Monday, November 30, 2015

JAMBORE NASIONAL BURUH MIGRAN: NEGARA HADIR, BURUH MIGRAN TERLINDUNGI

Pada tanggal 23-25 November 2015, Migrant Care bekerja sama dengan BNP2TKI, Universitas Jember dan MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan) menggelar acara Jambore Nasional Buruh Migran, yang pada tahun ini mengambil tema: Negara Hadir, Buruh Migran Terlindungi.




Acara yang baru pertama kalinya diadakan di Indonesia ini bertujuan untuk:
1.       Memperkuat konsolidasi perlindungan buruh migran Indonesia dari desa hingga nasional yang relevan dengan agenda global dannasional.
2.       Mendorong berkembangnya inisiatif-inisiatif baru dalam perlindungan buruh migran Indonesia untuk mendekatkan akses keadilan bagi buruh migran dan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses bekerja di luar negeri.
3.       Mendorong menguatnya gerakan perlindungan buruh migran Indonesia melalui pengorganisasian komunitas dan buruh migran.
4.       Membangun strategi nasional antar multi-stakeholders untuk mewujudkan tersedianya instrumen dan payung hukum perlindungan bagi buruh migran Indonesia dari tingkat desa hingga nasional.
5.       Membuka ruang ekspresi budaya dan kreatifitas sebagai media pemberdayaan dan perlindungan buruh migran.
6.       Membuka ruang diskusi antar komunitas, buruh migran, masyarakat sipil dan pemerintah untuk usulan pembaruan kebijakan perlindungan buruh migran.
7.       Menyusun roadmap perlindungan buruh migran yang aman, murah dan cepat berbasis pada penegakan HAM dan keadilan gender. 

Acara Jambore dikemas dalam sebuah kegiatan yang reflektif, yang mempertemukan agenda global/nasional, menghimpun inisiatif-inisiatif dan gagasan-gagasan berbagai pihak yang bekerja untuk penguatan dan perlindungan buruh migran, serta merumuskan usulan-usulan dan langkah-langkah konkrit menghadirkan negara dalam upaya perlindungan buruh migran Indonesia. Bentuk kegiatan selama acara ini digelar adalah kegiatan di dalam ruangan (dialog kebijakan, seminar nasional, diskusi panel) dan kegiatan di luar ruangan (pameran, pentas seni, klinik hukum, klinik media).




Sebanyak sekitar 1670 orang berpartisipasi aktif dalam acara ini, yang terdiri atas:
  • Komunitas Buruh Migran dalam negeri (mantan buruh migran dan anggota keluarganya) dari Lembata NTT, Lombok Tengah, Jember,  Banyuwangi, Kebumen, Wonosobo, Indramayu, dan Blitar.
  • Buruh migran di luar negeri (Malaysia, Belanda, Singapura, Arab Saudi, dan Hongkong)
  • Organisasi masyarakat sipil di Jawa Timur dan nasional.
  • Organisasi Buruh Migran
  • Pemerintah Pusat
  • Mahasiswa
  • Akademisi (UNEJ, UI, UGM, UNPAR, UNSOED, UNTROY, UNAIR, UNRAM)
  • Kapal Perempuan dan mitra.
  • PEKKA dan mitra
  • Koalisi Perempuan Indonesia
  • Komunitas TKI Purna (BNP2TKI) Banyuwangi dan Jember.

Sahabat Insan sendiri dalam acara ini diminta untuk mendampingi Komunitas Buruh Migran asal Lembata – NTT, yang membawa 100 orang yang terdiri atas pastor, bupati, kepala desa, aparat desa dan terutama mantan buruh migran dan anggota keluarganya.  Mereka merupakan kelompok buruh migran yang datang ke Jember dengan memakai jalur transportasi terlengkap, yaitu darat, laut dan udara. Perjalanan yang cukup panjang ini ditempuh  dalam waktu 3 hari, dengan jalur Lembata – Larantuka – Kupang- Surabaya dan Jember.





Dalam kata sambutannya, Anis Hidayah selaku direktur Migrant Care mengatakan bahwa 6,5 juta pekerja migran yang ada di Indonesia belum diperlakukan sebagai manusia.  Pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah migrasi yang ada di Indonesia ini lebih pada pendekatan ekonomi, bukan memandang masalah yang ada sebagai pelanggaran hak asasi manusia.  Hal ini menyebabkan semua pihak mengejar keuntungan tanpa mempedulikan nasib buruh migran. Hal ini terjadi dari rezim Orde Lama sampai hari ini. Konsep Nawacita yang diusung oleh Pemerintahan Jokowi pun belum berjalan dengan optimal. Oleh sebab itu, Jambore ini diharapkan dapat menyumbangkan roadmap bagaimana negara harus melindungi para buruh migrannya. Penyelamatan harus sudah dilakukan secara sistematis dan terencana, bukan hanya seperti yang terjadi selama ini yang terkesan reaktif, spontan, dan menunggu korban jatuh terlebih dahulu. Begitu juga dari bidang akademis, diharapkan universitas-universitas memiliki studi tentang migrasi, sehingga dunia migrasi akan berkembang dari waktu ke waktu. Anis menambahkan bahwa saat ini belum ada satu universitas pun di Indonesia yang mempelajari tentang hal ini.


Selanjutnya, Rektor Universitas Jember Drs. Moh. Hasan, MSc., PhD selaku tuan rumah mengucapkan selamat datang kepada para peserta jambore.  Beliau mengatakan bahwa Universitas Jember sebagai insan pendidikan tinggi memiliki komitmen untuk memperjuangkan bersama-sama agar kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan buruh migran benar-benar mensejahterakan para buruh.  Universitas Jember bertekad mendukung semua program dalam acara ini berlangsung dengan baik, sehingga dapat menghasilkan output yang diharapkan.


Sesudah kata-kata sambutan,serangkaian acara Jambore buruh Migran pun dimulai, yang diawali dengan doa pembukaan. Selanjutnya, berbagai plenary dan diskusi-diskusi tematik pun dimulai. Selama tiga hari penyelenggaraan Jambore, terdapat 5 plenary yang dilaksanakan, yaitu:
  1. Komitmen Pemerintah Daerah dalam Perlindungan Buruh Migran,
  2. Reformasi Tata Kelola Buruh Migran di Indonesia,
  3. Migrasi dan Pembangunan,
  4. Buruh Migran dan Kekerasan Terhadap Perempuan,
  5. Migrasi dan Buruh Migran: Penguatan Institusional dan Manifest Keberpihakan Pendidikan Tinggi. 
Ditambah dengan 18 diskusi tematik yang diselenggarakan secara pararel dalam dua hari.

Acara yang dibuka oleh Ketua BNP2TKI Bpk. Nusron Wahid dan ditutup oleh Menteri Tenaga Kerja RI Bapak Hanif Dakiri ini menghasilkan beberapa hal, seperti yang disampaikan oleh Anis Hidayah, direktur Migrant Care dalam sambutan penutupnya, sebagai berikut:  
1.      Peserta Jambore menginginkan perubahan sistem dari paradigma yang eksploitatif dan tidak manusiawi menjadi migrasi yang berbasis pada penegakan HAM dan keadilan gender bagi seluruh WNI yang bekerja di berbagai negara.
2.      Jambore juga menuntut agar Negara hadir dimulai dari ujung tombak yaitu desa, melalui penyediaan layanan publik yang layak bagi tenaga-tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri.
3.      Peserta menuntut dihapusnya peran sektor swasta yang selama ini menjadi biang keladi atau masalah yg melahirkan berbagai pelanggaran karena terfokus untuk mengambil keuntungan.

Ke depannya, peserta Jambore juga menginginkan adanya migrasi yang aman, yang bisa menghasilkan biaya yang murah, aman dan menjamin pemenuhan hak-hak pekerja migran sebagaimana dijamin dalam Konvensi Buruh Migran yang telah diratifikasi oleh pemerintah tiga tahun yang lalu. Selain itu juga diharapkan, negara, baik eksekutif maupun legislatif segera menuntaskan reformasi kebijakan migrasi mulai dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berada di bawahnya yang masih bersifat diskriminatif, tidak adil gender, dan tidak pro perlindungan.

Pada akhirnya selama tiga hari, peserta Jambore bukan sekedar berkumpul, namun berusaha mengukuhkan gerakan konsolidasi untuk memastikan bahwa buruh migran harus dilibatkan secara langsung dalam proses-proses penting yang menyangkut hidup mereka. Peserta juga berharap semoga ke depan perguruan tinggi dapat menghasilkan studi migrasi yang sampai hari ini belum ada di Indonesia.