Pada tanggal 3 - 4 Oktober 2015 lalu diselenggarakan
Pelatihan Paralegal untuk Lembaga Pelayanan dengan tema "Memenuhi Hak dan Kewajiban Para TKI dari Singapura" bertempat di
Wisma KWI, Jakarta Selatan. Acara ini
digagas oleh International Organization for Migration (IOM), Susteran Gembala
Baik, dan Justice Without Borders (JWB). Nurul, Direktur IOM Indonesia, mengungkapkan
bahwa pelatihan ini sangat berguna karena kurangnya pengetahuan lembaga
pelayanan dan buruh migran yang mencari perlindungan hukum di Singapura. Terlebih lagi karena adanya nara
sumber langsung dari Singapura yaitu JWB, organisasi
nirlaba yang membantu korban eksploitasi tenaga kerja dan perdagangan manusia
dalam mencari kompensasi yang adil terhadap pelaku kejahatan, meskipun korban
sudah kembali negara asal. Mereka bekerja sama dengan organisasi lokal untuk
memastikan korban dapat mengakses bantuan hukum di mana saja.
Pelatihan hari pertama dimulai
dengan acara makan siang bersama pada pukul 14.00.
Ada 35 orang peserta yang
berasal dari Jakarta, Bogor, dan Jawa Barat. Mereka mewakili lembaga pelayanan
dari pemerintah maupun swasta. Sebagai narasumber utama, Direktur JWB, Douglas Mclane, memberikan gambaran
singkat mengenai JWB dan rekan advokasi
hukum yang membantu kasus buruh migran di Singapura. Dalam sesi perkenalan,
fasilitator membagi peserta menjadi 5 kelompok. Setiap orang diwajibkan untuk mencatat 3
nama peserta lain dan pengalaman mereka
dalam menangani masalah buruh migran di Singapura. Peserta diharapkan untuk menyampaikan harapan dan
kekhawatiran mereka terhadap kasus yang terjadi.
Pembukaan Pelatihan Paralegal |
Nurul Qoiriah sedang memberikan pemaparan |
Sesi pertama diisi
dengan pemaparan dari Koordinator IOM Indonesia,
Nurul Qoiriah. Beliau menjelaskan
bagaimanakah sebuah kasus dapat
dikategorikan sebagai perdagangan manusia. Fasilitator memberikan beberapa
contoh kasus dan meminta peserta untuk mengkategorikan mana saja yang termasuk
perdagangan manusia atau penyelundupan manusia.
Nurul Qoiriah juga menjelaskan bahwa tidak
tuntasnya kasus buruh migran disebabkan oleh tidak
ada Undang -
Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di negara luar. Kebanyakan
kasus yang terjadi hanya mengacu pada
Undang - Undang Tenaga Kerja Asing. Hal tersebut tidak cukup melindungi buruh
migran secara hukum.
Setelah
istirahat, acara dilanjutkan dengan paparan dari Eddy Purwanto, pengacara Pusat
Bantuan Hukum Buruh Migran di PBH BM Malang. Beliau menjelaskan kerangka hukum
perlindungan buruh migran Indonesia. Secara padat dan singkat, beliau
menjelaskan system apa saja sudah terbangun untuk membantu tenaga kerja
Indonesia. Berkaca dari pengalaman BMI dalam menangani kasus buruh migran, Eddy
Purwanto juga memaparkan hal apa saja yang belum tercakup dalam kerangka hukum
di Indonesia dan perlu untuk terus diperjuangkan.
Direktur
JWB, Douglas Mclane, menutup sesi terakhir di hari pertama dengan gambaran
tentang kebanyakan kasus yang dilaporkan buruh migran di Singapura. Beliau
membagi peserta menjadi 3 kelompok. Setiap kelompok harus membuat daftar kasus
yang paling banyak terjadi. Karena hari sudah mulai senja, Beliau mengakhiri
pelatihan tersebut. Para peserta diberi tugas untuk membaca buku panduan yang
sudah diberikan oleh IOM. Dengan tujuan, peserta mendapat gambaran kerangka
hukum yang ada di Singapura.
Douglas Mclane, Direktur Justice Withot Borders |
Setelah
acara hari pertama usai, para peserta beribadah sesuai dengan keyakinan masing –
masing. Setelah makan malam, peserta melanjutkan perbincangan mereka tentang
kasus buruh migran yang sedang mereka tangani. Tak terasa sudah larut malam,
para peserta kembali ke ruangan mereka untuk beristirahat.
Hari
kedua pelatihan paralegal dibuka oleh Douglas Mclane dengan pertanyaan apakah
kami sudah membaca buku panduan tersebut. Menurutnya itu sangat penting karena
banyak contoh kasus dan acuan hukum yang bisa digunakan untuk membantu kasus
buruh migran disana. Douglas menjelaskan tentang hak, kewajiban, dan jalur
jalur hukum dibawah Undang–undang Singapura. Undang – Undang utama yang
digunakan adalah UU Ketenagakerjaan Asing, UU Keimigrasian, UU ketenagakerjaan
untuk Instansi, UU Ketenagakerjan (tapi tidak dapat diaplikasikan bagi PRTA),
dan UU Kompensasi Kecelakaan di tempat kerja (UU ini juga tidak dapat diaplikasikan
bagi PRTA).
Setelah makan siang, Douglas Mclane membagi peserta
menjadi 2 kelompok besar. Mengacu pada buku panduan JWB, para peserta
memposisikan mereka menjadi seorang pengacara dengan mengindentifikasi
permasalahan yang menimpa korban. Contoh kasus yang disampaikan adalah upah
gaji yang tidak sesuai dengan isi kontrak kerja.. Beliau menjelaskan bahwa
korban dapat menerima bantuan hukum dalam bentuk mediasi, pembayaran ganti
rugi, hukuman pidana, gugatan perdata, dan kompensasi. Tetapi para korban harus
pandai memilih pengacara.
Di sesi berikutnya, Tan Cheow Hung, rekan pengacara
dari JWB menjelaskan bagaimana cara mendapatkan pengacara yang terpercaya di
Singapura. Beliau menyarankan agar korban meminta rekomendasi pengacara pada
NGO. Beliau menekankan harus ada perjanjian tertulis dengan pengacara yang
berisi persyaratan keterlibatan pengacara selama proses hukum. Korban juga
harus berbagi informasi dan bukti dokumentasi yang relevan. Tan Cheow Hung
menyarankan untuk memilih satu paralegal yang menjadi penghubung antara
pengacara dan klien. Biaya mungkin menjadi satu persoalan, korban baiknya
membicarakan hal tersebut dengan pengacara dan NGO partner. JWB dapat membantu
korban untuk menemukan pengacara di Singapura.
Douglas Mclane dan Tan Cheow Hung, narasumber Pelatihan Paralegal |
Foto bersama |
Diakhir paparan yang disampaikan oleh Tan Cheow Hung,
beliau menawarkan konsultasi atas kasus yang masih berjalan kepada paralegal. Pelatihan
paralegal diakhiri dengan sesi foto bersama. Para peserta diharapkan dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka terwujudnya pelayanan
dan perlindungan yang lebih baik bagi para tenaga kerja Indonesia, khususnya
yang bekerja di Singapura.