Terjemahan dari https://www.thinkingfaith.org/articles/co-creators-better-world
Diposting pada: 21 Mei 2020 | Penulis: Kardinal Michael
Czerny SJ
Kategori: Keadilan sosial dan lingkungan, Politik dan urusan
saat ini
Tag: Laudato si ', Coronavirus
Foto oleh Fateme Alaie di Unsplash
Dalam sebuah wawancara dengan Avvenire untuk menandai Minggu
Laudato Si (16-24 Mei 2020), Kardinal Michael Czerny SJ mendesak kita untuk
membiarkan ensiklik tersebut membentuk
cara berpikir kita tentang krisis coronavirus dan menemukan
penyelesaian untuk retak-retak yang nampak ketika disoroti. ‘Sebelum menjadi" masalah
sosial-lingkungan ", penciptaan adalah perkara iman yang mendasar, jadi bagaimana seorang Kristiani dapat melihat dan mencintai dunia, rumah kita
bersama, dapat menginspirasi
perubahan?
Pekan Laudato Si ini, yang merayakan ulang tahun
kelima ensiklik ini, berlangsung pada saat yang dramatis, di tengah pandemi
Covid-19. Apa makna khusus yang dimiliki ensiklik tersebut dalam situasi ini,
"tanda zaman" ini?
Lima tahun yang
lalu, Laudato si 'mengungkapkan retak ketidakadilan
manusia dan kemerosotan
lingkungan. Covid-19 memperkuat
dan memperbesar garis retak yang sama dengan cara yang konkret, dramatis
dan secara tragis. Jelas. Ini mengungkap 'percepatan' yang disebut oleh Paus
Fransiskus (Laudato si '§18): tidak hanya cara dan kecepatan penyebaran virus,
tetapi juga berlangsungnya digitalisasi
yang sangat cepat, jutaan pekerjaan konvensional hilang,
komunikasi online menggantikan pertemuan dan mengubah acara-acara.
Silakan
memperhatikan bahwa hal
itu sejajar: krisis coronavirus
dimulai dengan rusaknya kesehatan fisik, tetapi memiliki konsekuensi
sosio-ekonomi yang mengerikan, terutama di antara mereka yang paling rentan. Demikian juga krisis ekologis
: dimulai dengan kerusakan lingkungan, tetapi memiliki konsekuensi yang
menghancurkan bagi pekerjaan, makanan, kesehatan dan masalah sosial lainnya,
mengena pada yang paling miskin, mengena
pada yang paling sulit. Kedua krisis tersebut membutuhkan penyelesaian baru yang
berlaku di mana pun juga, dan pada
semua tingkatan, tidak hanya bagi dan pada yang di 'atas'.
Dengan Laudato si 'bukan yang pertama
kali Gereja berbicara tentang ekologi, tetapi berkat ensiklik ini, dibangunlah diparadigma baru ekologi yang utuh, yang mengena baik pada bahasa gerejani maupuan bahasa umum. Proses seperti apa
yang dimulai oleh ensiklik ini?
Segera setelah diterbitkan, Laudato si
'membantu Konferensi COP21 Paris pada Desember 2015 untuk membumi, menghidupkan dan menentukan orientasi , yang
menghasilkan Perjanjian Paris – meskipun
memiliki kekurangan dan lemah,
tetapi masih merupakan langkah pertama yang diperlukan. Ini juga telah merangsang munculnya banyak bentuk kegiatan di dalam paroki-paroki, di dalam komunitas agama lain, kelompok-kelompok sekuler dan gerakan-gerakan. Saya percaya bahwa ini tak terduga sebelumnya untuk sebuah ensiklik.
Bagaimana kita bisa
membaca ulang Laudato si dalam terang hari ini? Dan bagaimana kita bisa
mendapatkan yang terbaik dari pekcan Laudato si ini?
Sah-sah
saja membaca Laudato si dalam
terang Covid-19. Penyalahgunaan dan kemerosotan lingkungan mungkin mengambil peran dalam muncul dan penyebaran virus, tetapi pemahaman kita harus
lebih dalam sehingga sampai ke
anti-nilai yang mendasar yang yang memicu munculnya peradaban yang gemar bersaing dan dan konsumeris selama ini. Dunia baru setelah Covid-19
harus jauh lebih baik.
Masih ada beberapa orang Katolik yang
mengalami kesulitan dalam mengakui bahwa masalah
lingkungan social merupakan bagian dasarbagi iman mereka. Apa yang bisa Anda katakan kepada
mereka?
Sebelum menjadi 'masalah sosial-lingkungan', penciptaan
adalah perkara iman yang mendasar: 'Saya percaya pada Tuhan,
Bapa yang Maha Kuasa, Pencipta surga dan bumi'.
Kehidupan manusia bertumpu pada tiga
hubungan dasar dan saling terkait: dengan Tuhan, dengan sesama kita dan dengan
bumi itu sendiri, bumi menjadi bagian dari ciptaan Allah yang penuh kasih. Memutar balikkan salah satu dari hubungan itu merupakan perbuatan dosa. Pengampunan adalah pencaharian untuk dapat mengambil peran dalam penebusan
yang Kristus sampaikan kepada
kita, penyembuhan hubungan yang hancur dan pemulihan keselarasan rangkap tiga.
Paus Santo Yohanes Paulus II mengingatkan semua orang,
terutama orang Kristiani, 'bahwa tanggung jawab mereka dalam penciptaan
dan kewajiban mereka terhadap alam dan Sang Pencipta adalah bagian penting dari
iman mereka'. [I] Jadi, dengan orang
katolik yang disebutkan tadi, marilah kita berjalan bersama
dan bersama-sama menghadapi ketidakpercayaan kita, ketakutan kita.
Querida Amazonia (Amazonia Tercinta) dan seluruh proses sinode tersebut adalah anak-anak
Laudato si '. Dengan cara apa Querida Amazonia menggunakan Laudato si 'dan bertanya kepada kita semua, tidak hanya orang-orang Amazon?
Sinode Amazon menunjukkan apa artinya menganggap serius
Laudato si ', untuk mengatasi semua dosa sosial dan ekologi di wilayah tertentu
secara agresif dan berani. Itulah
pelajaran yang perlu diikuti di
mana pun juga bumi ini.
Selain itu, Querida Amazonia tanpa malu-malu menaruh hormat kepada orang-orang Amazon - terutama yang asli -
sebagai pemegang peran utama
dan tak terpisahakan dalam
melestarikan Amazon untuk memainkan peran mereka yang mencakup planet ini.
Ini menantang semua orang yang terus menyembunyikan (meskipun secara tidak
sadar) sikap gemar menjajah
budaya lain atau merasa berhaak atas semua sumber daya alam.
Bagaimana Laudato si dapat membantu kita dalam pembangunan kembali pascandemi?
Pertama, mari kita perjelas - tujuan kita seharusnya tidak
kembali ke 'bisnis seperti biasa', kembali ke praktik yang merusak diri
sendiri, tidak manusiawi, tidak adil dan tidak berkelanjutan yang dulu dianggap 'normal' sampai awal 2020.
Sebaliknya, kata Paus Fransiskus, mari kita membangun kembali hubungan baru, ekonomi baru, masyarakat baru.
Laudato si 'menantang pendorong utama pertumbuhan yang tidak sehat dan
destruktif dan sebagai gantinya mengusulkan pembangunan yang
inklusif dan berkelanjutan yang pantas disebut' integral '.
Mengenai cara mengatasinya, Laudato si 'memberi perhatian
besar pada dialog sebagai dasar
tindakan positif yang sangat
diperlukan. Satu-satunya pendekatan untuk regenerasi pasca-pandemi adalah
dialog, yang berarti melibatkan semua orang yang terlibat secara jujur. Ini
adalah cara sinode.
Kaum muda mungkin adalah orang-orang yang merasa paling terkena dampak
krisis lingkungan. Dapatkah ekologi integral berfungsi sebagai jembatan untuk
berkomunikasi dengan mereka yang merasa lebih sulit untuk berintegrasi dengan
paroki tradisional atau struktur gereja?
Memang, orang-orang
muda merasa sangat marah dengan tanggung
jawab yang tidak bertanggung jawab dari semua 'yang bertanggung jawab'. Ini
tidak hanya pengambil keputusan dalam perdagangan dan politik, tetapi juga
konsumen dan warga negara yang menjalani gaya hidup berdasarkan eksploitasi
yang tidak berkelanjutan baik bagi manusia maupun planet ini.
Orang-orang muda sekarang melihat planet ini sebagai tempat
penting untuk menghormati dan memperhatikan mereka; pada saat gerakan kristiani dan paroki-paroki menemani dalam
pencarian mereka, kaum
muda bergabung dan memang
mereka mengambil peran utama. Inilah khal yang kami
pelajari dari Sinode 2018 tentang Kaum Muda.
Dari hari ke hari, krisis
lingkungan semakin memburuk; sekarang ini hal itu jelas lebih serius daripada lima tahun lalu,
ketika Laudato si diterbitkan. Selama pekan ini, komitmen apa yang harus dilakukan oleh orang-orang Kristiani?
Pertama, setiap orang, orang Kristiani dan orang lain, dapat mencoba
meningkatkan hubungan kita dengan alam melalui jalan kontemplasi. Kami tidak
bisa mencintai apa yang bahkan tidak kami lihat; mengamati secara kontemplatif dapat merupakan langkah awal untuk perjalanan tobat
secara ekologis.
Selama pandemi coronavirus, ada banyak orang menemukan bahwa mereka dapat hidup secara irit. Jadi kita dapat terus mengonsumsi lebih sedikit,
atau memilih produk yang kurang berpolusi, atau menghindari kemasan yang tidak
perlu, yang tidak dapat didaur ulang. Sebagai ganti berbelanja tanpa memikirkan konsekuensi moral, lingkungan, paroki paroki, sekolah, dan lembaga-lembaga Katolik kita dapat memahami bahwa 'berbelanja selalu merupakan tindakan moral - dan bukan
sekadar ekonomi' (Laudato si §206,
mengutip Caritas di Veritate). Mereka
dapat menggunakan botol kaca dan piring yang bisa dicuci, seperti yang
dilakukan oleh banyak pusat sosial dan gerakan rakyat.
Akhirnya, dalam liturgi , marilah kita berkomitmen untuk merayakan anugerah
ciptaan Tuhan dengan cara yang lebih menginspirasi. Liturgi tradisional kita meliputi unsur-unsur
alam: air dan minyak dalam baptisan, roti dan anggur dalam Ekaristi, api di
Malam Paskah. Kita perlu mengalami alam dalam diri kita secara rohani dan diri kita sendiri
dalam ciptaan, secara utuh.
Kalau tidak, kita hanya terus mengeksploitasi, mengkonsumsi dan menyalahgunakan
alam, daripada menerima tanggung jawab kita sebagai Rekan-Pencipta dengan Allah dari rumah kita bersama. Segi-segi hemat, liturgis, dan kontemplatif dari
spiritualitas Kristiani akan
membantu memotivasi
perubahan personal, sosial dan sistemik yang diperlukan - semua itu merupakan perubahan yang radikal!
Bisakah Anda menyebutkan beberapa inisiatif yang secara khusus
terinspirasi oleh Laudato si '?
Gerakan Iklim Katolik Global (GCCM), yang juga merayakan
hari jadinya yang kelima, memiliki lebih dari 900 organisasi Katolik sebagai anggota dari jaringan
internasional besar dan kongregasi religius ke paroki lokal, pemimpin akar
rumput, dan ribuan orang Katolik, perempuan dan kaum muda.
GCCM membantu mengatur minggu Laudato si yang luar biasa yang kita rayakan
sekarang. [Ii]
Contoh lain termasuk pertanian organik lokal di Amerika
Latin, bangunan yang dipasang kembali secara ekologis di Eropa dan energi
matahari yang dipasang di Afrika. Sejumlah sekolah Katolik telah menjadikan
Laudato si 'sebagai tema pengajaran interdisipliner utama mereka untuk
memajukan tanggung jawab ekologis dan untuk memobilisasi siswa dan keluarga
mereka dalam merawat rumah kita bersama.
Kardinal Michael Czerny SJ adalah Wakil
Sekretaris Bagian Migran dan Pengungsi Lembaga di Vatikan untuk Mempromosikan Pembangunan Manusia
Integral.
Ini adalah terjemahan dari wawancara yang dilakukan oleh
Lucia Capuzzi dan Stefania Falasca untuk Avvenire.
-------------
[ii] Pope Francis’s Invitation to Laudato si’ week,
in English: https://www.instagram.com/p/CAQBz7HIGzj/?hl=en; in Italian: https://youtu.be/uFQAB2vuaQw
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
CO-CREATORS OF A BETTER WORLD
In an interview with Avvenire to mark Laudato si’ week
(16-24 May 2020), Cardinal Michael Czerny SJ urges us to let the encyclical
shape the way we think about the coronavirus crisis and find solutions to the
fault lines it is highlighting. ‘Before being a “socio-environmental issue”,
creation is a fundamental article of faith’, so how can a Christian view and
love of the world, our common home, inspire change?
This Laudato si’ week, celebrating the
encyclical’s fifth anniversary, takes place at a dramatic moment, amid the
Covid-19 pandemic. What particular meaning does the encyclical have in light of
this situation, this ‘sign of the times’?
Five years ago, Laudato si’ revealed the fault lines of
human injustice and environmental degradation. Covid-19 is amplifying and
magnifying those same fault lines in a tragically concrete, dramatic and vivid manner.
It’s exposing the ‘rapidification’ that Pope Francis identified (Laudato si’
§18): not only the manner and speed of the virus’s spread, but also the highly
accelerated digitalisation underway, the millions of conventional jobs being
lost, the online communication replacing meetings and changing events.
Note the parallels: the coronavirus crisis starts by
damaging physical health, but it has terrible socio-economic consequences,
especially among the most vulnerable. The ecological crisis is similar: it
starts with environmental damage, but has devastating consequences for work,
food, health and other social issues, hitting the poorest, hardest. Both crises
require novel solutions that apply everywhere and at all levels, not just for
and at ‘the top’.
Laudato si' was not the first time that the Church spoke of ecology,
but thanks to the encyclical a new paradigm of integral ecology was
established, which also had an effect on both ecclesial and common language.
What processes did the encyclical initiate?
Soon after it came out, Laudato si’ helped to ground,
animate and orient the Paris COP21 Conference in December 2015, which produced
the Paris Agreement – flawed and weak, but still a first necessary step. It has
also stimulated many forms of activism in parishes, other religions, secular
groups and movements. I believe that this is unprecedented for an encyclical.
How can we re-read
Laudato si’ in today’s light? And how can we get the most out of this Laudato
si’ week?
It is valid to read Laudato si’ in the light of Covid-19.
Environmental abuse and degradation probably contributed to the emergence and
spread of the virus, but our understanding must go much deeper to the
fundamental anti-values that fuelled the competitive and consumerist civilisation
of yesterday. The new world after Covid-19 has to be much better.
There are still some Catholics who have some difficulty in considering
the socio-environmental issue as a fundamental part of their faith. What can
you say to them?
Before being a ‘socio-environmental issue’, creation is a
fundamental article of faith: ‘I believe in God, the Father Almighty, Creator
of heaven and earth’.
Human life is grounded in three fundamental and intertwined
relationships: with God, with our neighbour and with the earth itself, the
earth being part of God’s loving creation. To distort any of those
relationships is to sin. Forgiveness is to seek participation in the redemption
Christ brings us, the healing of broken relationships and the restoration of the
three-fold harmony.
Pope St John Paul II reminds everyone, especially
Christians, ‘that their responsibility within creation and their duty towards
nature and the Creator are an essential part of their faith’.[i] So, with the
Catholics you mention, let’s walk together and together face our disbelief, our
fear.
Querida Amazonia and the whole synodal process are children of Laudato
si'. In what way does Querida Amazonia draw on Laudato si’ and question us all,
not only the Amazon people?
The Amazon Synod showed what it means to take Laudato si’
seriously, to address all the social and ecological sins in a given region
aggressively and bravely. That’s a lesson that needs to be followed everywhere
on earth.
In addition, Querida Amazonia unabashedly respects and
validates the people of the Amazon – especially the indigenous ones – as the
first and indispensable protagonists in preserving the Amazon to play its
planetary role. This challenges all who continue to harbour (albeit
unconsciously) lingering colonialist attitudes towards other cultures or a
sense of entitlement over all natural resources.
How might Laudato si’ help us in a post-pandemic rebuilding?
First, let’s be clear – our objective should not be to go
back to ‘business as usual’, reverting to the self-destructive, inhumane,
unjust and unsustainable practices that used to be ‘normal’ until early 2020.
Instead, Pope Francis says, let us regenerate new
relationships, a new economy, a new society. Laudato si’ challenges the core
drivers of unhealthy and destructive growth, proposing instead an inclusive,
sustainable development that deserves the name ‘integral’.
As for how to go about it, Laudato si’ gave enormous
attention to dialogue as the utterly necessary foundation of positive action.
The only approach to post-pandemic regeneration is dialogue, which means
honestly involving all those who are concerned. This is the synodal way.
Young people are perhaps the ones who feel most affected by the
environmental crisis. Can integral ecology work as a bridge to communicate with
those who find it more difficult to integrate with traditional parish or church
structures?
Young people are right to feel totally outraged by the
flagrant irresponsibility of all ‘those responsible’. These are not only
decision-makers in commerce and politics, but also consumers and citizens who
live a lifestyle based on the unsustainable exploitation of both people and the
planet.
Young people now see the planet as their essential locus of
reverence and concern; as Christian movements and parishes accompany them in
their quest, young people take part and indeed play leading roles. This we
learned at the 2018 Synod on Young People.
The environmental crisis is getting worse every day; it is certainly
even more serious now than it was five years ago, when Laudato si’ was
published. What commitment should a Christian make this week?
First, everyone, Christians and others, can try to improve
our relationship with nature via the path of contemplation. We cannot love what
we don’t even see; contemplative seeing can launch the journey of ecological
conversion.
During the coronavirus pandemic, many are discovering that
we can live on less. So we can continue consuming less, or choosing
less-polluting products, or avoiding unnecessary, non-recyclable packaging.
Instead of shopping without thinking about the moral and environmental
consequences, our Catholic parishes, schools and centres can accept that
‘purchasing is always a moral – and not simply economic – act’ (Laudato si’
§206, quoting Caritas in Veritate). They can use glass bottles and washable
dishes, as many social centres and popular movements habitually do.
Finally, in our liturgy, let us commit to celebrate God’s
gift of creation in a more inspiring way. Our traditional liturgies include
elements of nature: water and oil in baptism, bread and wine in the Eucharist,
fire at the Easter Vigil. We need to experience nature in us spiritually, and
ourselves in creation, in an integral manner. Otherwise we just continue
exploiting, consuming and abusing nature, rather than accepting our
responsibility as co-creators with God of our common home. The frugal,
liturgical and contemplative dimensions of Christian spirituality will help
motivate the necessary personal, social and systemic changes – all radical
ones!
Can you mention some initiatives particularly inspired by Laudato si’?
The Global Catholic Climate Movement (GCCM), also
celebrating its fifth anniversary, has more than 900 Catholic member
organisations from large international networks and religious congregations to
local parishes, grassroots leaders, and thousands of Catholic men, women and
young people. GCCM helped to organise the wonderful Laudato si’ week we are
celebrating right now.[ii]
Other examples include local organic farming in Latin
America, buildings refitted ecologically in Europe, and solar energy installed
in Africa. A number of Catholic schools have taken Laudato si’ as their primary
interdisciplinary teaching theme to promote ecological responsibility and to
mobilise students and their families in caring for our common home.
Cardinal Michael Czerny SJ is Under-Secretary of the Migrants and
Refugees Section of the Dicastery for Promoting Integral Human Development.
This is a translation of an interview conducted by Lucia
Capuzzi and Stefania Falasca for Avvenire.
-------------
[ii] Pope Francis’s Invitation to Laudato si’ week, in
English: https://www.instagram.com/p/CAQBz7HIGzj/?hl=en; in Italian: https://youtu.be/uFQAB2vuaQw