Pagi hari ini tanggal 24 Maret 2022 di Desa Umato'os, Malaka Barat, Unit Anti Perdagangan Manusia bekerja sama dengan UPT BP2MI Kupang dan MILAP memberikan sosialisasi kepada masyarakat Desa Umato'os tentang Perdagangan Manusia dan Migrasi Aman.
Kegiatan sosialisasi dimulai dengan doa yang dipimpin oleh Suster Sari, SDP lalu dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh Suster Laurentina, SDP. Materi yang dibawakan adalah tentang Perdagangan Manusia yang saat ini marak terjadi. Suster juga mengungkapkan bahwa banyak jenazah PMI yang dipulangkan ke Malaka. Jenazah-jenazah tersebut paling banyak berasal dari Malaysia. Judul sosialisasi yang diangkat oleh suster adalah Kesedihan Ibu Pertiwi. Suster mengajak masyarakat Desa Umato’os yang hadir untuk melihat perbedaan antara migrasi dan perdagangan orang dan faktor penyebab terjadinya migrasi. Sebagai contoh, Suster menyebutkan tentang perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Migrasi yang awalnya untuk menghindari keadaan yang sulit, berubah menjadi permasalahan perdagangan manusia seiring dengan berjalannya waktu. Kurangnya sosialisasi, budaya instan, perekrutan yang tidak sesuai prosedurnya, pemalsuan identitas menjadi bagian dari perdagangan manusia.Suster lalu melanjutkan dengan permasalahan yang dihadapi oleh para migran yang bekerja di luar negeri. Pertama adalah masalah perekonomian keluarga, lalu ada perkawinan dan perceraian, pergeseran budaya, pendidikan dan pengasuhan anak, dan gaya hidup. Untuk memahami realitas yang dihadapi oleh para pekerja migran, Suster menyebutkan data pemulangan jenazah PMI sejak 2019 hingga 2021, situasi di tempat kerja yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja, atau bahkan tidak mendapatkan hak-haknya karena tidak ada perjanjian kerja. Yang paling parah adalah situasi setelah pulang dari rantauan. Bersyukur jika PMI tersebut bisa pulang dengan keadaan baik, namun sangat banyak pula PMI yang pulang dalam keadaan sakit berat, gangguan jiwa, hamil di luar nikah, mengalami cacat fisik, tidak mendapatkan gaji, ditolak keluarga, dan permasalahan dalam rumah tangga lainnya.
Mengakhiri
sosialisasinya, Suster menjelaskan tentang pelayanan kargo yang dilakukan oleh
Tim Pelayanan Kargo lalu mengajak masyarakat untuk lebih berani mengungkapkan
kasus-kasus TPPO yang ditemui disekitar mereka, juga untuk terlibat aktif dalam
mengkampanyekan anti Perdagangan Manusia.
Suster meminta
kepada masyarakat yang di dominasi oleh perempuan untuk membagikan pengalaman
mereka yang pernah bekerja di luar negeri atau punya keluarga di luar negeri.
Pertama dari
seorang ibu yang menceritakan bahwa ia hampir menjadi TKW pada 2020 untuk
bekerja di Malaysia, namun karena pandemi akhirnya kembali ke kampung halaman.
Ibu tersebut pergi karena masalah keluarga.
Lalu ada pula seorang ibu yang menceritakan saat ini dua anaknya bekerja
di Bali dan Jogja. Suaminya di Malaysia dan pulang setiap dua tahun. Suaminya
merantau demi bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi.
Selanjutnya seorang relawan jaringan kemanusiaan di Malaka menceritakan kisah ayahnya pergi merantau secara ilegal. Ayahnya pulang lewat jalur tikus dan dikejar oleh polisi. Ayahnya lolos namun hanya bawa diri badan dan ransel kecil karena barang-barang yang ia beli sebagai hadiah untuk anak-anaknya dibuang begitu saja. Ia juga memiliki seorang Kakak Ipar yang meninggal dunia karena kecelakaan di Malaysia, meskipun dilarang untuk buka peti tapi keluarga tetap buka dan melihat banyak jahitan. Relawan itu juga menceritakan pengalaman pendampingan pada ex migran yang mendapatkan kekerasan secara fisik, mental dan seksual dari majikan.
Usai penyampaian pengalaman dari masyarakat, Pak Muhammad Geo Amang dari UPT BP2MI Kupang melanjutkan memberikan sosialisasi tentang tugas pokok dari BP2MI, lalu cara bermigrasi yang aman serta kelengkapan dokumen. Pak Geo juga meminta masyarakat agar menghapus negara Malaysia sebagai negara tujuan rantauan karena ada negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan Jerman yang lebih menghargai para pekerja migran dengan angka gaji yang besar. Namun tentunya itu memiliki prosedur yang harus diikuti. Mengakhiri sosialisanya Pak Geo memberikan tugas kepada perangkat desa untuk menyebarkan informasi tentang bermigrasi yang aman, mendata warga yang merantau dan yang pulang, memfasilitasi PMI yang hendak berangkat dan memberdayakan purna PMI.
Sesi terakhir Jeni Laamo dan Kakak Lya diberikan kesempatan untuk menyampaikan fenomena masyarakat
dalam bersosial media, materi ini kami peroleh dari MILAP.
Sosialisasi dibuka
dengan sebuah pertanyaan refleksi, apa
yang bisa dilakukan dengan media sosial? Sebagai pembuka, Jeni menjelaskan
tentang fenomena masyarakat dalam bersosial media.
FOMO/Fear of
Missing Out (Takut Ketinggalan): ketakutan jika tidak mengikuti berita, gosip,
atau tren yang diikuti oleh banyak orang di media sosial atau bisa disebut juga
dengan takut dianggap ketinggalan zaman. Akibatnya yaitu mudah percaya berita
yang beredar, tidak melakukan cross check
kebenaran informasi, main sebar berita ke teman dan keluarga.
Catfishing (identitas palsu): adalah sebuah fenomena di mana seseorang menggunakan identitas palsu
dalam berinteraksi di media sosial. Fenomena ini merupakan tindakan penipuan
karena identitas palsu yang digunakan biasanya merupakan identitas milik orang
lain tanpa sepengetahuan orang tersebut. Tujuan dari catfishing ini
bermacam-macam, dari krisis kepercayaan diri hingga memang bermaksud untuk
melakukan tindakan kriminal. Contohnya suster laurentina minta kiriman pulsa
atau uang, manager perusahaan merekrut tenaga kerja ke luar negeri.
Cyberbullying
(kekerasan media sosial): sebuah kekerasan yang terjadi di
dunia maya yang bisa terjadi pada siapa saja. Bentuknya yaitu komentar jahat di media sosial, mempermalukan seseorang lewat foto
yang di-upload tanpa persetujuan, menyebarkan fitnah, pengiriman ancaman
lewat media sosial, membagikan foto atau video korban hingga viral.
Kakal Lya melanjutkan dengan menyampaikan
materi hal yang bisa dilakukan agar bisa bersosial media dengan baik.
Jangan Asal
Posting Konten: sadari betul
bahwa akun medsos anda bisa dilihat secara publik, termasuk semua postingan di
dalamnya.
Tak Perlu
Detail Mencantumkan Informasi: jangan pernah mencantumkan informasi pribadi yang detail karena kita
tidak pernah tahu ancaman-ancaman apa yang sedang mengintai. Misal: nama anak,
sekolah anak, sedang dimana, dapat uang
Jaga Etika: hindari penggunaan
kata-kata kasar atau yang mengandung unsur SARA. Hormatilah orang lain
sebagaimana kita ingin dihormati.
Selalu
Waspada dan Jangan Langsung Percaya: waspadai pula pengguna-pengguna tak dikenal
yang tiba-tiba mengirim pesan tanpa maksud dan tujuan yang jelas untuk mencegah
terjadinya penipuan (Contoh: SMS hadiah uang)
Filter
Akun-akun yang Diikuti: jauhi akun-akun yang sekiranya toxic dan tidak memiliki kegunaan apapun.
Media sosial bisa dijadikan sebagai wadah
untuk melawan perdagangan orang. Sebagai prakteknya, para pembicara meminta masyarakat yang
hadir untuk memposting video pendek di semua media sosial yang dimiliki dengan
narasi singkat untuk mengkampanyekan Stop Perdagangan Orang.
Masyarakat dibagi menjadi lima kelompok dan
mereka dibebaskan untuk mengkreasikan video dengan narasi singkat yang sudah disusun pemateri dengan batasan waktu satu jam. Jika sudah selesai, hasilnya bisa dikirimkan ke
Pak Marten selaku Pejabat Kepada Desa Umato’os dan Pak Marten akan mengirimkan
video itu pada Kak Ima dan diolah untuk dimasukkan ke chanel Youtube MILAP.
Masyarakat
begitu bersemangat, ada kelompok yang membuat video versi Tik Tok, ada pula
yang dengan lantang menyuarakan kampanye Anti Perdagangan Manusia. Setelah
video dari semua kelompok diterima oleh Pak Marten, tim pemateri kemudian menuju ke Desa
Kletek untuk melanjutkan memberikan sosialisasi di desa itu.
Kantor Desa
Kletek sangat sederhana, atapnya masih dari daun, lantainya masih kasar.
Masyarakat yang hadir didominasi oleh orangtua. Sosialisasi disampaikan seperti
di Desa Umato’os, namun tanpa materi tentang media sosial. Pak Geo juga menyampaikan hal yang sama
seperti di Desa Umato’os. Untuk sesi tanya jawab, ada seorang bapak yang
bertanya pada suster mengapa jenazah yang dipulangkan ke keluarga dilarang
untuk dibuka. Suster lalu menjelaskan bahwa peti jenazah PMI tidak dilarang
untuk dibuka namun menyarankan untuk tidak dibuka dengan melihat kondisi
jenazah, seperti penyebab kematian jenazah dan lama waktu tempuh jenazah yang
dipulangkan dari Malaysia adalah sekitar dua minggu dimana keadaan jenazah
didalam peti sudah membusuk. Jika ingin membuka peti, silakan, namun kondisi
jenazah pun perlu diperhatikan.
Sosialisasi di
Desa Kletek diakhiri dengan foto bersama masyrakat dan perangkat desa.
Antusiasme masyarakat di Desa Umato’os menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat pun akan mengerti dan memahami serta mau terlibat langsung dalam kampanye anti Perdagangan Manusia ini jika ada yang merangkul mereka. Namun sosialisasi di Desa Kletek juga memberikan sebuah fakta bahwa tidak semua masyarakat memiliki pemikiran yang sama. Jika perangkat desanya pun tidak peduli, bagaimana dengan masyrakatnya untuk peduli. Semoga informasi yang sudah dibagikan ini bisa disebarkan ke masyarakat yang lebih luas oleh mereka yang hadir, tidak hanya berhenti sampai di mereka saja.