Untuk memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, Tim Relawan Kemanusiaan menyelenggarakan misa untuk memperingati para pahlawan kemanusiaan yaitu Suster Eustochia, SSpS, Pendeta Steven Suleeman, dan secara khusus bagi Adelina Sau dan semua korban perdagangan manusia.
Secara khusus, ada kesaksian dari Suster Idelponsa, SSpS tentang pelayanan kemanusiaan yang dijalankan oleh Suster Eustochia, SSpS. Penuh keharuan, Suster Idelponsa SSpS tidak bisa menahan airmatanya saat menceritakan perjuangan Suster Eustochia, SSpS dalam membantu korban kemanusiaan dan dengan hati tulus mengulurkan tangan tanpa pandang bulu.
Selesai Misa yang diadakah di Gereja Santa Maria Assumpta, panitia mengajak peserta untuk berpindah ruangan ke aula Santa Maria Assumpta. Kegiatan dimulai dengan puisi dengan judul Adelina Yang Fana. Jeni Laamo dipercayakan oleh Tim untuk membacakan puisi ini di hadapan para peserta. Beginilah bunyi puisi itu:
Uis Neno menjemput jiwamu
Uis Pah memeluk jasadmu
Telah kauserahkan tubuhmu dalam amanat sirih
Yang layu terkulai diremuk geligi kekerasan
Merah sirih adalah darah martirmu
Merah sirih adalah luka-cintamu
Gugus luka telah memahkotai peta tubuhmu
Konon, tubuh itu tersusun dari doa-doa leluhur
Yang diberkati dengan air baptis dan santan kelapa
Tokoh Kitab Suci yang pernah di papah Abraham,
Menemani tidur dinginmu
Bersama seekor anjing yang menikmati
Bunga-bunga luka yang memekarkan nanah
Di sekujur tubuh via dolorosamu
Telah kau serahkan suara hati dan imanmu
Pada duka-cinta yang menjerat tubuhmu
Yang fana dan terlunta
Percayalah, Adelinaku yang malang
Luka-lukamu akan memekarkan tulah
Keluarga Adelina
Sau-pun pada hari ini berkunjung ke makam Adelina Sau dan bersama pendeta yang
melayani di Desa Abi berdoa di sana. Foto-foto dan video dikirimkan di grup.
Sungguh haru dan pedih melihat dukacita keluarga.
Usai pemutaran
video itu, Mama Pendeta Emmy Sehartian berdiri di tengah-tengah peserta dan
membacakan ungkapan hati keluarga Pendeta Steven Suleeman. Keluarga mengucapkan
terimakasih dan sungguh terharu atas apa yang dilakukan hari ini, atas doa-doa
untuk beliau. Disinilah ditemukan seni dari ketidaksempurnaan itu. Meskipun
acara ini penuh dengan kata incomplete
namun saat maksud hati dan tujuan kita tersampaikan dengan baik dan mampu
menyentuh batin setiap orang yang hadir, disitulah kata sempurna muncul, bahwa
semua yang kita lakukan ini sia-sia, bahwa setiap lilin yang dinyalakan dan
doa-doa yang dipanjatkan sampai kepada Sang Penyelenggara Ilahi. Setiap usaha
dan daya tidak ada yang benar-benar sia-sia, mungkin penuh dengan kekurangan
tapi Allahlah yang akan melengkapi dan doa serta harapan yang kita panjatkan
akan dikabulkan sesuai dengan waktu terbaik-Nya. Amin.*