Tuesday, March 31, 2015

Berdiskusi tentang ASEAN Economic Community 2015 & Agenda Perlindungan Buruh Migran

19 Maret 2015, Migrant Care menggelar sebuah forum diskusi yang membahas tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan agenda perlindungan buruh migran bertempat di Hotel Oria, Menteng, Jakarta Pusat. Dari kalangan pemerintah, lembaga penelitian, instansi pendidikan, komunitas pemerhati buruh migran, dan media massa turut berpartisipasi dalam forum diskusi tersebut.


Forum ini membahas tentang ASEAN yang cenderung kurang mengakomodasi buruh migran yang berada di sektor rumah tangga, perindustrian, perkebunan, perikanan, dan konstruksi dalam AEC 2015. Hal ini tentu memicu aksi protes mengapa buruh migran terkesan menjadi pihak minoritas. Pada kenyataannya, Indonesia menyumbang banyak pasokan tenaga kerja yang terlibat di area tersebut.

Acara tersebut dibuka oleh Analis Kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo. Beliau menyampaikan apresiasinya kepada seluruh peserta dan narasumber yang ikut berpartisipasi. Wahyu Susilo sungguh berharap sumbangan ide dan realisasinya dapat membantu melindungi buruh migran yang berada di luar negeri. Sebagai pembuka, Direktur Kerja Sama Fungsional ASEAN, J.S George Luntu, memaparkan tentang posisi Indonesia dalam melindungi buruh migran di ASEAN. Terkait dengan pernyataan pers tahunan Menteri Luar Negeri yang mengacu pada penguatan perlindungan hukum buruh migran yang bersifat non diskriminatif, Kemlu sedang mengupayakan perumusan ASEAN Instrument on the Protection dan Promotion of the Rights of Migrant Workers yang bersifat legally-binding dan non diskriminatif. J.S. George Luntu menyayangkan atas perbedaan pandangan dengan negara ASEAN tentang penggolongan kelompok tenaga kerja tersebut. Seperti yang di ungkapkan oleh Yuyun Wahyuningrum, senior advisor on ASEAN and Human Rights at the Human Rights Working Groups (HRWG), bahwa tujuan dari AEC 2015 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meminimalkan gaps di kawasan Asia Tenggara, namun dengan adanya isu buruh migran yang tidak menjadi prioritas kerjasama ASEAN maka tujuan dari AEC tidak akan tercapai. Hal itu dinilai karena kurang konsistennya ASEAN atas kebijakan yang dibuat. Sedangkan, Charan Bal, Dosen Hubungan Internasional di Universitas Parahyangan, mengungkapkan bahwa perlu adanya pemerataan langkah-langkah konkrit negara ASEAN dalam perlindungan buruh migran. Sehingga kesadaran akan ketidaksetaraan kelompok pekerja turut dipikirkan oleh negara negara kawasan ASEAN.

Pada sesi kedua, DR. M. Reza Damanik membuat acara forum lebih santai dengan mengajak narasumber untuk duduk bergabung bersama peserta diskusi yang lain. Cetusan ide maupun tanggapan dari narasumber memicu sumbangan ide dari masyarakat pemerhati buruh migran. Mereka sangat setuju bahwa AEC 2015 adalah momen yang tepat untuk menggerakkan perlindungan buruh migran di kawasan Asia Tenggara. Mereka juga menambah akan adanya peningkatan pelatihan di BLK daerah sehingga nantinya buruh migran siap untuk berjuang di pasar bebas. 

Forum diskusi AEC 2015 ini berlangsung sampai dengan sore hari. Kemudian, pihak Migrant Care membuat ringkasan dari kumpulan ide dari peserta FGD AEC 2015 yang nantinya akan dibagikan lewat email. Di akhir acara, Wahyu Susilo mengungkapkan bahwa forum diskusi ini akan terus di-follow up agar kesetaraan buruh migran dapat tercapai nantinya.