Saturday, March 28, 2009

Pelayanan Kesehatan untuk Korban Lapindo

Start:     Mar 21, '09 10:00a
Location:     YLBHI, Jakarta

Bantuan untuk Korban Lapindo (Maret 2009)

Pada bulan Maret 2009,  PKR KWI membantu sekitar 400 korban Lapindo yang datang ke Jakarta untuk mencari keadilan atas tanah dan rumah mereka yang hilang akibat pengeboran lumpur.  Mereka adalah para Korban Lumpur Lapindo yang datang dari empat desa di Sidoardjo. Diantaranya Desa Siring, Porong, Tanggulangin dan Renokenongo. Para korban ini datang ke Jakarta dengan modal nekat, karena sudah tidak tahan dengan penguluran waktu yag terus menerus dari Lapindo. Mereka datang dengan kereta ekonomi Surabaya - Jakarta, terdiri atas pria dewasa, wanita, lansia dan anak-anak.

Selama di Jakarta, para korban ditampung di tiga tempat, yaitu kantor YLBHI, KontraS dan Komnas HAM.  Namun, karena mereka sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak selama di Jakarta, maka Sdr Paring Waluyo selaku koordinator korban mengajukan bantuan kepada beberapa lembaga sosial. Diantaranya adalah PKR KWI.

Melihat perjuangan mereka yang tak kenal lelah, akhirnya PKR KWI menyetujui permohonan yang diajukan.  Bantuan yang diberikan oleh PKR KWI kepada korban Lapindo ini adalah:

1. Bantuan logistik, memberikan nasi bungkus untuk makan siang/malam para korban sebanyak lima kali.

2. Bersama Perdhaki dan tim relawan BRK, memberikan pelayanan kesehatan untuk menjaga kondisi para korban tetap prima selama berjuang di Jakarta. Pelayanan Kesehatan meliputi pendataan, pemeriksaan tekanan darah, konsultasi kesehatan dan pemberian obat.

3. Membiayai perawatan Ibu Supiati, korban yang kondisinya melemah setelah beberapa hari di Jakarta. Ibu Supiati akhirnya dirawat di RS Sint Carolus sampai sembuh.

Selain itu, PKR KWI juga membantu korban dengan menghimpun pertolongan dari lembaga-lembaga sosial lainnya, diantaranya Yayasan Asti Dharma, yang juga memberikan bantuan makanan untuk para korban.

Pelayanan Kesehatan Bersama Perdhaki

Pada hari Sabtu, 21 Maret 2009, Perdhaki bersama PKR KWI mengadakan pelayanan kesehatan bagi korban Lapindo yang datang ke Jakarta. Pelaksanaan kegiatan ini juga dibantu oleh tim relawan Bela Rasa Kita (BRK)




.

Perawatan Korban Lapindo di RS Carolus


Ibu Supiati merupakan salah satu korban lumpur Lapindo yang datang ke Jakarta menuntut keadilan. Namun, karena kondisinya semakin lemah, maka koordinator korban mohon bantuan kepada PKR KWI untuk menanggung biaya perawatan. Akhirnya, atas jaminan dari PKR KWI, Ibu Supiati dirawat di Carolus sampai sembuh.




Bantuan logistik untuk korban Lapindo

Para korban Lapindo kembali datang ke Jakarta pada bulan Maret 2009 untuk menuntut hak mereka. Karena yang datang sekitar 400 orang, maka koordinator lapangan kembali mengajukan permohonan bantuan logistik kepada PKR KWI. Dan PKR KWI memberikan bantuan makanan sebanyak lima kali kepada para korban.




Wednesday, March 25, 2009

Insiden Romo Benny Dianiaya

Photo-photo saat Romo Benny dirawat Di Rumah Sakit setelah dianiaya oleh orang tak dikenal. PKR KWI memberi perhatian dengan menemani sejak sore penganiayaan itu dan mengunjungi Romo Benny sebagai dukungan moril. Saat sudah mulai sembuh, Romo Benny mendapat kunjungan dari Mgr. I Suharyo (Uskup Agung Semarang) dan Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF (Uskup Palangkaraya).




Photo Kenangan




Rumah Pendidikan Anak

Untuk melengkapi program pemberian beasiswa Sahabat Insan, PKR KWI membangun tujuh buah rumah Smart Modula produksi ATMI. Rumah tersebut merupakan bangunan seluas 6m x 6m, terdiri dari dua kamar dan satu ruang umum. Rumah ini selanjutnya disebut Rumah Pendidikan Anak. Pembangunan rumah ini dimaksudkan untuk menyediakan tempat bagi anak-anak penerima beasiswa Sahabat Insan khususnya, dan anak-anak setempat pada umumnya untuk berkreasi dan mengembangkan diri dibawah bimbingan lembaga lokal yang bekerja sama dengan PKR KWI. Diharapkan dengan adanya rumah ini, maka anak-anak Aceh mendapatkan tempat untuk berkarya dan meningkatkan bakat serta kemampuan yang dimilikinya sehingga bisa berguna di kemudian hari.

Setelah bencana tsunami terjadi, PKR KWI membeli 10 unit rumah Rumah Smart Modula. Pada saat itu, SEFA diminta mencarikan lahan kosong agar rumah tersebut dapat dibangun. Namun karena sampai akhir tahun 2007 baru tiga lahan yang didapatkan oleh SEFA, dan anak-anak penerima beasiswa Sahabat Insan sangat membutuhkan tempat untuk berkumpul, maka rumah yang telah dibeli oleh PKR KWI tersebut dialihfungsikan menjadi Rumah Pendidikan Anak, yang akan dikelola oleh CC Lhoknga, PWS dan LPMP. Karena rumah Smart Modula ini sebenarnya dibuat untuk masa tanggap darurat, maka bentuk standarnya pun sangat minimal, sehingga PKR KWI menambahkan beberapa bahan seperti ubin (keramik) agar rumah ini semakin nyaman untuk dipakai oleh anak-anak. Rumah Pendidikan ini akan digunakan minimal oleh sekitar 1500 anak penerima beasiswa Sahabat Insan, dan anak-anak lainnya yang berada di daerah pelayanan CC Lhoknga, PWS dan LPMP.

 

Pembangunan Rumah Pendidikan Anak ini dimulai pada bulan Maret 2008 dan berakhir pada bulan Oktober 2008. Pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor dari ATMI dan dibantu oleh masyarakat setempat. Sedangkan periode kerjasama antara PKR KWI dengan lembaga-lembaga tersebut adalah sampai program Beasiswa Sahabat Insan berakhir, yaitu bulan Desember 2008. Setelah program tersebut selesai, PKR KWI akan menyerahkan rumah tersebut kepada masing-masing lembaga untuk dimiliki dan dikelola lebih lanjut oleh lembaga setempat. Lokasi pembangunan sekolah tersebut adalah di desa Patek (Maret 2008) sebanyak 2 unit rumah yang berada di daerah layanan LPMP, desa Lamgeu-eu  kecamatan Peukan Bada sebanyak 2 unit rumah (April – Mei 2008),  desa Lambaro Neujid yang merupakan daerah pelayanan PWS sebanyak 1 unit rumah (Juni 2008), dan  desa Lhamlhom yang merupakan daerah dampingan CC Lhoknga (Juli s/d Agustus 2008)

 

Untuk membangun ketujuh Rumah Pendidikan Anak tersebut, PKR KWI mengeluarkan dana sebesar Rp. 503.650.000 (Lima Ratus Tiga Juta Enam Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).

RENOVASI SEKOLAH

Program renovasi sekolah dilaksanakan di daerah pelayanan LPMP, yaitu di kecamatan Sampoiniet. Daerah Sampoiniet merupakan daerah konflik dan juga terkena bencana tsunami. Daerah ini terletak diantara bukit-bukit berada di pinggir pantai. Sebelum konflik antara pemerintah RI dan GAM terjadi, Sampoiniet merupakan daerah padat penduduk karena adanya transmigran dari pulau Jawa. Namun, dengan adanya konflik, maka keadaan mulai tidak aman dan penduduk mulai mencari tempat lain. Bencana tsunami yang melanda daerah ini juga menyebabkan semakin berkurangnya penduduk disini. Hal ini menyebabkan jumlah anak dan guru semakin sedikit, yang secara tidak langsung menyebabkan sekolah-sekolah di daerah ini menjadi tidak terurus. Sementara perhatian lembaga-lembaga lain  tidak ada dan pemerintah daerah sendiri mengalami keterbatasan dana untuk pembangunan.

 

SD UPT 4 dan SD Arongan merupakan contoh sekolah yang memiliki kondisi memprihatinkan. Kedua sekolah ini terletak di daerah terpencil dan sulit dijangkau. Dari lantai, atap, dinding dan bangku sekolah keadaannya sangat rusak dan tidak aman bagi anak-anak yang belajar disana. Oleh sebab itu atas permohonan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Calang melalui LPMP,  PKR KWI memberikan bantuan untuk merenovasi sekolah tersebut agar murid dan guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan lebih nyaman.

 

Renovasi gedung sekolah ini dimulai pada bulan Agustus 2008 sampai bulan Oktober 2008. Penerima manfaat dari program ini adalah guru dan murid SD UPT 4 dan SD Arongan. Saat ini, SD UPT 4 memiliki 1 guru yang berstatus PNS, 3 guru bantu dan 30 murid. Sedangkan SD Arongan memiliki 2 guru dan 24 murid. Proses renovasi sekolah ini dilaksanakan dibawah koordinasi LPMP. Dalam melaksanakan renovasi, LPMP tidak memakai kontraktor khusus, namun diserahkan kepada masyarakat setempat untuk memperbaiki gedung sekolah mereka. Sedangkan LPMP menyediakan bahan baku yang dibutuhkan, misalkan sen, kayu, paku, semen, bata dan sebagainya. SD Arongan yang terletak di desa Mata-Ie hanya memiliki satu buah ruang besar yang dibagi-bagi sehingga menjadi 4 kelas yang kondisinya sangat buruk.

 

Renovasi yang dilakukan untuk SD ini meliputi perbaikan dinding dan sekat, penggantian bangku sekolah serta menggadaan almari kelas. Selain itu, juga akan dibangun satu ruang tambahan untuk ruang guru. Awalnya, ada dua ruang tambahan yang akan dibangun. Namun, karena keterbatasan lahan yang dimiliki oleh desa, maka hanya dapat dibangun satu ruangan yang disepakati akan difungsikan sebagai ruang kelas.

 

Sedangkan, pada SD UPT 4 awalnya akan dilakukan perbaikan sekat dan bagian dalam ruangan gedung sekolah, serta memadatkan tanah di bagian depan dan belakang sekolah yang tergenang air. Namun, kondisi atap sekolah sudah sangat rusak dan jika jatuh sewaktu-waktu bisa menimpa anak dan guru yang ada di dalamnya.  Maka, pemadatan tanah yang tergenang air di sekitar sekolah tersebut tidak dilakukan dan dananya dialihkan untuk memperbaiki atap. Selain itu, plafon, sekat antar kelas, dan lantai gedung juga diperbaiki.

 

Renovasi tetap dilakukan dengan maksimal dengan keterbatasan yang ada dan dipertimbangkan dengan teliti aspek prioritasnya. Proses renovasi selesai pada bulan Oktober 2008. Dengan adanya renovasi sekolah ini diharapkan siswa dapat belajar lebih baik dan transfer ilmu dari guru juga lebih baik. Akhirnya, mutu siswa dan sekolah dapat ditingkatkan.

 

Untuk melakukan renovasi sekolah ini, PKR KWI memberikan dana sebesar Rp. 190.138.400 yang akan digunakan untuk renovasi SD Arongan sebesar Rp. 85.708.400 yang digunakan untuk membelian material antara lain semen, batu bata, papan, kayu dll dan untuk renovasi SD SP 4 sebesar Rp. 104.430.000 yang digunakan untuk pembelian material, mobiler sekolah, ongkos tukang dan transportasi material.

 

PEMBANGUNAN MCK DAN SUMUR CINCIN

Pembangunan Rumah Pendidikan Anak di Kampong Lamgeu-eu kecamatan Peukan Bada Banda Aceh ditujukan untuk menyediakan tempat belajar dan berkreasi bagi anak-anak yang berada di bawah daerah layanan CC Peukan Bada. Namun, dalam paket rumah tersebut, tidak terdapat fasilitas MCK yang bisa menunjang kegiatan anak-anak disana. Di lahan tersebut sebenarnya terdapat tiga buah toilet, namun sebagian besar tidak berfungsi. Akhirnya, untuk mencukupi kebutuhan akan air dan sarana kebersihan disana, CC Peukan Bada merasa perlu untuk memperbaiki fasilitas sanitasi tersebut, agar bisa memberikan pendidikan tentang kebersihan kepada anak-anak dan MCK dapat dipergunakan dengan baik sehingga mereka merasa nyaman beraktifitas.  CC Peukan Bada mengusulkan untuk merombak kamar mandi serta membuat sumur cincin sebagai sumber air untuk rumah tersebut.

 

Penerima manfaat dari program ini adalah 45 Anak penerima beasiswa yang berasal dari Peukan Bada dan 80 anak yang berada disekitar rumah pendidikan. Masyarakat setempat juga dapat memanfaatkan sarana MCK tersebut.

 

Pembangunan MCK dilakukan dibawah koordinasi Sdr. Alaidin sebagai koordinator CC Peukan Bada. Pembangunan ini dilakukan oleh masyarakat setempat, dan CC Peukan Bada bertugas menyediakan material yang dibutuhkan. Pembangunan dilaksanakan selama sebulan, yaitu bulan Juli s/d Agustus 2008.

 

Dalam pelaksanaannya, tiga buah MCK yang sudah ada namun tidak berfungsi dibongkar dan dijadikan dua buah MCK. Bahan-bahan bekas yang masih bisa dipakai seperti WC jongkok dipakai kembali untuk memperbaiki toilet tersebut. Perbaikan ini meliputi:

a.           Pembersihan rumput pekarangan gedung

b.          Mengganti seluruh dinding dengan  batu bata

c.           Merombak lantai dan memasang keramik pada lantai tersebut

d.          Pemasangan listplang, daun pintu dan kusen pintu

e.           Perbaikan bak air dan pemasangan keramik pada bak air

f.            Pemasangan kran air

g.           Pengecatan MCK

     

 

 

Sementara, sumur yang sebelumnya merupakan sumur bor diganti dengan sumur cincin, dan ditambah kedalamannya sekitar 5 cincin agar air dapat keluar lebih banyak. Perbaikan MCK dan sumur ini membutuhkan dana sebesar Rp. 7.540.000 (Tujuh juta lima ratus empat puluh ribu rupiah).

 

BANJIR JAWA TIMUR 2008

Pada awal tahun 2008, banjir besar melanda Jawa Timur. Banjir tersebut terjadi karena Bengawan Solo yang meluap akibat hujan yang turun terus menerus. Korban luapan sungai ini bukan hanya di Jawa Timur, namun juga daerah Jawa Tengah. Selain rumah yang terendam, banjir ini menyebabkan ribuan hektar sawah gagal panen. Penderitaan korban semakin bertambah karena walaupun dalam kondisi banjir, hujan tetap turun dengan intensitas tinggi, sehingga ketinggian air semakin meningkat. Lokasi bencana yang dibantu oleh PKR KWI adalah 4 desa di Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan Jawa Timur. 

 

Karena ketinggian air yang tidak kunjung turun, maka semakin banyak korban yang diungsikan ke posko. Selain itu, banjir juga menyebabkan  pemadaman listrik, tambak terendam, terputusnya jalur transportasi, kesulitan air bersih, dan banyaknya penyakit yang menyerang warga. Keadaan ini membuat Sdr Farhan Effendi selaku koordinator posko di Lamongan mengajukan permohonan bantuan untuk  korban banjir kepada PKR KWI, terutama sekitar 5000 orang korban dari desa Mojoasem, desa Jabung, desa Dateng dan desa Gelap

 

Setelah mempelajari proposal yang diajukan, maka PKR KWI memberikan beberapa bantuan, yaitu:

-         Peminjaman 2 buah perahu karet

-         Bantuan dana tunai, yang diberikan dalam beberapa tahap:

1.      Tanggal 31 Des 2007, mengirimkan perahu karet ke Jawa Timur. PKR KWI membiayai penyewaan truk dan administrasi posko sebesar Rp. 4.875.400.

2.      Tanggal 20 Agustus 2008, pengiriman bantuan barang dari umat dan juga tambahan bantuan beras 50 bal dari PKR KWI. Total dana yang dikeluarkan sebesar Rp. 14.142.000.

3.      Pengiriman dana tunai sebesar Rp. 15.000.000. Dana tersebut dikirimkan kepada Sdr. Farhan Effendy di Lamongan, dan digunakan untuk membeli beras, minyak tanah, kabel (untuk penerangan darurat) dan terpal. 

Monday, March 23, 2009

Pertemuan Alumni Beasiswa PGTKA

Sejak bulan Oktober 2005, PKR KWI memberikan beasiswa kepada 10 mahasiswi asal Aceh yang menuntut ilmu di Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak Al-Quran Tarbiyatun Nisaa di Semplak, Bogor. Beasiswa ini diberikan untuk jangka waktu tiga tahun, sesuai dengan periode kuliah yang harus mereka tempuh.

 

 

Pada bulan Juni 2008, seluruh penerima beasiswa telah menyelesaikan kuliahnya. Empat diantaranya lulus dengan predikat Cum Laude, dan enam mahasiswi lulus dengan predikat sangat memuaskan. Wisuda dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2008, dan mereka berhak menyandang gelar Ahli Madya Pendidikan (A.M.Pd.). Setelah lulus, sembilan diantara mereka telah kembali ke Pesantrennya masing-masing. Mahasiswi dari Pesantren Ma’had Miftahul ’Ulum Bireun sekarang sudah aktif mengajar di TK Hubbul Wathan Bireun sekaligus mengajar SMP. Salah satu mahasiswi tersebut berencana melanjutkan S1 di Universitas Negeri Jakarta. Sedangkan 5 mahasiswi dari Lhokseumawe juga mengabdikan ilmunya di daerah asal masing-masing. Pada tanggal 29 Agustus 2008,  mereka mengadakan temu muka dengan PKR KWI di kantor KWI Jl Cut Mutiah 10 Jakarta lantai 3. 

Pertemuan ini dihadiri oleh para penerima beasiswa, yang didampingi oleh pengurus PGTKA Bogor dan juga divisi pendidikan NU. Sedangkan yang menerima dari pihak PKR KWI adalah Romo I. Ismartono, SJ dan Sdr. Billy. Acara ini diadakan sebagai acara perpisahan, karena para alumni penerima beasiswa ini akan kembali ke daerah asal mereka di beberapa daerah di Aceh.

 

 

 

 

Acara diawali dengan perkenalan dan ramah tamah, dilanjutkan dengan sharing tentang keadaan selama mereka kuliah serta harapan mereka setelah lulus. Acara dilanjutkan dengan pemutaran film tentang Pembangunan Aceh setelah Tsunami. Setelah pemutaran film selesai, diadakan makan siang bersama di ruang rapat lantai 3 KWI dan penyerahan tanda mata / kenang-kenangan yang diserahkan oleh perwakilan mahasiswa kepada Romo Ismartono, SJ.  Pertemuan ini diakhiri dengan photo bersama antara pihak PKR KWI, penerima beasiswa, pengurus PGTKA dan dari pihak NU.

 

 

Ibu Nurcahyani dan Ibu Suyanti, TKI yang sakit dan dipulangkan









Mobile Clinic untuk JRK

Ambulance yang disumbangkan oleh PKR KWI untuk pelayanan kesehatan keliling JRK.




Friday, March 13, 2009

Pengiriman Beasiswa untuk Anak Sekolah

Start:     Apr 5, '09 10:00a
Location:     Banda Aceh, NAD

Pengiriman Beasiswa Keupula

Start:     Mar 25, '09 06:00a

Sefa: Save Emergency for Aceh - Home

http://www.sefa.or.id

Yunus yang mengalami kecelakaan kerja












Kerja di negeri orang, ketika terkena musibah dibuang pulang

Mohamad Yunus, pria berusia 35 tahun asal Kampung Cierang Kidul, Desa

Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, adalah mantan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Serawak Malaysia.

 

Yunus mengalami kecelakaan sewaktu bekerja di Malaysia. Yunus  sempat dirawat dirumah sakit di Serawak selama 20 hari. Ketika mendapat kecelakaan, Yunus dibawa oleh temannya yang bekerja satu perusahaan dengannya di klinik dekat kongsi. Namun karena lukanya sangat parah maka dirujuk ke rumah sakit Sibu Serawak. Di rumah sakit tersebut Yunus akhirnya di amputasi tangannya sebatas bahu. Dengan kondisi yang demikian Majikan maupun Agennya tidak pernah menjenguk maupun memberikan biaya perawatan, padahal gajinya belum dibayarkan selama 6 bulan. Karena dirumah sakit tidak ada yang bertanggung jawab, para dokter melaporkan pada Kepolisian Diraja Malaysia bahwa di rumah sakit Sibu ada pendatang haram yang sedang dirawat, padahal Yunus mempunyai dokumen lengkap.

 

Dalam kondisi yang belum pulih betul Yunus  ditangkap dan di bawa ke kantor polis. Yunus  ditahan selama 4 hari dan dipindahkan ke penampungan lain sejak bulan Oktober 2008 sampai dipulangkan tanpa mendapatkan perawatan medis. Dengan kondisi yang masih lemah ia dipulangkan lewat Etikong bersama 13 TKI lainnya.

 

Rencananya, setibanya di Indonesia, Yunus akan dipulangkan ke daerah asalnya. Namun karena ia belum siap bertemu dengan keluarga dalam keadaan cacat, maka untuk sementara ia tinggal di rumah Peduli Buruh Migran. Kondisinya kesehatannya sendiri belum juga membaik. Yunus masih butuh perawatan khusus karena masih merasa nyeri di bagian tangannya yang putus. Oleh sebab itu, Sdri Lili sebagai koordinator dari Peduli Buruh Migran mengajukan permohonan ke PKR KWI untuk membiayai perawatan medis Yunus.

 

Setelah permohonannya disetujui, Yunus kemudian dibawa ke dokter Bethesda yang bertugas di Balkemas Rumah Sakit Carolus, Jakarta. Dokter kemudian menyarankan Yunus untuk memeriksakan darah dan urinenya di laboratorium, serta melakukan rontgen.  Setelah diperiksa, ternyata hasilnya semua baik. Yunus hanya butuh dampingan dari psikolog karena sering merasa tangannya masih ada. Oleh sebab itu, Peduli Buruh Migran kemudian meneruskan untuk mendampingi Yunus sampai benar-benar siap kembali ke keluarganya.  

Bantuan untuk TKI yang melahirkan bayi kembar di Carolus

Epi Santi, 31 tahun , merupakan TKI asal Jalan Pancing No. 133  Belawan Sumatra Utara. Pada Tanggal 9 Desember 2008 Epi bersama 299 TKI lainnya turun di Pelabuhan Tanjung Priok dalam kondisi yang sangat lemah, karena kehamilan yang sudah 9 bulan ditambah dengan ketuban pecah sejak dalam perjalanan (didalam kapal). Karena melihat kondisi yang demikian maka pihak Kesehatan Pelabuhan bersama dengan Peduli Buruh Migran (PBM) mengantarkan ke RSUD Koja untuk mendapatkan perawatan yang intensif.

Pada tanggal 10 Desember 2008 jam 12.12 WIB Epi menjalani operasi caesar untuk mengeluarkan kedua bayinya, dan sekitar pukul 14.00 WIB ia sudah dipindahkan keruang perawatan. Namun sampai malam ia tidak mendapatkan obat sama sekali, dengan alasan belum ada perintah dari atasan. Melihat kondisi demikian PBM tidak tega dan akhirnya mereka membelikan obat sesuai dengan resep yang diberikan dokter. Dan kedua bayi Tki tersebut masuk ruang inkubator (karena kondisinya lemah menghisap air ketuban).

 

Karena sang Ibu tidak membawa pakaian sama sekali, sdri Lili selaku koordinator Peduli Buruh Migran mohon bantuan PKR KWI untuk menyediakan perlengkapan setelah persalinan. PKR KWI melalui Sr Eugenia kemudian memberikan daster, perlengkapan mandi, perlengkapan bayi dan perlengkapan pasca persalinan.

 

Tanggal 13 Desember 2008 pihak PBM diberitahu pihak RSUD Koja bahwa pasien TKI sudah boleh pulang dan bayinya dinyatakan sehat. Tepat pukul 17.00 WIB mereka menjemput TKI tersebut dan membawa ke Shelter Gembala Baik  (dititipkan) karena tidak memungkinkan kalau diantar pulang langsung ke Belawan dalam kondisi bingung.

Tanggal 15 Desember jam 08.00 WIB, kondisi kedua bayi lemas dan membiru. Peduli Buruh Migran kemudian mengajukan permohonan kepada PKR KWI, untuk memasukkan kedua bayi tersebut beserta ibunya ke RS Carolus. Setelah mempelajari proposalnya, akhirnya PKR KWI menyetujui untuk membantu memulihkan kondisi ibu dan kedua bayinya tersebut.

 

Sesampai di Carolus,  kedua bayi tersebut diperiksa dan ternyata diketahui bahwa mereka terserang infeksi serta  keracunan ketuban, dan harus menjalani perawatan intensif untuk menyelamatkan nyawanya.  Akhirnya mereka menjalani perawatan di St Carolus selama kurang lebih dua minggu, dengan biaya perawatan sekitar Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah).

 

Setelah dirawat, kesehatan kedua bayi kembar Denny dan Dessi berangsur-angsur membaik, bahkan Denny yang tadinya tidak bisa menggerakkan tangannya sudah mulai bisa. Setelah kedua bayi tersebut benar-benar sehat, mereka bisa dipulangkan dan kembali ke Rumah Singgah Gembala Baik di Jatinegara, Jakarta Timur.

 

Bantuan untuk korban tanah longsor di Manggarai, NTT








Thursday, March 12, 2009

Sumbangan untuk Korban Lapindo

Pada tanggal 9 Nov 2008, korban Lapindo datang ke Jakarta untuk menuntut pembayaran ganti rugi atas rumah mereka. PKR KWI memberikan bantuan berupa dana dan konsumsi. Pada hari Minggu PKR KWI juga bekerja sama dengan PHBK dan Perdhaki menyediakan konsumsi dan juga pelayanan kesehatan.




Bantuan Untuk Korban Lapindo

Pada hari Minggu tanggal 9 November 2008, ratusan perwakilan warga korban Lumpur lapindo datang ke Jakarta. Mereka menuntut ganti rugi pembayaran tahap kedua sebesar 80 % atas rumah mereka yang tergusur akibat kesalahan pengeboran PT Lapindo Brantas. Pembayaran ini sudah jatuh tempo dari beberapa bulan sebelumnya. Padahal pembayaran tersebut sudah diatur dalam Perpres No 14 Tahun 2007 antara tiga pihak Korban, Pihak Lapindo dan Pemerintah. Di Jakarta, mereka diterima di Kantor Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) jalan Diponegoro sebagai tempat tinggal sementara di Jakarta.

Karena selama tinggal di Jakarta para korban membutuhkan dukungan logistik, maka pada tanggal 10 November 2008 - atas rekomendasi dari Romo Benny Susetyo - Sdr Paring Waluyo selaku koordinator korban datang ke kantor KWI untuk menemui Romo Ismartono untuk mengajukan permohonan bantuan logistik. Pada hari itu, PKR KWI memberikan bantuan dana sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk konsumsi (makan dan minum).

Sejak tanggal 9 sampai dengan 19 November 2008,  para korban yang berjumlah sekitar 150 orang beberapa kali melakukan aksi demonstrasi untuk bertemu Presiden SBY agar tuntutan pembayaran dapat terlunasi, seperti :

-          Aksi doa di Tugu Proklamasi

-         Aksi di Istana dengan teatrikal manusia lumpur mengelilingi Istana Negara pada tanggal 12 November 2008 berlangsung dua kali

-         Aksi di depan Kantor LBH Jakarta 'mengecrek' (meminta bantuan dana)  pada masyarakat yang melewati jalan Diponegoro.

-         Melakukan advokasi dialog dan bertemu Adnan Buyung Nasution di kantor  YLBHI Jakarta.

-          Melakukan aksi di rumah Ibunda Aburizal Bakrie di Menteng

-         Melakukan Advokasi meminta difasilitasi oleh YLBHI untuk bertemu pihak pemerintah dan Presiden SBY

-         Melakukan dialog dengan KomNas HAM dan di mediasikan kepada pemerintah yang diwakili oleh menteri terkait.

-         Berdialog dengan Menteri Pekerjaan umum untuk mengupayakan pembayaran tahapan kedua sebesar 80 % yang sudah tertunda oleh pihak Lapindo.

 

Karena logistik sudah mulai menipis, maka pada tanggal 12 November 2008, Sdr Paring Waluyo kembali mengajukan permohonan bantuan kepada PKR KWI. Kali ini PKR KWI menugaskan Sdr Billy untuk mengurus logistik bagi para korban Lapindo ini. Rencananya, akan diberikan dana sebesar Rp. 3.600.000 untuk tiga kali makan. Namun, karena ada pihak lain yang juga memberikan bantuan, akhirnya dana yang terpakai hanya sebesar Rp. 1.200.000, yang digunakan untuk membeli nasi bungkus dan minuman pada Kamis siang, tanggal 13 November 2008.

 

Harapan dari para korban lumpur Lapindo yang datang ke Jakarta tidak tercapai karena Presiden SBY sedang melakukan lawatan ke luar negeri di Amerika Latin. Aspirasi mereka hanya bertemu sampai kepada perwakilan pemerintah, yaitu menteri terkait. Tetapi hasilnya belum ada kepastian untuk kejelasan pembayaran 80% itu, yang ada hanya usaha penekanan atau mendorong Lapindo untuk bertanggung jawab. Dari pihak pemerintah tidak ada tindakan peneguran atau menghukum Lapindo atas kesalahan yang telah dilakukan dalam kasus ini.

 

Karena kesehatan para korban yang sudah berhari-hari di Jakarta pada umumnya sudah menurun, maka pada hari Minggu tanggal 16 November 2008, PKR-KWI bekerja sama dengan Perdhaki dan Susteran PBHK kembali memberikan bantuan berupa Paket Makan siang dari Susteran PBHK sebanyak 150 bungkus, serta pelayanan kesehatan medis dan pemeriksaan kesehatan yang dilayani oleh empat relawan medis (dokter) dari Perdhaki. Perdhaki juga memberikan sumbangan berupa obat-obatan untuk memulihkan kembali kondisi korban yang sedang memperjuangkan haknya ini.

 

 

Akhirnya para korban ini kembali pulang ke Sidoardjo dengan tangan kosong. Tetapi mereka akan terus berusaha untuk mendapatkan hak mereka dan memungkinkan sekali kembali ke Jakarta untuk menemui Presiden SBY.       

Thursday, March 5, 2009

Ambulance yang Disumbangkan ke Perdhaki








Rumah Pendidikan Peukan Bada








Rumah Pendidikan CC Lhoknga







YANG PULANG DAN TERBUANG

Akhir-akhir ini semakin banyak jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi baik lewat bandara maupun lewat laut. Gelombang deportasi besar-besaran terjadi hampir setiap hari. Deportasi ini terjadi karena banyaknya calon TKI yang tertipu oleh PJTKI palsu, sehingga harus terlantar di Tanjung Pinang dan sekitarnya. Selain itu, TKI yang sudah bekerja di luar negeri (Malaysia, Arab Saudi, Hongkong, Taiwan dll) banyak yang mengalami penyiksaan dan penganiayaan dari majikan dan melapor ke polisi setempat, namun dalam posisi yang lemah daya tawarnya padahal mereka tidak bersalah. Posisi inilah yang menyulitkan buruh migran sehingga harus dideportasi. Efek dari deportasi ini adalah gangguan kejiwaan/psikologis dan gangguan fisik. Keadaan ini diperparah dengan perlakuan petugas dalam perjalanan deportasi, terutama yang menggunakan kapal laut. Sementara itu, Departemen Sosial hanya menyediakan jasa angkutan deportasi kapal laut dan Bis Damri, tanpa memberikan tindakan pengobatan dan pemulihan kesehatan bagi buruh migran deportan ini.

 

Peduli Buruh Migran merupakan salah satu lembaga sosial yang sangat memperhatikan kenyataan ini. Setiap minggu, mereka selalu mendampingi para deportan yang datang di Pelabuhan Tanjung Priok. Di antara para deportan, ada beberapa yang datang dalam keadaan sakit parah dan perlu penanganan medis yang khusus di Rumah Sakit, namun tidak ada pihak yang mau membiayai biaya perawatannya. Hal ini membuat Peduli Buruh Migran mengajukan permohonan bantuan kepada PKR KWI untuk bekerja sama dalam menangani para deportan yang sakit ini. PKR KWI akhirnya membantu memasukkan pasien tersebut ke RS Saint Carolus dengan surat jaminan, dan membayar tagihannya setelah pasien yang bersangkutan sehat kembali. Bantuan yang diberikan oleh Crisis Center /PKR-KWI adalah:

 

a.      Membantu pemakaman bayi TKI

Bayi yang meninggal adalah bayi Ny. Turini, TKI asal Cirebon. Turini dideportasi karena saat ada operasi/razia, tidak bisa menunjukkan paspor karena dokumen tersebut dipegang oleh majikan. Pada saat deportasi, Turini mengalami pendarahan dan langsung dirujuk ke RS Koja, dengan kondisi bayi prematur dan juga keracunan air ketuban.  Karena kesehatan yang terus memburuk, akhirnya Sang Bayi meninggal pada tanggal 9 Agustus 2008, sehari setelah kelahirannya. Karena Departemen Sosial mengatakan bahwa tidak ada anggaran biaya pemakaman, maka CRISIS CENTER/PKR-KWI kemudian membiayai pemakaman bayi tersebut di TPU Budi Dharma Cilincing sebesar Rp. 1.500.000. Sang Ibu belum sempat memberi nama, sehingga pada nisan bayi tersebut ditulis nama MIGRAN WATI.

 

b.      Membantu biaya perawatan TKI yang terkena HIV/AIDS (Suyanti)

Suyanti bekerja di Malaysia selama 8 bulan lewat PJTKI di Tanjung Pinang. Wanita asal Kendal ini sering diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya dan jarang diberi makan. TKI ini dideportasi karena kesehatannya yang memburuk tanpa pengobatan yang memadai sehingga kondisinya semakin menurun. Pada saat deportasi, Suyanti dirujuk ke RS Koja, namun oleh RS tersebut dikeluarkan secara paksa, sehingga perawatan dipindahkan ke RS Carolus sejak tanggal 14 s/d 22 Agustus 2008. Di RS Carolus akhirnya terdeteksi bahwa pasien yang bersangkutan menderita HIV/AIDS. Biaya perawatan TKI ini selama di RS Carolus adalah Rp. 9.842.560.

 

c.       Membantu biaya perawatan TKI korban penyiksaan yang mengalami trauma dan patah tulang kaki (Nurcahyani)

Nurcahyani bekerja di Malaysia selama 2 tahun 2 bulan. Majikannya sering menyuruh membeli narkoba dan Nurcahyani sering menolak sehingga mulai dianiaya dari disiram air, dipukul kepalanya, diinjak perutnya dan dirotan punggungnya sehingga kaki kanan dan tangan kanannya patah, dan akhirnya lumpuh sebelah. Kemudian Nurcahyani dibawa ke penjara tanpa perawatan dan akhirnya dipulangkan ke Indonesia.

     

Setibanya di Tanjung Priok tanggal 12 Agustus 2008, karena keadaannya kristis, maka Nurcahyani langsung dilarikan ke RS Carolus. Disana trauma, TKI asal Jember itu meronta-ronta dan berteriak ingin bunuh diri.  Namun, dengan perawatan dari RS Carolus, keadaannya membaik dan diijinkan pulang. Total biaya perawatannya adalah Rp. 9.408.310.

 

d.      Membantu TKI yang terkena kanker dan akhirnya meninggal (Hasnah)

Hasnah merupakan TKI asal Sumbawa Timur. Pada saat bekerja di Malaysia, Hasnah menderita kanker payudara dan akhirnya minta dipulangkan. Sampai di Indonesia, dirujuk ke RSUD Koja namun tidak mendapatkan perawatan yang layak. Akhirnya, karena kondisi yang semakin buruk, Hasna meninggal pada tanggal 6 September 2008. Namun, tidak ada sanak saudara yang mendampingi. Atas biaya dari Rumah Duka St. Carolus, akhirnya Hasna dapat dimakamkan secara layak di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. 

BANTUAN KEPADA KORBAN LUMPUR LAPINDO

Sejak terjadinya luapan lumpur Lapindo pada bulan Mei 2006, penderitaan warga yang terkena dampak lumpur seakan tidak pernah berhenti. Ribuan rumah terendam lumpur, puluhan pabrik tidak beroperasi, ribuan buruh kehilangan pekerjaan dan ratusan anak kehilangan sekolah. Seluruh infrastruktur, seperti jalan tol, jalan raya, dan rel kereta, alami kehancuran perlahan Setelah dua tahun bencana tersebut terjadi, penderitaan warga tidak juga berkurang. Sampai saat ini mereka masih tinggal di pengungsian, posko dan tenda yang disediakan tanpa ada suatu kepastian. Akibatnya, selain kelaparan dan tanpa harapan, banyak korban yang mengalami tanda-tanda tertekan jiwanya. Melihat kenyataan ini, Suster Marisa, OSU lewat CRISIS CENTER/PKR-KWI memberikan sumbangan uang tunai sebesar Rp. 20.000.000 (Dua puluh juta rupiah). Uang tersebut diserahkan kepada Pastor Kepala Paroki Santa Maria Annuntiata, Porong, Sidoarjo, Romo A Luluk Widyawan untuk disalurkan sesuai dengan kebutuhan korban.

Penyaluran bantuan dilaksanakan oleh Romo Luluk dengan Seksi Sosial Posko SanMAriAnn, Paroki Santa Maria Annuntiata, Sidoarjo, Posko SanMariAnn, para relawan binaan seksi sosial, serta pendamping korban lumpur Lapindo. Dana tersebut disalurkan dengan rincian sebagai berikut:

a. Bantuan diberikan dalam bentuk paket sembako, yaitu berupa 5 kg beras, 1 kg gula

    pasir, 5 buah mie instan dan sabun

b. Bantuan diberikan kepada 400 orang 

c.   Lokasi pemberian bantuan adalah di Besuki Timur, di tepi tol lama.

Besuki Timur dipilih sebagai tempat pemberian bantuan karena:

  1. Desa ini bulan Februari lalu terkena peleburan lumpur akibat tanggul yang jebol. Akibatnya ladang garapan, sawah, tempat mereka bertani, bertambak dan beternak mereka ludes, karena luberan lumpur maupun luberan lumpur kering membuat tanah rusak
  2. Warga wilayah ini belum terlalu tersentuh bantuan oleh LSM-LSM lain
  3. Walaupun wilayah ini rawan dengan makelar bantuan (orang yang mencari bantuan atas nama korban, namun bantuan tersebut tidak sampai ke tangan korban), namun posko San Mari Ann memiliki penghubung yaitu warga yang loyal dan dapat dipercaya
  4. Secara sosial warga wilayah ini rapuh dan mengandalkan ikut saudara/teman yang bekerja di Surabaya atau Pandaan, entah bekerja di pabrik atau ikut orang. Tanpa skill dan kemampuan, mereka hanya menjadi buruh rendahan. Atau bekerja seadanya, menjadi pekerja proyek pengurukan Lapindo, berjualan seadanya (maklum lumpur menjadi obyek wisata baru) sampai yang paling buruk ialah meminta-minta kepada kendaraan yang lewat di jalan desa mereka, (maklum, jalan kampung mereka kini dipadati kendaraan jurusan Surabaya-Malang, Banyuwangi, Jember) yang lewat jalan pintas.

Agar tidak salah sasaran, 400 paket bantuan tersebut dikirimkan ke Gereja St. Andreas, Porong terlebih dahulu. Dari gereja stasi, bantuan akhirnya diditurunkan di rumah Mohammad Irsyad, yang dijadikan sebagai Posko bantuan untuk warga Besuki Timur, dan akhirnya dibagikan kepada 400 KK di wilayah tersebut.

Wednesday, March 4, 2009

GEMPA BUMI BENGKULU

Tak lama setelah berita tentang gempa di Bengkulu beredar, Catholic Relief Service dan Caritas Jerman  mulai menghubungi kami untuk menawarkan bantuannya. Tentu saja niat baik ini langsung kami edarkan di kalangan rekan-rekan di Karina-KWI.  Segera kami edarkan juga nama siapa-siapa saja yang berada di lapangan yang  dapat dihubungi, baik mereka yang berada dalam lingkup lembaga Gereja maupun yang dari luar.  Dengan bantuan PSE Bodronoyo dari Keuskupan Agung Palembang, dikembangkanlah sebuah kebersamaan untuk menolong korban. Sekali lagi, dalam peristiwa ini, PKR-KWI menjalankan peran tanggap bencana dari Karina-KWI. Dalam peristiwa ini pula, sudah nampak bagaimana support unit Karina-KWI telah lebih banyak  menjalankan perannya.  

Sebagai pelaksana peran tanggap bencana Karina KWI, staf PKR,  Sdr. Frederikus Sundoko ditugaskan untuk berangkat  ke wilayah bencana. Tugas ini dilaksanakan dengan  bergabung dengan tim Perdhaki Pusat  untuk  memperlajari situasi dan membawa sumbangan untuk masa tanggap darurat.  Perolehan dari kunjungan ini dijadikan sebagian bahan ketika suport unit Karina-KWI menyusun proposal yang diajukan ke keluarga Caritas Internationalis, pada tanggal 25 September, 2007.

Lagi, seperti dilakukan ketika gempa menimpa wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah selatan serta Manggarai,  PKR-KWI menyampaikana nomor rekening kepada penderma: Atas nama Dwidjo, SCJ, Bank BCA KCU Bengkulu, No. Rek 058 1209 991.

 

 

BENCANA TANAH LONGSOR DI MANGGARAI, NTT

Hujan lebat disertai angin kencang selama lima hari berturut-turut pada Jumat malam, 3 Maret 2007 mengakibatkan longsor di Kecamatan Cibal dan Lamba Leda serta banjir di Kecamatan Reo, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur Berton-ton tanah menimbun puluhan rumah di kawasan lereng, di Kecamatan Cibal dan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai.

Menurut data dari media, Pemerintah Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, memperkirakan total kerugian materil dalam bencana longsor dan banjir mencapai Rp 140 miliar lebih. Perkiraan ini di luar dana rekonstruksi dan rehabilitasi infrastruktur dan aset warga yang rusak.  Hasil pendataan sementara menunjukkan jumlah rumah penduduk yang rusak berat dan ringan mencapai 1.000 unit lebih. Sementara itu, infrastruktur jalan dan jembatan mencapai puluhan kilometer, meliputi jalan desa, jalan kecamatan, jalan kabupaten, jalan provinsi dan jalan negara. Sedangkan fasilitas umum yang turut rusak berupa jaringan listrik, pipa air, bangunan sekolah, saluran irigasi dan beberapa kantor peme-rintah. Korban tewas dalam bencana ini mencapai 42 korban dan hilang sebanyak 32 orang.

 

 

PKR-KWI dihubungi oleh para relawan  penolong setempat untuk mengulurkan tangan. Bantuan tunai sebesar dua puluh juta rupiah langsung disampaikan. Pemberian bantuan dalam bentuk uang tunai dilakukan karena beberapa alasan, antara lain sulitnya transportasi, lokasi yang tidak terjangkau, dan kebutuhan korban yang mendesak untuk secepatnya diberi bantuan. Selanjutnya, untuk menolong korban tanah longsor ini, PKR KWI bekerjasama dengan Pusat Ekopastoral Fransiskan, yang beralamatkan di Biara Santo Yosef, Pagal, Cibal, Mang-garai, NTT. Di tempat ini kemudian didirikan Posko yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh para korban.

Seperti dilakukan ketika gempa menimpa wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah selatan, PKR-KWI menyampaikana nomor rekening Pusat Ekpopastoral Fransiskan, BRI Cabang Ruteng: 0273-01-013552-50-4 kepada mereka yang ingin memberikan sumbangan.

 

Setelah terjadinya bencana tanah longsor pada Jumat dini hari, daerah tersebut seakan-akan terisolasi dari dunia luar. Banyaknya rumah yang tertimbun tanah menyebabkan para korban tidak memiliki tempat tinggal. Oleh sebab itu, Pusat Ekopastoral Fransiskan segera mendirikan Posko Darurat untuk menampung para pengungsi. Selain itu, pengungsi dan korban juga kesulitan untuk mendapatkan bahan-bahan makanan karena hampir semuanya terkena bencana. Oleh sebab itu, para suster FMM dibantu oleh sukarelawan disana segera ke luar kota dengan menggunakan truk untuk membelanjakan dana sumbangan untuk membeli sembako, kebutuhan-kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Untuk para pengungsi, bahan-bahan yang dibeli antara lain makanan, sabun cuci, kompor, lauk pauk, panci, sendok, piring, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk korban diberikan makanan pokok, air mineral, aqua, handuk, kasur, sarung, selimut, dan lain sebagainya. Posko tersebut dapat menampung kurang lebih 200 korban.