Dalam rangka memerangi maraknya perdagangan manusia, terutama para perempuan yang menjadi korbannya, Suster-suster di seluruh Indonesia yang berjejaring dalam wadah Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia (IBSI) membentuk Counter, Woman, Trafficking Commission (CWTC). Pada bulan Desember 2019 lalu, bertempat di Gedung Griya Anselma, Pringsewu, IBSI-CWTC memperkenalkan nama baru mereka, yaitu Talitha Kum Indonesia. Badan ini merupakan bagian dari jaringan Talitha Kum Internasional yang berpusat di Roma. Talitha Kum merupakan bagian dari IBSI yang fokus untuk menangani masalah perdagangan manusia.
Selama masa pandemi ini, selain tetap memperhatikan masalah perdagangan manusia, Talitha Kum Indonesia juga berperan aktif dalam membantu para korban terdampak covid-19. Sejak pandemi ini merebak di Indonesia pada bulan Maret 2020, banyak kegiatan yang telah dilakukan. Berikut beberapa kegiatan yang sempat disampaikan pada pertemuan rutin secara online pada Rabu, 13 Mei 2020.
Suster Katerina memulai dengan menceritakan kegiatan yang dilakukan beberapa saat terakhir ini, yaitu pendampingan terhadap seorang pekerja migran yang sudah 12 tahun hidup di Malaysia. Kisah dari pekerja migran yang dieksploitasi ini dimulai dari ia yang dibawa oleh suaminya ke Malaysia, lalu dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan tidak pernah mendapatkan gajinya. PMI itu lalu kabur dan memulai hidupnya dengan seorang pria. Tidak dipungkiri bahwa PMI itu sangat menderita dalam menjalani hidupnya dan dalam sehari belum tentu ia bisa makan. Oleh karena itu, Suster Katerina sudah berkoordinasi dengan Migrant Care untuk pendampingan lebih lanjut, namun memiliki kendala karena PMI itu tidak mau terbuka dengan persoalannya dan hanya mengeluh kepada keluarganya. Suster Katerina juga sudah mendesak Pemerintah Daerah untuk membuat surat agar bisa mengambil PMI itu. Sayangnya, beberapa saat kemudian PMI tersebut ditangkap dan saat ini berada di kantor polisi dalam keadaan hamil karena diperkosa. Dalam keadaan seperti ini, semakin sulit bagi PMI itu untuk pulang ke Indonesia. Suster berharap bahwa ada seseorang di sana yang bisa mendampinginya, dan akan lebih baik lagi jika wanita tersebut bisa dibawa ke shelter.
Suster Katerina memulai dengan menceritakan kegiatan yang dilakukan beberapa saat terakhir ini, yaitu pendampingan terhadap seorang pekerja migran yang sudah 12 tahun hidup di Malaysia. Kisah dari pekerja migran yang dieksploitasi ini dimulai dari ia yang dibawa oleh suaminya ke Malaysia, lalu dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan tidak pernah mendapatkan gajinya. PMI itu lalu kabur dan memulai hidupnya dengan seorang pria. Tidak dipungkiri bahwa PMI itu sangat menderita dalam menjalani hidupnya dan dalam sehari belum tentu ia bisa makan. Oleh karena itu, Suster Katerina sudah berkoordinasi dengan Migrant Care untuk pendampingan lebih lanjut, namun memiliki kendala karena PMI itu tidak mau terbuka dengan persoalannya dan hanya mengeluh kepada keluarganya. Suster Katerina juga sudah mendesak Pemerintah Daerah untuk membuat surat agar bisa mengambil PMI itu. Sayangnya, beberapa saat kemudian PMI tersebut ditangkap dan saat ini berada di kantor polisi dalam keadaan hamil karena diperkosa. Dalam keadaan seperti ini, semakin sulit bagi PMI itu untuk pulang ke Indonesia. Suster berharap bahwa ada seseorang di sana yang bisa mendampinginya, dan akan lebih baik lagi jika wanita tersebut bisa dibawa ke shelter.
Laporan kemudian dilanjutkan oleh Suster Cecilia dari Atambua. Sehubungan dengan adanya pandemi covid-19, kegiatan yang saat ini
sedang dilakukan adalah memadukan program Go To School, pemberdayaan untuk perempuan, juga membuat brosur
tentang anti Human Trafficking dan
protocol kesehatan covid-19. Selain itu juga ada pembagian masker gratis kepada
masyarakat bersama Komsos, Infokom dan Pol pp. Dalam langkah pemutusan
penyebaran covid-19, saat ini Suster bergabung dengan RRI dalam dialog
interaktif bersama Disnakertrans dan LSM.
Selanjutnya Suster Mawar
SSPS juga menyampaikan kegiatan yang dilakukan, yaitu bersama Thalitha Kum Malang memberikan
seminar kepada para frater yang belajar di Sekolah Tinggi Malang dengan materi
arah pastoral untuk human trafficking. Selain pemberian seminar, juga dilaksanakan siaran langsung di Radio Raturosari, dan juga dalam waktu dekat akan melaksanakan siaran di televisi yang pembahasannya tentang human trafficking. Selain itu juga dilakukan advokasi kebijakan publik desa seta pembagian masker gratis dan sembako bagi keluarga yang terdampak covid-19. Untuk kegiatan pemberdayaan saat ini belum dapat dilaksanakan karena masih perlu untuk menganalisa lebih dalam,
Dari Wonosobo, Jawa Tengah, Suster Fransiska PMY menceritakan
kegiatan di bidang pencegahan, yaitu adanya pemberdayaan masyarakat dengan
mendirikan PT Protekda yang merupakan pusat produktivitas dan pusat pelatihan
untuk mewadahi anak-anak Tuna Rungu dalam mengembangkan keterampilannya. Hal
ini dilakukan selain karena mereka sangat rawan menjadi target dari
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, juga karena sangat penting untuk membina mereka secara
moral, spiritual dan produktivitas. Pelatihan yang dilakukan itu meliputi
pelatihan mekanik, kuliner, salon. Dan sejauh ini sudah ada 38 Tuna Rungu yang
diberikan pelatihan dan sudah mandiri. Pelaksanaan pelatihan tidak
dilakukan menggunakan sistem perusahaan-perusahaan pada umumnya namun berfokus
kepada konsep pemberdayaan dan kemandirian tunarungu. Selain itu, hal yang dilakukan
adalah memberikan pendampingan terhadap Single
Mother yang ada di wilayah Klaten, yaitu
dibentuknya suatu badan organisasi dengan pelatihan menjahit dan kuliner. Untuk kaum petani, dilaksanakan demonstrasi plot keluarga, pembagian masker gratis dan
sembako, dan melakukan kampanye dalam bentuk video untuk pencegahan penyebaran
Covid-19.
Selanjutnya
Suster Reynelda membagikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan, antara lain ada beberapa
korban human trafficking yang diberdayakan untuk menjadi pegawai rumah tangga terampil, ada juga Aksi Doa bersama anak-anak asrama untuk korban human trafficking, mengadakan seminar di asrama, bimbingan konseling intensif untuk anak-anak asrama serta aksi sosial bekerjasama dengan
donator yaitu pembagian sembako dan masker kepada masyarakat yang terdampak
Covid-19.
Dari Kupang, Suster Laurentina
PI membagikan pengalamannya, yaitu adanya penolakan pelayaran ke kampung halaman jenazah PMI dari Maumere dan Rote. Dan untuk itu, dari Tim Jaringan Anti
Perdagangan Orang di Kupang melakukan pendekatan sehingga akhirnya jenazah bisa
dipulangkan. Menyambung dari yang disampaikan Suster Laurentina PI, Jeny menambahkan tentang kasus KMB Lewalemba
yang terjadi pada April lalu.
Dari Malaysia, Denis Raj membagikan pengalamannya dalam menangani permasalahan PMI di sana. Ia mengungkapkan bahwa masalah yang terjadi di Malaysia tidak berbeda
jauh dengan yang terjadi di Indonesia. Imigrasi Malaysia masih melakukan operasi besar-besaran dan berhasil menangkap 3800 pekerja migran (2700 PMI dan 98 balita). Ada aturan yang berlaku di Malaysia yaitu jika ada pekerja migran yang positif Covid-19, maka majikannya yang harus
bertanggung jawab. Namun ini juga hanya berlaku kepada pekerja migran berdokumen, sedangkan untuk pekerja migran yang tidak berdokumen, sulit meminta pertanggungjawaban dari
majikannya. Di camp tahanan sendiri
sudah ada dua kali lipat tahanan dari yang seharusnya diperbolehkan. Hal ini
tentu saja membahayakan pegawai-pegawainya. Ada kasus yang terjadi dimana, pekerja migran diminta untuk membayar sendiri biaya pengecekan Covid-19, dan
sekarang ini sedang mencari solusi terhadap kasus tersebut. Beruntungnya ada
satu organisasi di Malaysia yang sanggup membantu namun harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Denis Raj lalu
menambahkan bahwa PMI yang ditangkap adalah yang tidak resmi dan KBRI Kuala
Lumpur sangat membantu untuk PMI yang tidak resmi.
Selanjutnya Romo
Abi dari Paroki Buah Batu Bandung menyampaikan hal-hal yang dilakukan di parokinya. Pendampingan terhadap
migran belum dilakukan secara khusus, namun di sana ada satu lembaga, yaitu LBMK
(Lembaga Bantuan Mencari Kerja) yang merupakan tempat pertemuan antara pencari
kerja dan pencari tenaga kerja. Penanganan terkait pandemik di Keuskupan Bandung dilakukan secara
khusus oleh kelompok tugas dalam bentuk Caritas dan paroki-paroki
diberi keleluasan melakukan solidaritas tersendiri. Di Paroki Buah Batu, salah
satu program yang dilakukan adalah memberikan BLT kepada keluarga terdampak dan
membuka solidaritas bertetangga yang meminta seluruh umat untuk memperhatikan
tetangganya dan merekomendasikannya kepada Keuskupan Bandung. Sejauh ini sudah
ada 60 keluarga yang direkomendasikan untuk mendapatkan bantuan dan selama 3
bulan akan diberikan paket sembako.
VIVAT yang diwakili oleh Frater Ono, SVD menjabarkan program Go To School
yang rencananya akan dilaksanakan pada Maret 2020 bersama dengan Thalitha Kum Jakarta, namun
karena adanya pandemik ini, maka ditunda sampai situasi memungkinkan. VIVAT bersama dengan Paroki Matraman juga
membantu keluarga terdampak Covid-19 dengan memberikan paket sembako.
Sedangkan JPIC OFM saat ini sedang berfokus pada pendampingan
masyarakat yang menolak keberadaan tambang, menyalurkan APD ke beberapa rumah
sakit, mendistribusikan masker, mengupayakan bantuan untuk
rumah sakit yang kebakaran dan dibagikan sembako untuk masyarakat sekitar.
Selanjutnya Pater
Paulus Rahmat membagikan program terkait Anti Human Trafficking
dari VIVAT dari sisi pencegahannya dengan cara membuat kelompok penenun dan petani
holtikultura. Program ini sudah berjalan dua tahun dan sudah selesai dengan pendekatan
berbasis paroki. Namun ada juga program-program yang tertunda antara lain program Go To School dan program pelatihan untuk jurnalis di Kupang terkait
sensitifisme dan investigasi Human Trafficking. Bantuan sosial juga diberikan kepada
masyarakat terdampak Covid-19 terkait keakuratan
data penerima bantuan. Saat ini, VIVAT berkoalisi dengan suatu LSM menjalankan program Zero Human Trafficking Network yang
dalam waktu dekat ini akan menerbitkan buletin dengan judul Memoria Passionis dengan tujuan untuk mengenang
korban-korban Human Trafficking. Program selanjutnya adalah survey
terhadap pekerja buruh sawit di Kalimantan dan hasil tersebut akan dikirim ke Italia. Pater Paul juga menginformasikan
tentang doa lintas agama yang akan dilaksanakan tanggal 17 Mei 2020 dengan berbagai itensi
doa termasuk doa bagi para korban Human
Trafficking.
Romo Is tertarik dengan yang disampaikan
oleh Romo Abi terkait dengan data, Romo Is juga melakukan pembicaraan dengan
Desbumi dan menemukan masalah yang sama terkait keakuratan data. Romo terpikir
untuk mengembangkan fungsi mengawasi karena uang yang disisihkan pemerintah
besar tetapi administrasinya terlalu rumit.
Mba Ima membagikan tentang pengungsi yang
ada di Indonesia. Seperti halnya PMI yang kesulitan di luar negeri dan tidak
mendapatkan bantuan, begitu juga dengan pengungsi yang ada di Indonesia. Mba
Ima memohon bantuan berupa kebutuhan untuk balita kepada kami yang bisa
membagikan. Untuk pengungsi yang tinggal di Kali Deres terkait dengan biaya
listrik dan air sudah ada yang membayarkannya, meskipun pengungsi masih kesulitan
dalam mengakses fasilitas kesehatan. Suster Irene
melanjutkan terkait pengungsi di Serpong yang didampingi oleh IOM. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah membagikan masker kepada pengungsi di Serpong
yang didapat dari Romo Yadi dan berupaya memberikan bantuan kepada pekerja
nonformal (pemulung, pedagang kaki lima) yang ada di Tangsel terhadap bersama
PSE, KKP, HAK, dan Tanggap Darurat Paroki Santa Monika karena mereka tidak
mendapat bantuan dari pemerintah.
Dari setiap pembicaraan yang dilakukan oleh
masing-masing peserta, Romo Yadi mengambil beberapa kesimpulan. Pertama adalah dalam
mengadvokasi kasus dilakukan secara preventif dan kuratif, dan ini merupakan
hal yang sangat baik. Kedua, dalam mengantisipasi pemulangan PMI perlu ada
pemantauan pergerakan mereka karena mereka bisa saja di tolak oleh warga dan
perlu adanya pemberdayaan kepada PMI yang dipulangkan, untuk situasi sekarang
ini pemberdayaan dalam bidang pertanian adalah yang bisa dikembangkan. Ketiga,
pemilahan terkait informasi masalah-masalah yang dihadapi.
Tambahan dari Dennis
Raj sebelum penutupan pertemuan online, Dennis menyarankan perlu ada pengawasan
kepada PMI yang dipulangkan karena mereka yang sudah dipulangkan kembali lagi
untuk bekerja di Malaysia. Untuk itu perlu untuk membangun kerjasama yang baik, dan
Dennis Raj akan membagikan data PMI yang dipulangkan sehingga jaringan di
Indonesia bisa mengawasi. Terkait pemulangan jenazah tidak ada masalah di NTT, namun
untuk pemulangan jenazah yang berasal dari Medan sangat sulit bagi Dennis Raj,
oleh karena itu suster Reynelda yang berada di Medan bersedia untuk membantu
dalam pemulangan jenazah.
Pukul satu siang, kami menyelesaikan
pertemuan online dan menutupnya dengan Doa Ratu Surga. Pertemuan selanjutnya
akan dilaksanakan pada Rabu (20/05/2020).
Rencana tindak lanjut disarankan oleh Pater Paul yaitu pengalaman yang dijumpai tentang persoalan migran yang ditemukan di lapangan dikumpulkan dan dilaporkan kepada Kemenlu.