikmati malam. Sambil berusaha untuk tetap tenang, ia mulai menuruni anak tangga. Kemudian ketika ia berhasil keluar dari diskotik itu, ia dan temannya yang sama-sama berhasil lolos segera meminta pertolongan kepada orang yang ditemui di jalan untuk mengantarkan mereka ke kantor polisi terdekat.

Bersama dengan polisi, mereka kembali ke diskotik tersebut. Namun sangat disayangkan, lokasi seketika sudah bersih dari kerumunan orang-orang. Tidak ada satu pun yang tersisa kecuali pria hidung belang yang terkunci di kamar. Murni segera memberikan kunci kamar tersebut kepada polisi, dan akhirnya pria tersebut dibawa dan ditahan di kantor polisi. Murni dan temannya pun ikut ditahan di sana, karena mereka berdua tidak memiliki dokumen apapun. 

Murni dan temannya kemudian mengikuti proses persidangan dan dikenakan masa kurungan selama satu bulan, sementara pria hidung belang yang tertangkap juga harus menjalani masa tahanan karena melakukan tindakan asusila pada anak di bawah umur. Murni menjalani proses karantina di penjara selama  kurang lebih satu bulan, dan kemudian ia ditebus oleh majikannya lalu dibawa ke sebuah kota di Indonesia. Ketika di kota itulah, ia berhasil kabur dari rumah majikan dan diselamatkan oleh satu keluarga. Umat tersebut segera menginformasikan kejadian itu kepada salah satu Pastor yang memang menangani masalah migran. Pastor tersebut kemudian datang menyelamatkannya hingga akhirnya memulangkannya ke Kupang dan diserahkan kembali kepada keluarga.