Pada tanggal
23-25 November 2015, Migrant Care bekerja sama dengan BNP2TKI, Universitas
Jember dan MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan)
menggelar acara Jambore Nasional Buruh Migran, yang pada tahun ini mengambil
tema: Negara Hadir, Buruh Migran Terlindungi.
Acara yang baru pertama kalinya diadakan di
Indonesia ini bertujuan untuk:
1. Memperkuat
konsolidasi perlindungan buruh migran Indonesia dari desa hingga nasional yang
relevan dengan agenda global dannasional.
2. Mendorong
berkembangnya inisiatif-inisiatif baru dalam perlindungan buruh migran
Indonesia untuk mendekatkan akses keadilan bagi buruh migran dan memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan akses bekerja di luar negeri.
3. Mendorong
menguatnya gerakan perlindungan buruh migran Indonesia melalui pengorganisasian
komunitas dan buruh migran.
4. Membangun
strategi nasional antar multi-stakeholders untuk mewujudkan tersedianya
instrumen dan payung hukum perlindungan bagi buruh migran Indonesia dari
tingkat desa hingga nasional.
5. Membuka
ruang ekspresi budaya dan kreatifitas sebagai media pemberdayaan dan
perlindungan buruh migran.
6. Membuka
ruang diskusi antar komunitas, buruh migran, masyarakat sipil dan pemerintah
untuk usulan pembaruan kebijakan perlindungan buruh migran.
7. Menyusun
roadmap perlindungan buruh migran
yang aman, murah dan cepat berbasis pada penegakan HAM dan keadilan gender.
Acara
Jambore dikemas dalam sebuah kegiatan yang reflektif, yang mempertemukan agenda
global/nasional, menghimpun inisiatif-inisiatif dan gagasan-gagasan berbagai
pihak yang bekerja untuk penguatan dan perlindungan buruh migran, serta
merumuskan usulan-usulan dan langkah-langkah konkrit menghadirkan negara dalam
upaya perlindungan buruh migran Indonesia. Bentuk kegiatan selama acara ini
digelar adalah kegiatan di dalam ruangan (dialog kebijakan, seminar nasional,
diskusi panel) dan kegiatan di luar ruangan (pameran, pentas seni, klinik hukum,
klinik media).
Sebanyak
sekitar 1670 orang berpartisipasi aktif dalam acara ini, yang terdiri atas:
- Komunitas Buruh Migran dalam negeri (mantan buruh migran dan anggota keluarganya) dari Lembata NTT, Lombok Tengah, Jember, Banyuwangi, Kebumen, Wonosobo, Indramayu, dan Blitar.
- Buruh migran di luar negeri (Malaysia, Belanda, Singapura, Arab Saudi, dan Hongkong)
- Organisasi masyarakat sipil di Jawa Timur dan nasional.
- Organisasi Buruh Migran
- Pemerintah Pusat
- Mahasiswa
- Akademisi (UNEJ, UI, UGM, UNPAR, UNSOED, UNTROY, UNAIR, UNRAM)
- Kapal Perempuan dan mitra.
- PEKKA dan mitra
- Koalisi Perempuan Indonesia
- Komunitas TKI Purna (BNP2TKI) Banyuwangi dan Jember.
Sahabat
Insan sendiri dalam acara ini diminta untuk mendampingi Komunitas Buruh Migran
asal Lembata – NTT, yang membawa 100 orang yang terdiri atas pastor, bupati,
kepala desa, aparat desa dan terutama mantan buruh migran dan anggota
keluarganya. Mereka merupakan kelompok
buruh migran yang datang ke Jember dengan memakai jalur transportasi
terlengkap, yaitu darat, laut dan udara. Perjalanan yang cukup panjang ini
ditempuh dalam waktu 3 hari, dengan
jalur Lembata – Larantuka – Kupang- Surabaya dan Jember.
Dalam kata
sambutannya, Anis Hidayah selaku direktur Migrant Care mengatakan bahwa 6,5
juta pekerja migran yang ada di Indonesia belum diperlakukan sebagai
manusia. Pendekatan yang dilakukan untuk
menyelesaikan masalah-masalah migrasi yang ada di Indonesia ini lebih pada
pendekatan ekonomi, bukan memandang masalah yang ada sebagai pelanggaran hak
asasi manusia. Hal ini menyebabkan semua
pihak mengejar keuntungan tanpa mempedulikan nasib buruh migran. Hal ini
terjadi dari rezim Orde Lama sampai hari ini. Konsep Nawacita yang diusung oleh
Pemerintahan Jokowi pun belum berjalan dengan optimal. Oleh sebab itu, Jambore
ini diharapkan dapat menyumbangkan roadmap bagaimana negara harus melindungi
para buruh migrannya. Penyelamatan harus sudah dilakukan secara sistematis dan
terencana, bukan hanya seperti yang terjadi selama ini yang terkesan reaktif,
spontan, dan menunggu korban jatuh terlebih dahulu. Begitu juga dari bidang akademis,
diharapkan universitas-universitas memiliki studi tentang migrasi, sehingga
dunia migrasi akan berkembang dari waktu ke waktu. Anis menambahkan bahwa saat
ini belum ada satu universitas pun di Indonesia yang mempelajari tentang hal
ini.
Selanjutnya, Rektor Universitas Jember Drs. Moh. Hasan, MSc., PhD selaku tuan
rumah mengucapkan selamat datang kepada para peserta jambore. Beliau mengatakan bahwa Universitas Jember
sebagai insan pendidikan tinggi memiliki komitmen untuk memperjuangkan
bersama-sama agar kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan buruh
migran benar-benar mensejahterakan para buruh.
Universitas Jember bertekad mendukung semua program dalam acara ini
berlangsung dengan baik, sehingga dapat menghasilkan output yang diharapkan.
Sesudah
kata-kata sambutan,serangkaian acara Jambore buruh Migran pun dimulai, yang
diawali dengan doa pembukaan. Selanjutnya, berbagai plenary dan diskusi-diskusi
tematik pun dimulai. Selama tiga
hari penyelenggaraan Jambore, terdapat 5 plenary yang dilaksanakan, yaitu:
- Komitmen Pemerintah Daerah dalam Perlindungan Buruh
Migran,
- Reformasi Tata Kelola Buruh Migran di Indonesia,
- Migrasi dan Pembangunan,
- Buruh Migran dan Kekerasan Terhadap Perempuan,
- Migrasi dan Buruh Migran: Penguatan Institusional dan Manifest Keberpihakan Pendidikan Tinggi.
Ditambah dengan 18 diskusi tematik yang
diselenggarakan secara pararel dalam dua hari.
Acara yang dibuka oleh Ketua BNP2TKI Bpk.
Nusron Wahid dan ditutup oleh Menteri Tenaga Kerja RI Bapak Hanif Dakiri ini
menghasilkan beberapa hal, seperti yang disampaikan oleh Anis Hidayah, direktur
Migrant Care dalam sambutan penutupnya, sebagai berikut:
1. Peserta Jambore menginginkan perubahan sistem dari paradigma yang eksploitatif dan tidak manusiawi menjadi migrasi yang berbasis pada
penegakan HAM dan keadilan gender bagi seluruh WNI yang bekerja di berbagai
negara.
2. Jambore juga menuntut agar Negara hadir
dimulai dari ujung tombak yaitu desa, melalui penyediaan layanan publik yang
layak bagi tenaga-tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri.
3. Peserta menuntut dihapusnya peran sektor swasta yang selama ini
menjadi biang keladi atau masalah yg melahirkan berbagai pelanggaran karena
terfokus untuk mengambil keuntungan.
Ke depannya, peserta Jambore juga
menginginkan adanya migrasi yang aman, yang bisa menghasilkan biaya yang
murah, aman dan menjamin pemenuhan hak-hak pekerja migran sebagaimana dijamin
dalam Konvensi Buruh Migran yang telah diratifikasi oleh pemerintah tiga tahun yang
lalu. Selain itu juga diharapkan, negara, baik eksekutif maupun legislatif segera
menuntaskan reformasi kebijakan migrasi mulai dari undang-undang dan peraturan-peraturan yang berada di bawahnya yang masih bersifat diskriminatif,
tidak adil gender, dan tidak pro perlindungan.
Pada akhirnya selama tiga hari, peserta
Jambore bukan sekedar berkumpul, namun berusaha mengukuhkan gerakan konsolidasi
untuk memastikan bahwa buruh migran harus dilibatkan secara langsung dalam proses-proses
penting yang menyangkut hidup mereka. Peserta juga berharap semoga ke depan
perguruan tinggi dapat menghasilkan studi migrasi yang sampai hari ini belum
ada di Indonesia.