Monday, January 7, 2019

Implementasi Global Compact On Refugees (GCR) dan Global Compact On Migration (GCM)

Dari workshop regional Kamboja, 27-29 November 2018



“WELCOME, PROTECT, PROMOTE  AND INTEGRATE” 

Ini adalah semangat yang diusung oleh JRS Kamboja sebagai penyelenggara dalam Workshop Regional Tentang Pengungsi, Migran dan Orang Tanpa Kewarganegaraan (Stateless) dengan tema: "Era Baru: Bagaimana Cara Masyarakat Sipil Merespon Secara Kreatif?"


Meningkatnya jumlah orang yang bermigrasi dengan berbagai latar belakang membuat tatanan dunia menjadi berubah. Saat ini, tercatat 68,5 juta orang di dunia meninggalkan tempat asalnya secara paksa: 40 juta diantaranya berpindah wilayah dalam satu negara, 25,4 juta pengungsi, dan 3,1juta pencari suaka (data UNHCR). Dari pengungsi dan pencari suaka, 3,9juta diantaranya tidak memiliki kewarganegaraan (stateless). Sekitar 40% dari orang-orang tanpa kewarganegaraan di dunia berasal dari Asia Pasifik, yang terdiri atas sebagian besar orang Rohingnya.  Bagaimana reaksi masyarakat dunia terhadap masalah yang terus berkembang ini?


GLOBAL COMPACT ON REFUGEES dan GLOBAL COMPACT ON MIGRATION (GCM) 
GCR dan GCM adalah sebuah kesepakatan internasional yang lahir dari Deklarasi New York 2016 untuk Pengungsi dan Migran, yang meletakkan dua kerangka kerja yang terpisah tetapi terkait untuk negara-negara untuk menanggapi gelombang besar migrasi yang terjadi di dunia saat ini. Dua Global Compacts tersebut membantu menyatukan bangsa-bangsa untuk berbagi tanggung jawab dan menciptakan tanggapan yang berperikemanusiaanKedua perjanjian bersifat sukarela, dan bukan instrumen yang mengikat secara hukum.
Mengapa dibedakan antara pengungsi dan migran? Karena meskipun keduanya adalah kelompok orang yang tinggal di luar asal mereka, ada perbedaan penting antara istilah "pengungsi" dan "migran." PENGUNGSI adalah orang-orang yang berpindah dari tempat asalnya karena alasan ketakutan akan penganiayaan, konflik, kekerasan umum, atau keadaan lain yang secara serius mengganggu ketertiban umum dan, sebagai akibatnya, membutuhkan perlindungan internasional (1951 Convention and regional refugee instruments, as well as the Statute of the United Nations High Commissioner for Refugees.)
Walaupun tidak ada definisi hukum resmi dari seorang migran internasional, sebagian besar ahli sepakat bahwa MIGRAN INTERNASIONAL adalah seseorang yang berpindah tempat tinggal, terlepas dari alasan migrasi atau status hukum. Secara umum, perbedaan dibuat antara migrasi jangka pendek atau sementara, mencakup pergerakan dengan durasi antara tiga dan 12 bulan, dan migrasi jangka panjang atau permanen, merujuk pada perubahan negara tempat tinggal selama satu tahun atau lebih. 

Fenomena mega-tren Asia ini menjadi latar belakang diadakannya workshop ini, yaitu untuk mengumpulkan para aktivis / pemerhati dari kawasan Asia Pasifik, untuk berefleksi dan berbagi tentang kebutuhan mereka di masing-masing negara dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan tersebut secara efektif, dengan fokus besarnya adalah GCR dan GCM,  dan bagaimana masyarakat umum dapat mempromosikan dan menerapkannya. Workshop ini sendiri diikuti oleh hampir 50 peserta dari berbagai organisasi dari berbagai negara, antara lain JCAP Migration Network (Korea, Taiwan, Jepang, Indonesia), Caritas Thailand, JRS Asutralia, Mercy Youth Australia, Solidarity Center Kamboja, dan lain sebagainya, serta menghadirkan pembicara antara lain Menteri Dalam Negeri Kamboja Excellency Yin Malyna, Alistair Boulton dari UNHCR RO Bangkok, Brett Dickson dari IOM Project Manajer, Phnom Penh, Chris Lewa dan Dr. Emma Leslie dari Benny Hari Juliawan, SJ dari Sanata Dharma Indonesia, Anne Maureen dari SNAP Philiphina, Dr Angela Reed dari Mercy International Association UN,  serta Carolina Gottardo dari JRS Australia.  
(sumber: facebook JRS Cambodia)
GCR sendiri dibuat dengan untuk berbagi tanggung jawab perlindungan pengungsi di seluruh negara di dunia dengan cara:
  1. Mengurangi tekanan di negara tujuan,
  2. Meningkatkan kemandirian pengungsi yang memungkinkan mereka untuk bekerja, memungkinkan mereka untuk pergi ke sekolah, bergerak di luar rasa takut dan keinginan untuk mengendalikan,
  3. Memperluas akses ke solusi negara ketiga - Pilihan untuk pengungsi adalah 1 - mengintegrasikan secara lokal, 2 - pulang, 3 - bermukim kembali di negara lain,
  4. Mendukung kondisi di negara-negara asal untuk pengembalian yang aman dan bermartabat- Ini sangat penting untuk menciptakan solusi berkelanjutan bagi krisis pengungsi.
ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN (STATELESS)
(sumber: facebook JRS Cambodia)
Dari fenomena migrasi besar-besaran ini, kemudian lahir masalah baru yang akhir-akhir ini cukup menjadi perhatian dunia, yaitu status tanpa kewarganegaraan (statelessness). Stateless adalah seseorang yang "tidak dianggap sebagai warga negara oleh negara manapun di bawah hukum yang berlaku” UNHCR memperkirakan bahwa setidaknya 10 juta orang di seluruh dunia tidak memiliki kewarganegaraan, dan sekitar 40 persen dari populasi tanpa negara yang teridentifikasi hidup di kawasan Asia PasifikUNHCR lebih memperhatikan masalah ini dalam beberapa tahun terakhir, dan berusaha untuk mengakhiri statelessness pada tahun 2024 – 2030.  Faktor-faktor penyebab stateless ini antara lain adalah:
  • Pengecualian secara hukum, politik dan sosial untuk kaum minoritas yang dianggap bukan manusia yang legal  
  • Adanya Praktek diskriminatif di perbatasan, termasuk jenis kelamin.
  • Kurang lengkapnya sistem pencatatan sipil, termasuk di wilayah yang sulit dijangkau.
  • Migrasi baik dalam negeri maupun lintas negara, termasuk anak-anak migran yang tidak berdokumen.
  • Hidup di perbatasan dan gaya hidup berpindah-pindah, misalnya populasi nomaden laut
  • Adanya kesenjangan perlindungan yang tidak memadai dalam undang-undang negara.
Dalam workshop ini, dihadirkan 2 lembaga pemerhati masalah stateless, yaitu Peter McMullin Center On Stateless - Melbourne Law School dan SNAP (Statelessness Network of Asia Pacific). 
Diluncurkan pada Maret 2018, Peter McMullin Center On Statelessness di Melbourne Law School bertujuan melakukan kegiatan penelitian, pengajaran dan keterlibatan di Australia, Asia Pasifik, dan yang sesuai lebih luas, dengan fokus pada:
  1. Memahami dengan benar ruang lingkup, skala dan alasan statelessness dalam rangka mengembangkan respond dan target yang efektif;
  2. Bekerja untuk mengurangi dan, seiring waktu, menghilangkan status tanpa kewarganegaraan; dan
  3. Bekerja untuk melindungi hak asasi manusia orang-orang tanpa kewarganegaraan di negara-negara di mana mereka tinggal.
(sumber: facebook JRS Cambodia)
Beberapa inisiatif awal yang sudah dilakukan lembaga ini adalah: Jurnal Online The Statelessness and Citizenship Review, bekerja sama dengan Institute on Stateslessness and Inclusion; beasiswa PhD dan skema Visiting Fellow; Statelessness Intensive Course pada Februari 2019.

SNAP sendiri merupakan koalisi masyarakat sipil yang dibentuk pada saat diselenggarakan the Conference on Addressing Statelessness in Asia and the Pacific tanggal 24 - 26 November 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia, yang bekerja sama untuk mengatasi permasalahan statelessness di wilayah ini. Sampai saat ini, lebih dari 300 organisasi dan para ahli, dengan sekitar 50 organisasi dan individu yang aktif terlibat dalam Kegiatan SNAP, antara lain: organisasi berbasis komunitas akar rumput; LSM nasional dan regional; akademisi dan peneliti; pengacara berpengalaman; dan orang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang yang sebelumnya tanpa kewarganegaraan. Program yang selama ini sudah dilakukan adalah: kerjasama dengan badan-badan hak asasi manusia (UPR - Jepang, Malaysia, Bangladesh, Cambodia, Viet Nam dan Brunei dan juga komite CEDAW - Nepal); menyediakan dukungan teknis untuk anggota untuk mengembangkan dan melaksanakan kegiatannya dalam bentuk penggalangan dana, analisis hukum, program fellowship, dll; penguatan kapasitas dengan cara menyelenggarakan webinar yang menyoroti masalah statelessness yang terbuka untuk public. Selain itu juga dilakukan diskusi online, WhatsApp Grup, untuk akses yang lebih mudah antar anggota dan berbagi informasi dan peluang, dan menghasilkan dan mengembangkan sumber daya untuk bertindak berbasis data dalam menangani statelessness. SNAP telah berkolaborasi dengan anggota dan mitra untuk melaksanakan tiga proyek penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan solusi untuk statelessness di Asia Pasifik. 

GLOBAL COMPACT ON MIGRATION
Menurut IOM, definisi Migran adalah siapa saja yang telah berpindah melintasi perbatasan internasional atau wilayah di negara mereka, terlepas dari status hukum mereka, terlepas apakah perpindahan itu dilakukan secara sukarela atau tidak, terlepas penyebab kepindahan, dan lamanya tinggal. Berdasarkan statistik, 1 milyar dari 7 milyar penduduk dunia (1 dari 7 orang di dunia) adalah migran: 250 juta migran internasional (berpindah lintas negara) dan 760 juta migran internal (berpindah antar wilayah dalam satu negara). Tiga negara asal teratas yang warganya tinggal di luar negeri adalah: India, Cina dan PhillipinaSedangkan lima negara tujuan teratas di kawasan Asia Pasifik adalah: Rusia, Australia, India, Pakistan dan Thailand.

GLOBAL COMPACT ON MIGRATION (GCM)  merupakan kesepakatan antar pemerintah yang membahas tentang migrasi internasional yang berisi:
  • žPerjanjian komprehensif pertama antar negara yang membahas tentang tata kelola migrasi internasional melalui negosiasi antar pemerintah
  • Kerangka pemersatu dan seperangkat prinsip umum, tujuan dan tindakan pada semua aspek, melihatnya dari perspektif pengembangan kemanusiaan.
  • ž23 Tujuan yang mencakup semua aspek migrasi
  • Cetak biru tentang bagaimana negara dapat mengelola migrasi dan bekerja sama untuk mengelola migrasi terampil melalui program yang tepat dll.

Masalah yang biasa dihadapi di negara tujuan biasanya adalah masalah perubahan demografis, migrasi tidak teratur, kekurangan tenaga kerja, dan xenofobia (ketakutan akan adanya orang asing) serta eksploitasi.  Sedangkan di negara asal, masalah yang sering muncul adalah masalah dokumentasi, pengangguran, migrasi tidak teratur, penyelundupan, perdagangan manusia, kemiskinan dan perubahan iklim. 
23 Tujuan GCM tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori: 
  1. Melindungi hak asasi migran dengan cara mereview mekanisme perekrutan pekerja, menyediakan akses pelayanan migrasi, memberdayakan migran untuk aktif menyuarakan haknya dll.
  2. Mengurangi migrasi paksa, dengan cara meminimalkan faktor pendorongnya, meningkatkan jalur migrasi reguler, menciptakan kondisi pembangunan yang kondusif, meningkatkan akses ke institusi keuangan, menyediakan jaminan sosial dll.
  3. Memperbaiki manajemen migrasi dengan menggunakan data dan informasi akurat, menjamin kelengkapan data diri dan identitas hukum, menurunkan kerentanan migran di negara asal, transit dan tujuan, meningkatkan perlindungan migran dll). 
  4. Meningkatkan keamanan migrasi, dengan melakukan pencegahan atas kematian, cedera, penyelundupan, perdagangan manusia dan meningkatkan proses integrasi.
Walaupun proses pembuatan GCM dan GCR dilakukan secara terpisah, berbeda, dan independen, namun tetap ada ruang untuk berdiskusi agar kesepakatan ini bisa saling melengkapi yaitu tentang: 
  1. Kepastian perlindungan
  2. Komitmen di bawah hukum Internasional untuk pengungsi yang tidak dapat ditawar-tawar lagi
  3. Berbagai jenis aliran migrasi dan kerentanannya
  4. Situasi di perbatasan, saat transit dan saat kembali serta status mereka dapat berubah setiap saat
  5. Gerakan lintas kategori
  6. Penerapan perlindungan di luar perlindungan internasional
  7. Regulasi dan jalur pelengkap
  8. Perpindahan yang disebabkan oleh iklim
  9. Masyarakat sipil dan mereka yang memiliki pengalaman bermigrasi.
REKOMENDASI
Setelah selama 3 hari para pembicara dan peserta berdiskusi dan memperkaya materi, pada hari terakhir dihasilkan 5 rekomendasi tindakan sebagai berikut:


UNTUK PARA PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA
Para pencari suaka dan pengungsi di wilayah ini menghadapi berbagai macam masalah yang signifikan. Beberapa di antaranya adalah dokumentasi, penentuan status pengungsi, penahanan, pendidikan dan kesehatan, mata pencaharian, pendapatan dan diskriminasi. 

Hal yang direkomendasikan adalah:
  1. Membaca dan memahami GCR melalui pendidikan dan pelatihan di komunitas kita masing-masing. 
  2. Berkolaborasi dengan jejaring dan para pemangku kepentingan lainnya, misalnya APPRN, ASEAN, Gereja dll. 
  3. Advokasi untuk mempromosikan dan mendukung repatriasi sukarela yang aman dan bermartabat, mencari lebih banyak solusi dari pihak ketiga, memperjuangkan hak untuk bekerja untuk integrasi yang bermartabat serta mendorong dukungan untuk negara penerima pengungsi terbesar.
STATELESS / ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN
Stateless people adalah orang yang tidak diakui secara legal sebagai warganegara oleh negara manapun, dengan mayoritas pemerintah enggan bertindak karena politisasi masalah ini. Sangat sedikit negara telah meratifikasi konvensi internasional untuk mengurangi statelessness.



Rekomendasi:
  1. Peningkatan penelitian tentang jumlah orang tanpa kewarganegaraan di wilayah tersebut, termasuk pemetaan populasi mereka, 
  2. Menjangkau komunitas orang-orang tanpa kewarganegaraan,
  3. Lobi dengan pemerintah daerah dan pusat untuk meningkatkan perlindungan dan identifikasi orang tanpa kewarganegaraan dan pemberian kewarganegaraan, 
TRAFFICKING/PERDAGANGAN MANUSIA
Trafficking adalah sebuah isu yang menimbulkan malapetaka di daerah kita sehingga menunjukkan pentingnya perlindungan migran. Sejumlah besar tindakan yang berkaitan dengan isu trafiking telah dan sedang dilakukan, namun masih banyak hal yang perlu dibenahi.


Rekomendasi:
  1. Mendukung mekanisme pencegahan seperti: pendidikan, inisiatif pelatihan kejuruan berkualitas untuk komunitas yang lebih miskin. 
  2. Mendengarkan suara-suara penyintas dan korban, serta menerjemahkan kisah-kisah ini menjadi kebijakan aktif,
  3. Meningkatkan upaya re-integrasi LSM dan pengurangan stigmatisasi
MIGRASI
Pekerja migran menghadapi masalah-masalah signifikan: deportasi, kriminalisasi, kerentanan terhada perdagangan dan eksploitasi. Pada saat yang sama, migrasi juga bisa menyebabkan kehancuran keluarga. Namun penting untuk dicatat bahwa migrasi juga bisa memberikan banyak keuntungan.


Rekomendasi:
  1. Mengurangi biaya migrasi dan target broker,
  2. Meningkatkan perjanjian internasional dan bilateral pada perlindungan migran dan keluarga mereka. 
  3. Advokasi untuk pembangunan pedesaan domestik untuk mengurangi migrasi tenaga kerja yang tidak diinginkan.
GLOBAL COMPACT
Dua global compact (GCR dan GCM) merupakan aksi kolaboratif internasional yang dalam beberapa cara dapat mengarahkan langkah atas isu yang didiskusikan di atas. Upaya yang kuat untuk melakukan advokasi diperlukan dari masing-masing negara untuk menjamin bahwa mereka telah meratifikasi dokumen tersebut.

Rekomendasi:
  1. Meningkatkan pemahaman atas kedua Global Compact tersebut melalui workshop, pelatihan dan lain sebagainya.
  2. Lobi untuk meratifikasi kedua global compact ini baik di negara asal maupun negara tempat bekerja saat ini,
  3. Aktif menyuarakan di berbagai forum untuk memastikan bahwa setiap kebijakan diterapkan dalam program pemerintah masing-masing negara.