Sebanyak 118 perempuan ditampung di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) milik pemerintah. Mereka semua berasal dari Timur Indonesia, ada yang dari Flores dan ada juga yang berasal dari NTT. Sahabat Insan mengunjungi mereka untuk kedua kalinya, Jumat, 19 September yang lalu.
Kami membawakan kue-kue untuk mereka. Bersama dengan empat suster, kami berusaha berbagi kegembiraan. Mereka menyambut kami dengan penuh sukacita. Suster Lauren yang telah sampai terlebih dahulu memperkenalkan kami satu per satu. Selesai berkenalan, mereka dibagi menjadi lima kelompok dan masing-masing dari kami masuk ke kelompok tersebut yang dibagi sesuai dengan asal mereka.
Di dalam kelompok, mereka berbagi cerita bagaimana mereka bisa sampai ke RPTC. Ketika kami tanya berapa usia mereka, kami sangat terkejut karena masih banyak yang berusia anak-anak. Bahkan, ketika berkenalan, ada seorang anak yang masih berusia 15 tahun.
Seperti buruh migran yang lainnya, mereka pergi hendak bekerja ke luar negeri karena membutuhkan biaya untuk kehidupan keluarga. Mereka bisa saja bertani atau berjualan di pasar, tetapi, hasilnya tak seberapa. Tidak cukup untuk membiayai anak-anak sekolah.
Tetangga-tetangga banyak yang berhasil mengubah hidup mereka dengan bekerja sebagai TKI. Peningkatan kehidupan mereka terlihat dari rumah yang direnovasi, anak-anak yang dapat disekolahkan ke luar pulau, dan keluarga yang dapat membeli tanah dan hewan ternak dalam jumlah yang banyak. Melihat keberhasilan tetangga-tetangga maka mereka pun ingin seperti itu.
Mereka direkrut oleh calo atau sponsor yang ada disekitar rumah mereka. Lalu, mereka dibawa ke Jakarta, tepatnya di bilangan Tangerang. Sempat mereka dijanjikan akan diberi uang sebesar 2 juta untuk keluarga di kampung halaman yang ditinggalkan. Namun, kenyataannya hal itu hanya isapan jempol belaka.
Berbulan-bulan mereka berada di Balai Latihan Kerja (BLK) di Tangerang. Tempatnya kecil dan sesungguhnya tak dapat menampung sampai total 300 orang. Anak-anak itu bercerita mereka harus antre berjam-jam untuk mandi dan makan. Makanan yang mereka dapatkan tak cukup membuat mereka kenyang. Tidur pun tak layak karena tempat tidurnya penuh dengan kutu sehingga mereka tidur di lantai. Mereka juga diharuskan mengepel, menyapu, membersihkan BLK setiap hari. Pelatihan yang seharusnya mereka dapatkan ternyata tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Maka, pada suatu hari, BNP2TKI bersama para polisi menggeledah BLK tersebut dan membawa anak-anak Timur tersebut ke RPTC.
Selama berada di RPTC, mereka dapat makan, tidur juga pelatihan yang berguna bagi mereka kelak. Tak henti kami menasihatkan mereka supaya mereka berpikir berkali-kali sebelum memutuskan untuk bekerja sebagai TKI. Kami katakan, tak semua bernasib baik, ada juga yang bernasib malang, sampai tak dapat kembali ke kampung halaman. Selain itu, juga kami sampaikan kepada mereka yang masih ingin bekerja untuk memiliki dokumen yang lengkap dan tidak boleh ada yang dipalsukan.
Ketika kami tanya perihal rencana hidup mereka selanjutnya, ada yang mengatakan akan pulang dan bertani saja di kampung halaman. Ada juga yang mengatakan akan mencari pekerjaan di Jakarta saja. Ada juga yang akan mencari modal untuk berjualan.
Menurut kabar berita, minggu ini mereka akan dipulangkan terlebih dahulu ke kampung halaman mereka masing-masing. Dan semoga kehidupan mereka selanjutnya, dapat lebih baik.