Friday, November 16, 2018

Selamat Dari Jerat Trafiking

Kasus perdagangan orang masih saja terjadi sampai hari ini di Indonesia. Korban tidak hanya menyasar kepada manusia dewasa, tapi juga anak-anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri pada bulan April 2018 yang lalu di web-nya menulis bahwa selama tahun 2018, sudah terdapat 32 kasus perdagangan manusia dan eksploitasi yang dialami oleh anak-anak di bawah umur (http://www.kpai.go.id/berita/kpai-ada-32-kasus-trafficking-dan-eksploitasi-anak-di-indonesia-pada-awal-2018


http://femalixious.blogspot.com/2016/08/perdagangan-anak-terkait-prostitusi-anak_13.html

Seperti juga kasus yang baru-baru ini ditangani oleh Sr. Laurentina dan timnya. Pada suatu hari, pada saat transit di sebuah bandara, Suster bertemu dengan sekelompok remaja putri dari Timor. Gadis-gadis tersebut terlihat lugu dan kebingungan sehingga mendorong suster untuk mendekati mereka. Karena mereka terlihat lelah, suster kemudian mengajak mereka makan dan minum. Dua dari mereka tersebut kemudian mau untuk terbuka. Kepada suster mereka menceritakan bahwa mereka pergi dari Kupang untuk bekerja. Namun saat suster bertanya di tempat mana mereka akan bekerja, mereka sendiri tidak tahu. Karena dari awal suster sudah curiga bahwa anak-anak ini adalah korban trafiking, suster akhirnya memberikan wejangan panjang lebar kepada mereka agar berhati-hati di sana. Kepada mereka suster juga memberikan nomor HP-nya dan berpesan agar jika terjadi sesuatu, mereka harus menghubungi suster secepatnya.  Suster dan anak-anak tersebut akhirnya berpisah karena beda tujuan.

Benar saja. Pada suatu siang. suster menerima kabar dari mereka bahwa  mereka kabur dari rumah majikannya. Kedua anak tersebut berhasil menghubungi suster melalui telepon selular yang mereka sembunyikan dan menceritakan keadaan mereka di sana, yang baru saja menginjakkan kaki di kota tersebut, dan pada malam harinya langsung dipaksa untuk melayani sebagai seorang pekerja seks. Karena merasa ketakutan, mereka berusaha kabur dari rumah majikannya dan berhasil melarikan diri dengan naik ojek. Mereka masih cukup beruntung karena bapak ojek yang baik hati tersebut mengantarkan mereka ke sebuah tempat yang aman. Untuk sementara waktu mereka dapat berlindung di tempat tersebut.


Usaha penyelamatan tidak begitu saja dengan mudah dilakukan. Karena mereka berdua adalah pendatang, maka mereka tidak mengenali daerah atau alamat tempat mereka bersembunyi, sehingga tim yang akan menjemput kesulitan mencari lokasinya. Mau tidak mau mereka berdua harus keluar dari tempat persembunyiannya dan menanyakannya kepada orang lain. Setelah menunggu selama satu jam dan merasa sedikit aman, mereka memberanikan diri menanyakan lokasi mereka kepada seorang bapak yang mereka temui di tepi jalan. Tim dari Kupang kemudian berkomunikasi dengan bapak tersebut dan walaupun terdengar agak keberatan, bapak itu bersedia untuk menemani kedua nona  tersebut sampai tim penjemput datang. Namun ternyata persoalan tidak berhenti sampai di situ. Setelah mobil penjemput datang, bapak itu tiba-tiba berubah pikiran dan menahan mereka, Ia memaksa untuk melaporkan kedua nona tersebut ke kantor polisi untuk diamankan. Dengan bersusah payah, tim penjemput mencoba meyakinkan bapak tersebut agar melepaskan mereka dan akhirnya bapak itu mengijinkan dengan syarat mereka memberikan uang rokok sebagai tebusan.


Untuk sementara kedua nona tersebut berada di sebuah rumah suatu keluarga yang bersedia menampung mereka, sehingga akhirnya pada suatu hari ada pemerhati migran bekerja sama dengan aparat setempat yang menjemput dan mendampingi mereka untuk kembali ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga tercinta.


Keluarga sendiri mengaku tidak mengetahui bahwa putrinya akan berangkat secara mendadak ke luar kota. Menurut pengakuan ayahnya, putri sulungnya tidak pernah keluar rumah dan sangat jarang berkomunikasi dengan orang luar, Ia sangat heran kenapa putrinya bisa terpengaruh dengan bujukan orang yang baru dikenal dan nekad untuk keluar rumah. Sebelum keberangkatannya, selama satu minggu putrinya selalu pulang malam dengan alasan pergi bermain ke rumah salah satu kakak sepupunya. Orangtuanya tidak curiga karena ia sudah satu tahun terakhir ini menganggur sejak tamat SMA dan jarang keluar rumah. Selama itu, putrinya tidak bekerja dan hanya membantu orang tua mengurus pekerjaan rumah, membantu berladang dan mengikat sayuran hasil panenan untuk dijual di pasar. Namun sungguh mengejutkan ketika malam itu putrinya secara mendadak mengambil tas ranselnya dan berpamitan dengan kedua orangtuanya. Orangtua yang melihat kesungguhan putrinya untuk bekerja melepaskan kepergian sang puteri dengan berat hati. Ia dijemput pada pukul 11.00 WITA. Dua hari kemudian, keluarga mendapatkan kabar tidak mengenakkan bahwa putrinya sudah kabur dari agen yang merekrut. Namun orangtuanya berkata bahwa pihak agen menelpon orangtua di hari yang sama dan mengatakan bahwa putrinya sudah bekerja sebagai perawat di salah satu majikan dengan gaji per bulan sebesar 2,5 juta rupiah. Orangtua yang sudah mengetahui kebohongan agen tersebut hanya berusaha bersikap tidak tahu dengan kondisi yang sebenarnya. Orangtua justru meminta agar agen memberikan telepon kepada putrinya agar bisa berkomunikasi dengan mereka. Mendengar permintaan tersebut, pihak agen segera menutup telepon dan tidak pernah bisa dihubungi. Orangtua yang merasa sangat sedih berharap agar putrinya bisa kembali dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu apapun. Mereka sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang bisa memperjuangkan pemulangan putri sulung dari tujuh bersaudara ini ke tengah-tengah keluarga. 


Ada sebuah cerita lagi yang menimpa seorang gadis bernama Murni (bukan nama sebenarnya). Ia masih duduk di bangku kelas 3 SMA ketika tergiur oleh bujukan calo yang menawarkan pekerjaan yang bagus di Jakarta tanpa harus menyertakan persyaratan apapun. Apalagi pada saat itu korban merasa kesal dengan teguran opa dan omanya ketika ia pulang terlalu larut malam dari sebuah acara dengan teman-temannya. Oleh karena itu, malam berikutnya ia segera pergi ke rumah temannya untuk mengungsi tidur. Ternyata keesokan harinya, ia dan temannya tersebut menghilang dari desanya. Keduanya sudah menyusun rencana untuk lari dari rumah untuk mengikuti bujukan calo yang sama sekali tidak mereka kenal. 

Singkat cerita, mereka berdua ternyata dibawa ke negeri orang dan dipekerjakan sebagai PSK selama dua hari. Dalam kurun waktu 2 hari itu, ia yang awalnya masih perawan dipaksa melayani 10 orang pria hidung belang. Ia mengaku mendapatkan kekerasan saat melakukan pekerjaan tersebut. Pada hari kedua, dengan susah payah berjalan ia berusaha mengakhiri penderitaannya dan segera kabur dari tempatnya bekerja. Malam itu, saat seorang pria hidung belang sedang berada di toilet kamarnya, dengan sigap ia segera mengambil kunci kamar dan perlahan-lahan keluar kamar. Dengan langkah pelan tapi pasti, ia melangkah keluar dan menuruni tangga, Ia melihat lampu diskotik menyala kelap kelip dan banyak wanita serta pria yang sedang menari menikmati malam. Sambil berusaha untuk tetap tenang, ia mulai menuruni anak tangga. Kemudian ketika ia berhasil keluar dari diskotik itu, ia dan temannya yang sama-sama berhasil lolos segera meminta pertolongan kepada orang yang ditemui di jalan untuk mengantarkan mereka ke kantor polisi terdekat.

Bersama dengan polisi, mereka kembali ke diskotik tersebut. Namun sangat disayangkan, lokasi seketika sudah bersih dari kerumunan orang-orang. Tidak ada satu pun yang tersisa kecuali pria hidung belang yang terkunci di kamar. Murni segera memberikan kunci kamar tersebut kepada polisi, dan akhirnya pria tersebut dibawa dan ditahan di kantor polisi. Murni dan temannya pun ikut ditahan di sana, karena mereka berdua tidak memiliki dokumen apapun. 

Murni dan temannya kemudian mengikuti proses persidangan dan dikenakan masa kurungan selama satu bulan, sementara pria hidung belang yang tertangkap juga harus menjalani masa tahanan karena melakukan tindakan asusila pada anak di bawah umur. Murni menjalani proses karantina di penjara selama  kurang lebih satu bulan, dan kemudian ia ditebus oleh majikannya lalu dibawa ke sebuah kota di Indonesia. Ketika di kota itulah, ia berhasil kabur dari rumah majikan dan diselamatkan oleh satu keluarga. Umat tersebut segera menginformasikan kejadian itu kepada salah satu Pastor yang memang menangani masalah migran. Pastor tersebut kemudian datang menyelamatkannya hingga akhirnya memulangkannya ke Kupang dan diserahkan kembali kepada keluarga.