Tuesday, May 29, 2018

JCAP Migration Network Meeting 2018

Jesuit Conference Asia Pacific, April 17-21
Bertempat di Atheneo de Manila dan Cagayan de Oro, Mindanau.

Jesuit Conference Asia Pacific 2018 (JCAP 2018) adalah pertemuan tahunan yang telah dimulai tahun 2014 di Jakarta. Forum ini merupakan program atas keputusan Konferensi Jesuit Asia Pacific 2010 yang memutuskan mengambil isu/kasus imigrasi sebagai prioritas bersama dalam tindakan sosial.

Pada JCAP2018 masing-masing organisasi memaparkan kemajuan atau informasi terkini, program atau project yang sedang dilakukan terkait dengan empat dimensi yang disampaikan Bapa Suci (welcome, protect, promote, integrate) dan rencana kerja yang lebih baik dan efektif  untuk kolaborasi dan jaringan kerja.

Hadir pada JCAP 2018:
1.    Tokyo Migration Desk: Fr. Ando, SJ; Ms. Jessie
2.    Yiutsari Korea
3.    Rerum Novarum Taiwan: Ms. Jialing, Ms. Caroline See
4.    JRS Cambodia: Sr. Denise
5.    Vietnam
6.    Filipina: Fr. Pat, SJ.
7.    Sahabat Insan, Indonesia: Ms. Rufina Astuti Sitanggang, Ms. Antoinette Ludi
8.    JRS Asia Pacific: Fr. Bambang Sipayung, SJ
9.    Observers: Br. Joseph Zaw Goan, Br. Albert Kim


Welcoming remark disampaikan oleh Fr. Antonio (Tony) Moreno, SJ, the President of JCAP melalui video karena Beliau saat itu sedang berada di Colombia. Pesan yang disampaikan adalah migran dan pengungsi (the migrants dan displaced persons) satu hal yang harus mendapat perhatian yang dalam; Hal itu merupakan 1 dari 5 butir keprihatinan yang disampaikan oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II pada the 5th World Congress for Pastoral Care of Migrants and Refugess (2003).

4.    It is precisely in society and in culture that we must show respect for the dignity of man, of the migrant and of the refugee. In this regard, I once again urge States to adhere to the International Convention for the Protection of the Rights of Migrant Workers and their Families which took effect on 1 July 2003. Similarly, I appeal to States to respect the International Treaties concerning refugees. Such protection of human persons must be guaranteed in every civil society and espoused by all Christians.

Update: Migration Section of Vatican’s Dicastery
Fr. IJ Chan-Gonzaga, SJ
Lihat lampiran.

1. Tokyo Migration Desk
Fr. Ando Isamu, Ms. Jessie Tayama

Fakta:
1.        Perkawinan bertujuan untuk mendapatkan visa.  Sesudah 1 atau 2 tahun kemudian bercerai.
Banyak kasus dengan illegal broker
2.        Jepang masih cukup menarik bagi para pekerja migran. Jepang memerlukan orang muda setiap tahunnya; sekitar 200.000 orang per tahun. Sementara di Vietnam (terutama di rural area), mereka tidak dapat pekerjaan.
3.        Banyak orangtua Vietnam merasa bangga anaknya bekerja di Jepang dan tidak menginginkan anaknya kembali.
4.        Banyak Vietnamese merasa optimis bekerja di Jepang untuk mendapatkan gaji yang baik untuk membayar utang mereka. Kenyataan dari wawancara yang dilakukan, hal itu tidak selalu terjadi. Sekitar 1/3 bagian populasi migran (Vietnam) tidak menyadari bahwa bekerja di Jepang berrisiko tinggi untuk mendapatkan upah yang baik.
5.        Para calon pekerja diminta belajar bahasa Jepang 3-4 minggu
6.        Jalur orang muda Vietnam untuk memperoleh pekerjaan di Jepang adalah melalui training. Lebih dari 240.000 Vietnamese bekerja di Jepang dengan status “trainee” dan mendapatkan  upah murah. Pertumbuhan Vietnamese di Jepang cukup menyolok sehingga Jepang melakukan investasi official development assistance di Vietnam.

Tentang training.
Center yang disebut sebagai Japanese language schools menyiapkan mereka yang akan ke Jepang. Kursus selama 3 -5 bulan. Pendirinya pernah belajar dan akhirnya  bekerja di Jepang selama 3 tahun di Japanese schools di Tokyo. Dia kembali ke Vietnam dan membangun sekolah/kursus tersebut.  Para pengajar adalah orang Vietnam yang pernah bekerja di Jepang.
Prakarsa training dilakukan oleh Keuskupan di Vietnam. Bahkan ada fasilitas pinjaman dana dari Keuskupan untuk pekerja/trainees.

Pelayanan:
1.        Legal consultation: visa, status formal, perkawinan international. Perceraian, masalah keluarga, employment, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, pengadilan dan hal terkait foreigners.
2.        Pendampingan migrants ke rumah sakit, sekolah, pengadilan; mengunjungi “ruma: migrants, mengajak makan.
3.        Melakukan riset terhadap 10 migran dari Vietnam terkait sistem broker.

Tantangan:
Masalah terkait program training.
Meskipun tujuannya adalah membantu negara yang sedang berkembang, pada kenyataannya tidak demikian. Training digunakan mereka unskilled labor diberi upah murah untuk perusahaan Jepang. Banyak perusahaan atau organisasi Jepang melakukan ketidak-adilan seperti upah yang tidak dibayarkan, labor law, kekerasan.
Contoh: tenaga kerja magang dapat bekerja 100 jam per bulan. Adanya pekerja migran dengan upah murah tentu tidak menyenangkan orang Jepang yang memerlukan pekerjaan. Maka tidak heran apabila saat orang jepang menjumpai pekerja migran dan menemukan satu alasan tepat, dia akan melaporkan pekerja migran tersebut.

Kebijakan Baru
1.        Fast trackpermanent residency rule (4 Januari 2018)
Skilled-non Japanese hanya memerlukan satu tahun untuk mendapatkan permanent residency (sebelumnya dipersyaratkan 5 tahun).
2.        Membatasi pencari suaka untuk bekerja (12 Januari 2018).
3.        Preferential Visa system sampai ke generasi keempat.

2. Yiutsari Korea

Kategori migran
1.    Pekerja migran
2.    Foreign spouses
3.    Refugess dari negara lain
4.    Mereka yang datang dari Korea Utara (tidak dianggap pengungsi)

Fakta:
Yang paling rentan adalah pekerja migran pada sekotor pertanian dan perikanan karena tidak ada proteksi secara hukum pada EPS (employment permit system).

Pelayanan:
Pada sektor pekerja migran dan foreign spouses:
1.    Labor Counseling
2.    Shelter
3.    Education:
(1)  For migrant workers
(2)  For children of foreign spouses
(3)  For foreign spouses

Beberapa project yang sedang berjalan antara lain mewawancarai para migran (female migrants), menerbitkan buku, medical care: bekerja sama dengan medical team satu rumah sakit (university hospital). Membangun relasi antara Korean dan ethnic Korean community.

Tantangan:
Orang Korea tidak senang atas kehadiran pekerja migran. Karena itu menjadi perhatian utama juga menumbuhkan awareness untuk menggugah penerimaan masyarakat untuk kehadiran migran.

Banyak dihubungi oleh migrant workers terutama Cambodia, Vietnam dan Filipina juga masyarakat dan Gereja setempat. Akan tetapi belum dapat menanggapi sepenuhnya. Memerlukan lebih banyak Jesuit untuk memperhatikan migration dan networking.
Menjawab tantangan itu, Yuitsari masih mencari peluang untuk kolaborasi dengan kerasulan intelektual melalui Sogang University dan juga bekerja sama dengan Fr. Denis Kim melalui kelas internasional terkait migration mahasiswa Jepang dan Korea.

3. Myanmar
Joseph Zaw Goan
Menyertai Fr. Paul Zau Lat, seorang pastor diosesan Kachin State,  pada visit pastoral ke Kachin, Malaysia Desember 2017.

Di antara kunjungan utama ke komunitas katolik berbagai area di Kuala Lumpur, sempat menemui migrant workers dan refugees Myanmar di Malaysia (dan Thailand).

Fakta:
1.        Tinggal di low-cost apartments atau rumah. Tidak ada privacy, personal space karena dua atau 3 keluarga hidup bersama pada satu apartement atau rumah.
2.        Banyak migrant workers datang ke Malaysia berpikir bahwa mereka datang secara sah (legally). Kenyataannya: mereka datang tanpa dokumen, sehingga banyak yang mengalami ditahan.
3.        Banyak refugees memiliki UN cards, akan tetapi ini tidak menjamin mereka aman. Sering terjadi mereka bisa ditangkap juga.
4.        Tidak ada bedanya refugee dan undocumented migrants. Setiap kali mereka tertangkap polisi, mereka harus membayar, atau bisa dideportasi. Bahkan mereka bisa ditangkap saat mereka berobat di rumah sakit. Ada juga yang ditangkap sesaat sesudah melahirkan, tanpa mempedulikan kesehatan ibu dan bayi pasca melahirkan. Di dalam tahanan, bisa terjadi kekerasan seksual.
5.        Mereka juga sasaran perampok.
6.        Hidup mereka tidak aman (not secure), tidak dilindungi social security system dan hidup dalam ketakutan.
7.        Tidak memiliki akses untuk medical care dan pendidikan.
8.        Pendidikan tergantung pada refugees schools yang dikelola oleh refugee communities di bawah UNHCR (sejak 2016, sudah tidak ada dukungan dana dari UNHCR untuk guru-guru sekolah tersebut).
9.        Banyak yang depresi dan bunuh diri (ada 10 kasus pada 2015-2016).
10.    Tidak ada akses untuk legal employement.
11.    Sulit untuk mendapatkan lahan makam atau tempat abu.
12.    Tidak ada pelayanan pastoral akan tetapi mereka bisa bersama beriadah dan saling menguatkan iman.

Harapan para refugee:
1.        Mereka menunggu kesempatan diterima oleh satu negara yang aman.
2.        Ingin melanjutkan sekolah.
3.        Menginginkan masa depan anak-anak mereka lebih baik.
4.        Berharap ada organisasi melakukan advocacy program resttlement bagi refugees di Malaysia.

Harapan Joseph Z. Goan: JCAP migration networks memberi perhatian pada Kachin refugees dan migrant workers di Malaysia.

4. Cambodia
Sr. Denise
Bekerja melalui dua centers: Phnom Penh Welcome Center dan Mindol Metta Karuna Siem Reap.

Fakta:
1.        Cambodia memiliki 1,5 juta migran workers di Thailand (kebanyakan undocumented), di Malaysia, Korea, Hong Kong, dan Taiwan.
2.        Di Cambodia ada 70 ribu keturunan Vietnamese yang sudah bertahun-tahun hidup di Cambodia yang kedatangannya saat itu akibat masalah politik. Selain itu masih ada lagi sekitar 500 ribu Vietnamese workers. Selain itu ada Chinese dan Filipino serta masih ada nationalities lain yang bekerja di Cambodia di bawah NGO, missionaries atau bekerja mandiri (self employed).
3.        Migration menambah income, akan tetapi juga mengakibatkan banyak anak terlantar. Banyak orang Vietnam yang tak punya warga negara (stateless) dan anak-anaknya tidak dapat bersekolah.
4.        Informasi mengenai legal document tersedia akan tetapi mahal.
5.        Tak ada dokumentasi yang mencatat bahwa legal migration lebih aman daripada mereka yang datang dengan cara illegal.

Pelayanan:
Pendampingan refugee dan pencari suaka, memberikan pelayanan cultural orientation, education, problem solving. Memberi pendampingan dan advocacy pengurusan dokumen. Melakukan survey terhadap anak terlantar dan mengusahakan, meyakinkan adanya akses pendidikan bagi anak-anak terlantar.

Tantangan:
Akses pendidikan bagi anak-anak Cambodia sendiri masih sangat kurang. Karena itu, memberi perhatian dan mengusahakan pendidikan bagi anak-anak terlantar (migran) menghadapi kesulitan besar.

5. Rerum Novarum Center, Taiwan
Ms. Jialing, Ms. Caroline See

Pelayanan:

Tujuan pelayanan,
1.        Kepedulian pada pekerja, keadilan, menjaga mata pencarian dan hak para disadvantage workers dan keluarganya.
2.        Memberi pelayanan langsung untuk bantuan hukum dan hal terkait pekerjaan serta kesejahteraan sosial.
3.        Memberi training dan dukungan kepada mereka yang berada pada keadaan sulit. Training dilakukan dengan kerja sama (bahkan bertempat) di sekolah Jesuit. Tidak dipungut biaya untuk training.
4.        Advocacy untuk hak dan social concern terkait hal rentan pada ketenagakerjaan, perlindungan atas rusaknya hak para pekerja.

Yang diutamakan,
1.    Shelter untuk migran workers dan hak serta benefit.
1.1. female migrant workers di Taipei
1.2. Hak para migrant workers: training
2.    Social Action
2.1     Menyuarakan the weak and disadvantage groups melalui press conference atau partisipasi pada public hearings.
2.2     Partisipasi pada jaringan strategik: mencari akar permasalahan dan usaha perbaikan, hak-hak para pekerja dan amandement (reform of legislation).
3        Melakukan rekrutmen volunteer dan menyiapkan mereka melalui taining agar mereka memahami situasi yang terjadi pada migran workers di Taiwan dan menghargai hak azasi manusia serta hak para pekerja. Rekrutmen ini memungkinkan keterlibatan kaum muda untuk berpartisipasi pada pelayanan dan pemahaman mengenai pekerja migran.

Rencana program baru: Pelayanan hak-hak nelayan.

6. The Ateneo Leadership amd Social Entrepreneurship (Ateneo LSE)
Ms. Tina Liamzon, Mr. Edgar Valenzuela

Fakta:
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Tina Liamzon pada 2005 mengenai “Situation of Filipino Migrant Youth in Rome”:
1.    Pertumbuhan pesat orang muda Filipino melalui family reunification dan kelahiran.
2.    Muncul masalah dropping out dari sekolah, kurangnya visi dan ambisi.

Pelayanan:
1        Program for Overseas Filipinos and their Families.
2        Program ini digagas oleh the Association Pilipinas OFSPS (non profit orgz in Italy) bersama Ateneo School of Government, The Philippines Government agencies.
3        Pada awalnya program ditujukan untuk orang muda, akhirnya siapa pun Filipino (migran workers) dapat mengikutinya. Tak ada batasan usia. Diutamakan mereka yang bekerja pada 3D (dirty, demeaning and diddicult/dangerous).

Tujuan program:
1.        Capacity building bagi OFWs dan keluarga (leadership, financial, literacy, social entrepreneurship skills).
2.        Melatih peserta untuk mampu menjadi leaders dan mempunyai inisiatif (social enterprise) memperbaiki situasi dirinya, keluarga dan komunitas.
3.        Memberikan mentoring dan dukungan lain untuk memberdayakan kemampuan peserta dan mengembangkan social enterprise.
Diharapkan para OFWs mampu memiliki kemampuan mengelola keuangan dan dengan demikian dapat membatasi lama waktu bekerja sebagai OFWs.

7. Sahabat Insan, Indonesia
Ms. R. Astuti Sitanggang, Ms. Antoinette W. Ludi

Sahabat Insan bekerja dengan tiga orang; dan didukung oleh para relawan.
Sesuai namanya, aktivitas Sahabat Insan tidak fokus kepada satu kelompok politik atau kelompok agama tertentu. SI dilandasi sengat Ignatian dan mengambil Bapa Suci Francis pada Evangeli Gaudium 53: Perintah “Jangan Membunuh” menetapkan batasan jelas demi menjaga nilai hidup manusia. Ketidaksetaraan, mereka yang tersisihkan, mereka yang terbuang. Dalam kasus Indonesia, yang terbuang adalah para pekerja migran terutama mereka yang gagal bekerja di luar negeri, dan bahkan dikembalikan sebagai mayat.

Fakta:
Jumlah korban migrasi semakin bertambah.

Pelayanan:
1.        Pelayanan kepada para korban disampaikan menggunakan jaringan yang ada (assist the helpers). Kecuali benar-benar diperlukan.
2.        Memberikan suara kepada mereka yang berjuang untuk hak-hak dasar.
3.        Mempelajari hukum dan peraturan tentang migrasi
4.        Mengawasi praktik keadilan di lapangan:  mendukung/mendorong yang baik, mencela yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Tujuan:
1.        Momen penderitaan tidak berlalu begitu saja.
2.        Ada orang muda yang melihat dan memahami masalah kemanusiaan di negeri ini, negerinya.
3.        Memiliki informasi akurat dan dapat memberikannya kepada donor.

Aktivitas baru:
Menempatkan satu relawan, Arta Purba, di Kupang untuk bekerja dengan tim Sr. Florentina PI. Divine Providene Institution Sisters di Kupang selama ini telah  melayani dan mempersiapkan tenaga kerja yang akan berangkat: memberi pemahaman dan wawasan tentang migran; meengikuti proses pemulangan tenaga kerja korban trafficking, pemulangan jenasah hingga diterima keluarga.
Kehadiran Arta di sana, memungkinkan ia mengirimkan informasi terkini situasi yang ada: menyampaikan kepada dunia terkait penderitaan dan ketidakadilan yang terjadi di sana melalui media publik.

8. JRS Asia Pacific
Fr. Bambang Sipayung, SJ
Lihat lampiran.

Field Visit: Marawi, 19 April 2018
1.    West Pantar Tent Area: mengunjungi para pengungsi di tempat penampungan sementara.
2.    Evacuation Center
Tempat ini lebih baik dari West Pantar dan areanya lebih luas. Bangunan semi permanen, bisa digunakan sampai sekitar 5 tahun. Kami bertemu para pengungsi dan berinteraksi dengan mereka, termasuk anak-anak. Pesan yang disampaikan kepada mereka adalah bahwa mereka tidak sendiri. Mereka mendapat dukungan dari berbagai bangsa, pun berbeda agama.  Anak-anak tetap bergembira dengan situasi yang ada, mereka menyanyi:  “universal love... peace”.
3.    Resettlement community (Xavier University project).
Xavier University ikut berperan pada resetllement comunity (pendampingan dan pembangunan rumah). Rumah dibangun dengan cepat. Luasnya 24meter persegi. Dalam kurun 2 bulan akan siap diserahkan (pada bulan Mei ini) sebagian besar (lebih dari separuh target). Sisanya masih negosiasi lahan.
Direncanakan kami juga berkunjung ke Ground Zero di Marawi, akan tetapi dibatalkan karena ijin tidak diberikan. Pada hari itu, 19 April 2018, Pemerintah Filipina memberi ijin penduduk Marawi mengunjungi reruntuhan rumah  untuk pertama kalinya sejak pertempuran pasukan Filipina melawan kelompok radikal di kota itu, Mei 2017.

Pengayaan:
1.   Counseling for Migrants
      Fr. Nilo Tanalega, SJ
2.   Understanding Stress
      Fr. Roger Champoux, SJ

Action Plan
JCAP migration network bertujuan untuk mempromosikan dan memberikan tanggapan Komunitas terkait migrants pada level global. Bersama jaringan migration lain memberi perhatian dan kepedulian kepada hak asasi para pekerja migran, melalui advocacy dan pendampingan sosial (dan pastoral), pendidikan, riset dan training.  Juga menghadapi penyebab struktural migration dan displacement. Serta meningkatkan awarenes masyarakat Asia Pacific terhadap migration dan displacement serta perubahan sosial yang terjadi. 
JCAP migration network AP akan  memperkuat jaringannya dengan cara mendukung project masing-masing organisasi,  memperbaiki sistem agar dinamika jaringan ini lebih dinamik, lebih efektif.

Selain Pertemuan Tahunan, dibentuk forum komunikasi (teknis) yaitu WA Group.

Critical Review:
1.        Belum tampak jaringan kerja sama antar organisasi. Masing-masing masih fokus pada program kerjanya.
2.        Selama JCAP migration network meeting, fokus diskusi adalah migran workers. Refugees dibahas pada jaringan tersendiri (khusus refugees).
3.        Filipina memperlengkapi migrant workers dengan Leadership Social Entrepreneurship (LSE). Program ini mempersiapkan para trainees menjadi leader yang kuat dan dapat menjalankan usahanya sendiri untuk mengubah dan memperbaiki hidupnya serta keluarganya.
4.        Ada kesadaran para migran workers (dan keluarganya) ndari Filipina untuk mengikuti training itu. Mereka mau membayar.
5.        Rerum Novarum Center juga menyelenggarakan training, akan tetapi lebih kepada hal teknis dan semua pengetahuan mengenai ketenagakerjaan. Training telah dilakukan sejak tahun 1985.
6.        Menarik disimak, Rerum Novarum Center mendapat kepercayaan Pemerintah Kota Taipei (sejak 2002) untuk mengurus dan mengoperasikan shelter untuk pekerja perempuan.
7.        Penyelenggaraan pertemuan secara umum baik. Semua peserta mendapatkan materi (paper para peserta) dalam bentuk flash disc. Tetapi, tidak ada catatan tentang perkembangan dalam diskusi selama pertemuan berlangsung dalam bentuk notulen.


Catatan: Program Breakdown JCAP Migration Network

Program - Network:
1.        Memperluas jaringan dengan organisasi Katolik yang mempunyai kepedulian sama dengan menggunakan koneksi Jesuit.
-   Southeast Asia Major Superiors (SEAM)
-   JRS AP
-   Koordinator Regional untuk Asia (Vatican Dicastery for the Promotion of Integral Human -  Development).
-   Caritas
-   Beberapa contact person lain: Sr. Janthana RGS, Fr. Ray SX (Thailand).
2.   Staff
      Staff exchange untuk mempelajari berbagai hal mengenai migrasi
      Mengikuti seminar dan pelatihan
3.    Pertemuan Tahunan

Program - Advocacy:
1.        Advocacy initiatives di berbagai masalah
·       Asean Economic Community
·       SDGs
·       Tokyo Olympic 2020
·       Anti trafficking campaign
2.        Riset dan publikasi
3.        Membuat pernyataan publik atas satu masalah migrasi. Untuk masalah besar, hal ini harus dilakukan bersama JRS.
4.        Berusaha bergabung dengan UN Global Compact on Migration and Refugees.

Program - Awareness:
Berusaha membuat semakin banyak orang mengetahui dan peduli atas masalah migran terutama berbagai hal yang rentan terkait migran.

Hal ini dilakukan melalui program:
1.    Kolaborasi dengan AJCU-AP
2.    Menyelenggarakan joint conference dengan AJCU-AP
3.    Melalui Facebook Page


Jakarta, 15 Mei 2018
Antoinette Wiranadewi Ludi