Wednesday, September 30, 2015

Revisi UU no. 39 tahun 2004 periode DPR RI 2014 - 2019


29 September 2015, bertempat di Press Room DPR RI, Ketua BNP2TKI bersama dengan  Ketua Komisi IX dan Direktur Migrant Care menyampaikan revisi UU no. 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Menteri Tenaga Kerja, M. Hanif Dhakiri, yang semula diagendakan datang tidak dapat menghadiri jumpa pers tersebut.



Seperti yang diungkapkan oleh Anis Hidayah, Direktur Migrant Care bahwa UU no. 39 tahun 2004 memiliki cacat perlindungan Hukum dan HAM bahkan terkesan hanya menjual buruh migran tanpa ada perlindungan yang memadai. Pada periode DPR 2009-2014, revisi ini baru mencapai perubahan judul sedangkan untuk isi belum ada yang berubah. Hal tersebut berimbas pada bertambahnya korban buruh migran seperti kasus-kasus yang belakangan terjadi.

Nusron Wahid, Ketua BNP2TKI, mengungkapkan bahwa dalam revisi ini peran pemerintah akan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan swasta. Pengiriman tenaga kerja hanya akan dilakukan bila negara luar memiliki undang-undang perlindungan tenaga kerja dengan  negara Indonesia. Beliau berharap dengan adanya UU yang melindungi kedua-belah negara, akan terjadi link and match dalam pengiriman buruh migran. Buruh migran hanya akan dikirim bila surat perjanjian kerja atau kontrak sudah ada dan sesuai sehingga tidak akan lagi buruh migran yang diperjualbelikan di negara luar. Secara garis besar tidak ada perubahan yang signifikan dalam struktur dan kontent UU no. 39 tahun 2004, hanya ada perubahan istilah seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) akan berubah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan masih banyak yang lain. Beliau menambahkan bahwa aspek dan isi masih sama seperti yang lama.

Ketua Komisi IX, Dede Yusuf, menambahkan bahwa revisi tersebut juga harus diimbangi dengan kualitas tenaga kerja yang dikirim sehingga mengurangi resiko tindak kekerasan pada buruh migran Indonesia. Kualitas tenaga kerja bisa didapat bila adanya pelatihan yang matang dari pemerintah lokal. Beliau juga menambahkan dana yang digunakan bisa diambil dari anggaran Kementerian Pendidikan sebesar 20%. Kerjasama antar kementerian juga diperlukan. Hal ini juga dipersiapkan untuk menyambut Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2016 mendatang.

Anis Hidayah menambahkan bahwa aspek keadilan pada undang undang harus digarap secara matang. Produk hukum yang baik menghasilkan sebuah keadilan. Hal ini dikarenakan buruh migran membawa wajah perempuan Indonesia yang rentan terhadap tindak kekerasan. Sedangkan isi undang undang yang lama, hanya mengeksploitasi tenaga kerja. Anis sangat berharap revisi UU no. 39 tahun 2004 ini mengacu pada perlindungan pada buruh migran.

Acara pers tersebut ditutup oleh Nusron Wahid dengan ucapan terima kasih kepada rekan pers dan mohon dukungan revisi UU no. 39 tahun 2004.