Tuesday, February 12, 2019

Kisah Rindu Sang Kakek Untuk Cucunya Yang Hilang

Siang itu cuaca sangat terik, menemani perjalanan tim Sahabat Insan menyusuri desa demi desa yang ada di Timor Tengah Selatan. Terlihat jalanan yang terjal berbatu yang merupakan bekas sungai besar yang kering karena musim kemarau. Namun tak ada pilihan lain untuk dapat sampai ke sebuah desa di kecamatan Mollo Barat untuk menemui seorang kakek yang telah kehilangan cucunya selama bertahun-tahun setelah diajak untuk bekerja di Malaysia. Sang kakek, yang berusia kurang lebih 80 tahun ini menerima tamu-tamunya di bawah pohon rindang di pekarangan rumahnya, Kemudian ia pun mulai berkisah mengingat-ingat peristiwa yang telah terjadi sekitar 8 tahun yang lalu. 

Pada tanggal 2 Oktober 2010 malam, ada seorang wanita yang datang bertamu ke rumahnya. Wanita itu sebenarnya tidak terlalu asing bagi sang kakek, karena ia adalah adik ipar dari kepala desa yang saat itu sedang menjabat. Kakek pun juga mengetahui rumah wanita tersebut yang bersebelahan dengan rumah kepala desa saat ini. Oleh sebab itu, kakek  dan nenek menerimanya dengan baik-baik. Setelah berbasa-basi sejenak, wanita tersebut mengungkapkan maksud kedatangannya, yaitu untuk menawarkan pekerjaan bagi Nelly, cucu perempuan sang kakek, dan membawanya ke Kupang untuk melakukan medical check-up sebagai syarat untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Sang kakek, yang saat itu dalam kondisi sakit, mengatakan tidak setuju jika cucunya langsung dibawa pada saat itu juga, karena hari sudah malam. Ia menyarankan agar mereka lebih baik berangkat keesokan paginya, dan ia hanya memperbolehkan Nelly pergi selama satu hari saja di Kupang, dan harus kembali lagi ke desa untuk didoakan oleh keluarga. Selain itu sang kakek juga mengatakan bahwa keberangkatannya harus diketahui dan terdata oleh kepala desa setempat. Setelah mengatakan itu semua, sang kakek kembali ke tempat tidur untuk beristirahat karena kondisi badannya yang masih lemah. Si wanita kemudian melanjutkan perbincangan dengan sang nenek.

Mendengar tawaran itu, Nelly remaja langsung berbinar-binar membayangkan kehidupan yang mewah dan menyenangkan di Malaysia, tidak seperti kehidupannya saat itu yang sehari-hari dihabiskannya di bawah panas terik di kebun. Ia termakan bujuk rayu calo tersebut kemudian bersikeras dan membujuk neneknya agar memberikan ijin untuk pergi malam itu juga. Setelah melihat cucunya yang sangat bersemangat, hati sang nenek pun luluh dan dia mengijinkan cucu tercintanya dibawa oleh wanita tersebut. Pada pukul 20.00 WITA, wanita tersebut membawa Nelly yang saat itu baru berusia 15 tahun. Dan sejak saat itu, Nelly menghilang tanpa jejak. Hingga saat ini, sang kakek tidak dapat melihat cucunya sama sekali dan juga tidak sekalipun mendapatkan uang oko mama. Wanita yang mengajak Nelly itu pun ikut menghilang tanpa bekas, Ia dikabarkan telah pindah ke Kupang bersama dengan anak dan suaminya.

Sang kakek mengaku sangat merindukan cucunya. Ia menceritakan bahwa ia pernah terjatuh dari pohon karena terus menerus memikirkan Nelly. Saat itu, ia mendengar bahwa ada anak tetangganya yang kembali pulang dari Malaysia setelah bekerja selama 5 tahun. Seketika pikirannya melayang teringat akan nasib cucunya yang tak berkabar. Pada saat itu, ia juga berharap cucunya bisa pulang ke pelukannya, Namun semua itu hanya angan semata. Tidak ada yang mengetahui dimana keberadaan Nelly saat ini. "Saya sangat sedih kenapa Nelly tidak pulang, sementara Nelly yang terlebih dahulu berangkat, kemudian nona itu. Jadi saya tidak dapat memegang pohon hingga akhirnya terjatuh ke tanah," ujar kakek sambil menunjukkan tangannya yang masih bengkak.


Nelly dititipkan oleh mama kandungnya yang meninggal saat ia berusia satu tahun. Bapak kandung Nelly kemudian menikah lagi dan pindah ke tempat lain. Sejak saat itu, sang kakek sudah menganggap anak dari keponakannya ini sebagai cucu kandungnya sendiri. Ia membesarkan dan merawat Nelly bersama dengan anak semata wayangnya yang saat ini sudah berkeluarga. Menurutnya, Nelly rajin membantunya bekerja di sawah, memikul beras, dan mengusir burung. "Mungkin kalau Nelly masih tinggal di sini, ia pasti sudah berkeluarga juga dan mengelola sawah yang luas di belakang rumah," ujar sang kakek.

Kini, pasangan kakek dan nenek ini hidup bersama anak tunggal mereka dan juga cucunya. Mereka bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tiga bulan sekali, mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Sang kakek sangat bersyukur karena bantuan tersebut dapat meringankan beban hidupnya.

Orang hilang merupakan satu dari ribuan kasus yang menimpa Pekerja Migran Indonesia. BNP2TKI sendiri mencatat bahwa setidaknya 2.600 kasus migran yang meninggal atau hilang sejak tahun 2014. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang berangkat tanpa melalui jalur resmi atau non-dokumen, sehingga tidak bisa dilacak keberadaannya. Para pekerja non-dokumen ini diperkirakan sekitar 30% dari total pekerja migran Indonesia yang berjumlah 6,2juta orang. Saat ini upaya-upaya untuk mengurangi jumlah kasus-kasus tersebut terus dilakukan, diantaranya sosialisasi bahaya perdagangan manusia, pemberdayaan masyarakat, serta membangun sistem informasi terpadu di desa sehingga para pekerja migran yang akan berangkat dapat memperoleh informasi dengan mudah dan dilayani dengan cepat.