Wednesday, May 11, 2011
Kegiatan di Rumah Singgah bulan April 2011
Tuesday, May 10, 2011
Bakti Sosial bersama Dewan Kesehatan Rakyat
Thursday, May 5, 2011
Pemutaran Perdana film "Si Anak Kampoeng"
Pada hari Selasa, 19 April 2011, Sahabat Insan menghadiri pemutaran perdana film “si Anak Kampoeng” yang memaparkan bibiografi Syafi’i Maarif kecil. Pemutaran perdana film ini disaksikan di studio 1 dan 2 XXI Epicentrum, Kuningan. Kerabat Syafi’I Maarif dan LSM diundang dalam pemutaran perdana ini seperti Johan Effendy, Musdah Mulia, Romo Ignatius Ismartono, SJ serta para undangan lainnya. Selain itu, tampak beberapa diantaranya ikut memberi sambutan sebelum pemutaran film berlangsung, yaitu Bapak Hajriyanto Thohari dan Taufik Abdullah. Harapannya film ini dapat menginspirasi kita dan anak-anak Indonesia dalam menggapai impian dan hidup dalam kemajemukan budaya.
Mengisahkan tentang kehidupan seorang anak yang bermimpi pergi merantau dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Pi’i itulah panggilan kecil dari Syafi’i Maarif yang lahir di Sampur Kudus, Sumatera Barat dari seorang Kepala Nagari (setingkat desa). Ibunda dari Pi’i telah meninggal saat ia masih sangat kecil. Dengan tetap teguh, sang ayah mengharapkan agar Pi’i kelak dapat menjadi seperti dirinya dan membangun Sampur Kudus. Ia dididik oleh seorang guru untuk bela diri kemudian bersekolah di Sekolah Rakyat Sampur Kudus. Di sekolah ini, Pi’i menikmati masa belajarnya yang cemerlang dan bergaul dengan teman-temannya. Kenakalan kecil dapat dipetiknya menjadi suatu pelajaran sikap yang baik. Baginya perbedaan dalam suku dan keyakinan di Indonesia merupakan suatu hal yang positif. Dalam perkembangan zaman mendekati perjuangan Kemerdekaan Indonesia dan usia yang masih muda, ia dapat berpidato dan menginspirasi teman dan orang-orang Sampur Kudus mengenai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dan hidup saling menghormati. Inilah salah satu yang menjadi nilai plus dari Pi’i.
Keinginannya untuk menimba ilmu semakin besar, sedangkan sang ayah menginginkan agar ia tetap berada di Sampur Kudus. Ia pun berjuang dan akhirnya memperoleh dukungan ayahnya untuk pergi merantau menimba ilmu. Kegagalan dalam ujian masuk sekolah pun ia alami, namun dengan gigih ia berjuang kembali pada kesempatan kedua untuk mencapai impiannya, sampai akhirnya dia berhasil masuk SMA di desanya, bahkan pada akhirnya nanti, ia mampu melanjutkan studi di Amerika.
Mengisahkan tentang kehidupan seorang anak yang bermimpi pergi merantau dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Pi’i itulah panggilan kecil dari Syafi’i Maarif yang lahir di Sampur Kudus, Sumatera Barat dari seorang Kepala Nagari (setingkat desa). Ibunda dari Pi’i telah meninggal saat ia masih sangat kecil. Dengan tetap teguh, sang ayah mengharapkan agar Pi’i kelak dapat menjadi seperti dirinya dan membangun Sampur Kudus. Ia dididik oleh seorang guru untuk bela diri kemudian bersekolah di Sekolah Rakyat Sampur Kudus. Di sekolah ini, Pi’i menikmati masa belajarnya yang cemerlang dan bergaul dengan teman-temannya. Kenakalan kecil dapat dipetiknya menjadi suatu pelajaran sikap yang baik. Baginya perbedaan dalam suku dan keyakinan di Indonesia merupakan suatu hal yang positif. Dalam perkembangan zaman mendekati perjuangan Kemerdekaan Indonesia dan usia yang masih muda, ia dapat berpidato dan menginspirasi teman dan orang-orang Sampur Kudus mengenai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dan hidup saling menghormati. Inilah salah satu yang menjadi nilai plus dari Pi’i.
Keinginannya untuk menimba ilmu semakin besar, sedangkan sang ayah menginginkan agar ia tetap berada di Sampur Kudus. Ia pun berjuang dan akhirnya memperoleh dukungan ayahnya untuk pergi merantau menimba ilmu. Kegagalan dalam ujian masuk sekolah pun ia alami, namun dengan gigih ia berjuang kembali pada kesempatan kedua untuk mencapai impiannya, sampai akhirnya dia berhasil masuk SMA di desanya, bahkan pada akhirnya nanti, ia mampu melanjutkan studi di Amerika.
Monday, May 2, 2011
Ucapan Syukur atas Beatifkasi Paus Yohanes Paulus II di KWI
Sebagai ucapan syukur atas beatifikasi Paus Yohanes Paulus II di Vatikan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengadakan Misa Syukur serta Seminar yang diadakan pada hari Minggu, tanggal 1 Mei 2011 bertempat di lantai 4 kantor KWI, Jl Cut Mutiah Jakarta.
Sahabat Insan yang diundang dalam acara tersebut, diwakili oleh dua orang relawannya: Tanti dan Nino. Acara tersebut dihadiri juga oleh para Romo, Suster, karyawan KWI serta undangan lainnya.
Acara dimulai dengan Misa Konselebrasi dengan Selebran utama Rm Eddy Purwanto didampingi oleh Rm Eddy Kristiyanto, OFM, Rm Adi Susanto, SJ, Rm Agus Surianto, Rm Dani Sanusi , Rm Agust Alfons Duka, Rm Romanus Hardjito dan Rm Guido Suprapto, serta koor dari Suster-suster JMJ dan Frater CICM. Dalam kotbahnya, Rm Eddy Purwanto menegaskan bahwa Paus Yohanes Paulus II adalah sosok yang selalu mengusahakan perdamaian dunia tanpa henti. Tokoh seperti ini yang sekarang dibutuhkan oleh Indonesia, yang mampu melintasi batas agama, suku, bangsa dan bahasa. Bagi Paus, semua manusia sejatinya hanya satu, yaitu ciptaan Allah.
Setelah diselingi dengan makanan ringan, acara dilanjutkan dengan seminar dengan moderator Ibu Murni, seorang psikolog dari Atma Jaya. Pembicara pertama, Prof. Dr. A. Eddy Kristiyanto, OFM mengangkat tema 'Non Abbiate Paura!' - semboyan yang selalu didengung-dengungkan oleh Paus Yohanes Paulus II semasa hidupnya. "Jangan takut, bukalah pintu hatimu bagi Kristus selebar-lebarnya", membuat Paus ini begitu unik, bukan hanya humanis, namun juga berpegang erat pada ajaran Kristus. Selain itu, Paus Yohanes Paulus II juga merupakan paus yang dikenal paling Marianis karena kecintaan dan kedekatannya pada Bunda Maria.
Pembicara kedua adalah Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, MA yang membawakan tema: Enam Tahun Ditinggal Seorang Paus Humanis. Dalam materinya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengulas kesannya yang mendalam selama mengenal Paus semasa hidupnya. Humanis, pemaaf, teguh pada doktrin gereja, the Great Lover, bukan hanya pemimpin agama, tetapi juga pemikir dan penulis prolifik, adalah sebagian kesan yang pantas diberikan kepada Paus Yohanes II. Dalam konteks dengan kondisi Indonesia saat ini, pemimpin seperti inilah yang diperlukan. Sifatnya yang hangat dan membumi perlu dicontoh oleh siapa saja yang menginginkan Indonesia yang lebih baik.
Acara kemudian ditutup dengan ramah tamah dan makan siang bersama.
Sahabat Insan yang diundang dalam acara tersebut, diwakili oleh dua orang relawannya: Tanti dan Nino. Acara tersebut dihadiri juga oleh para Romo, Suster, karyawan KWI serta undangan lainnya.
Acara dimulai dengan Misa Konselebrasi dengan Selebran utama Rm Eddy Purwanto didampingi oleh Rm Eddy Kristiyanto, OFM, Rm Adi Susanto, SJ, Rm Agus Surianto, Rm Dani Sanusi , Rm Agust Alfons Duka, Rm Romanus Hardjito dan Rm Guido Suprapto, serta koor dari Suster-suster JMJ dan Frater CICM. Dalam kotbahnya, Rm Eddy Purwanto menegaskan bahwa Paus Yohanes Paulus II adalah sosok yang selalu mengusahakan perdamaian dunia tanpa henti. Tokoh seperti ini yang sekarang dibutuhkan oleh Indonesia, yang mampu melintasi batas agama, suku, bangsa dan bahasa. Bagi Paus, semua manusia sejatinya hanya satu, yaitu ciptaan Allah.
Setelah diselingi dengan makanan ringan, acara dilanjutkan dengan seminar dengan moderator Ibu Murni, seorang psikolog dari Atma Jaya. Pembicara pertama, Prof. Dr. A. Eddy Kristiyanto, OFM mengangkat tema 'Non Abbiate Paura!' - semboyan yang selalu didengung-dengungkan oleh Paus Yohanes Paulus II semasa hidupnya. "Jangan takut, bukalah pintu hatimu bagi Kristus selebar-lebarnya", membuat Paus ini begitu unik, bukan hanya humanis, namun juga berpegang erat pada ajaran Kristus. Selain itu, Paus Yohanes Paulus II juga merupakan paus yang dikenal paling Marianis karena kecintaan dan kedekatannya pada Bunda Maria.
Pembicara kedua adalah Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, MA yang membawakan tema: Enam Tahun Ditinggal Seorang Paus Humanis. Dalam materinya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengulas kesannya yang mendalam selama mengenal Paus semasa hidupnya. Humanis, pemaaf, teguh pada doktrin gereja, the Great Lover, bukan hanya pemimpin agama, tetapi juga pemikir dan penulis prolifik, adalah sebagian kesan yang pantas diberikan kepada Paus Yohanes II. Dalam konteks dengan kondisi Indonesia saat ini, pemimpin seperti inilah yang diperlukan. Sifatnya yang hangat dan membumi perlu dicontoh oleh siapa saja yang menginginkan Indonesia yang lebih baik.
Acara kemudian ditutup dengan ramah tamah dan makan siang bersama.
Subscribe to:
Posts (Atom)