Hari Minggu, 14 Oktober 2018 di kantor DPD NTT dilaksanakan pertemuan yang diadakan oleh AICHR (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights) bekerja sama dengan IOM, Kedutaan Swiss di Indonesia, DPD Kupang dan Kementerian Luar Negeri RI. Pertemuan diadakan dengan tema "Dialog Publik dan Pelatihan Pendekatan Berbasis HAM Untuk Implementasi Kovensi ASEAN Melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak". Kegiatan ini bertujuan untuk mengimplementasikan penanganan perdagangan orang di ASEAN, khususnya di wilayah NTT, dengan pendekatan berbasis HAM.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi didampingi oleh DPD NTT, Kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi, Narkertrans, Bareskrim Kupang, Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak. Tak hanya itu, perwakilan dari IOM, pegiat isu pemberantasan perdagangan orang NTT dan beberapa LSM lainnya serta insan pers juga memenuhi undangan.
Dinna Wisnu, Ph.D selaku wakil Indonesia untuk AICHR, menyampaikan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang HAM dan mencegah kerentanan oleh para pelaku perdagangan manusia. Untuk pertama kalinya, AICHR mendorong secara konkrit pemberantasan TPPO hingga ke level daerah. Dalam tiga tahun terakhir, AICHR secara terus menerus melihat situasi dan membangun jaringan secara lokal, nasional maupun regional, dan akhirnya memutuskan untuk memberikan perhatian secara khusus kepada NTT sebagai daerah percontohan pemberantasan TPPO.
Walaupun di daerah lain juga banyak terjadi kasus TPPO, namun memberikan perhatian kepada NTT akan mengungkapkan banyak hal dan membangun pemahaman yang lebih baik. Di NTT, hampir selalu ada korban yang meninggal dunia atau disiksa, padahal sejumlah program pelayanan satu-atap sudah ada di sana demi memotong jalur non-prosedural untuk berangkat bekerja ke luar negeri. Demikian juga masyarakat sipil dan para tokoh agama kabarnya sudah sangat aktif bergerak melawan tindakan kejahatan ini. Artinya pasti ada yang luput dari perhatian di situ, yaitu: ada sistem yang tidak jalan, ada yang tetap bisa menjual orang meskipun Pemda sudah sangat tegas. Melalui NTT, AICHR mengupayakan jalur komunikasi penyelesaian masalah TPPO yang lebih efektif dengan Malaysia dan negara-negara ASEAN lainnya. Negara-negara ASEAN sendiri telah meratifikasi Konvensi ASEAN Anti Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak (ACTIP) yang diresmikan sejak bulan Maret 2017 yang lalu. Berkat perjuangan AICHR, sampai hari ini sudah 9 negara ASEAN yang meratifikasi konvensi tersebut, kecuali Brunei Darussalam.
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi yang membuka acara secara langsung, menyampaikan apresiasinya terhadap semua pihak yang bersama-sama bergandengan tangan dalam memberantas pelaku perdagangan orang. Ia juga mengungkapkan keseriusannya dalam memberantas perdagangan orang yang terjadi di daerah NTT. Hal itu sudah terbukti dengan kembalinya beberapa korban perdagangan manusia dari Medan (3 orang) dan dari Maumere (11 orang) ke Kupang. Ia juga mengatakan secara tegas untuk meluruskan realisasi dari pasal 1 dan 2 UU no. 21 tahun 2007 yang menegaskan bahwa hukuman bagi pelaku perdagangan orang adalah minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun masa kurungan dan membayar denda. Ia menegaskan bahwa pasal tersebut menggunakan kata penghubung DAN bukan ATAU, sehingga meskipun sudah mendapatkan hukuman tahanan, pelaku perdagangan manusia wajib membayar denda. Menurutnya, dari segi perundang-undangan, penegakan untuk memberantas perdagangan orang sudah sangat lengkap, namun sangat diperlukan implementasinya dalam masyarakat. Ia juga membukakan rencana perjalanannya yang akan berangkat ke Malaysia bersama dengan Gubernur NTT guna melakukan pendataan bagi saudara-saudari yang berada di Malaysia. "Jika memang kondisi mereka di sana sejahtera dengan pekerjaannya namun tidak punya dokumen, maka kita fasilitasi dengan baik segala pengurusan dokumennya. namun kalau pekerjaannya kurang bagus, maka akan kita segera pulangkan ke NTT' ujar Wakil Gubernur NTT.
Sehubungan dengan hal itu, sebagai pemandu diskusi, Dinna Wisnu juga memaparkan secara keseluruhan permasalahan terkait perdagangan orang yang terjadi dalam lingkup internasional (ASEAN), nasional bahkan hingga ke lingkup regional.
Dalam diskusi ini, diketahui dengan jelas berbagai kasus perdagangan manusia yang tidak hanya terjadi di daratan melainkan juga di lautan luas. Mirisnya, praktik kejahatan ini terorganisir dengan baik bahkan melewati lintas batas negara. untuk memerangi hal tersebut, perlu dilakukan langkah konkrit oleh seluruh lapisan masyarakat dalam sebuah jaringan yang terkoneksi dengan baik.
Di akhir diskusi, peserta dapat memetakan hal konkret tentang berbagai cara pencegahan, perlindungan korban, penegakan hukum dan penuntutan, serta jenis-jenis kerja sama anatar negara. Seluruh masukan dan saran yang membangun telah dirangkum oleh AICHR untuk kemudian diramu menjadi suatu kebijakan yang bisa diimplementasikan secara efektif.