Tuesday, September 9, 2025

Perayaan 10 Tahun Laudato Si Indonesia: Panggilan Pertobatan Ekologis, Merawat Martabat Manusia di Rumah Kita Bersama

 


Sentul, 5 September 2025 – Hari pertama Perayaan 10 Tahun Ensiklik Laudato Si Indonesia (LSI) resmi dibuka di Sentul, Bogor, pada Jumat, 5 September 2025. Acara yang mengusung tema “CONNECT, LEARN & CELEBRATE” ini menyatukan 150 peserta dari 11 regio di Indonesia, menegaskan kembali komitmen umat Katolik—dan seluruh masyarakat—terhadap "rumah kita bersama" (our common home).

Bagi Sahabat Insan, yang turut menjadi bagian penting dalam Gerakan Laudato Si, momentum ini adalah refleksi mendalam, bertepatan dengan Tahun Yubileum 2025 (Peziarah Pengharapan) dan peringatan 800 Tahun Gita Sang Surya (Pujian Segala Makhluk) Santo Fransiskus Asisi.

Anggur Baru dalam Kantong yang Baru: Seruan Pertobatan Ekologis

Foto oleh: Saraswati

Perayaan diawali dengan Misa Pembukaan yang inspiratif, dipimpin oleh Romo I. Ismartono, SJ. Dalam homilinya, beliau menggunakan perumpamaan Injil tentang "anggur baru dan kantong yang baru" (Lukas 5:37-38). Ia menegaskan bahwa Gerakan Laudato Si adalah "anggur baru" yang diberikan oleh Roh Kudus kepada Gereja, namun anggur ini hanya akan bermanfaat jika dimasukkan ke dalam "kantong yang baru", yaitu sebuah pertobatan mendasar dalam cara kita hidup.

“Gerakan Laudato Si akan hilang bila dimasukkan dalam kebiasaan lama, atau program lingkungan hidup yang lama, ada korupsi, ekonomi eksploitatif,” tegas Romo I. Ismartono, SJ.

Beliau menekankan bahwa pertobatan ekologis harus menjadi budaya baru yang mewujudkan keadilan antar-generasi. Tanpa perubahan radikal dalam pola pikir dan gaya hidup, kita gagal dalam tanggung jawab untuk mewariskan bumi yang layak bagi anak cucu.

Pembukaan

Foto oleh: Saraswati

Setelah Misa, panitia yang diwakili Agustinus Harsono dan Lilik dari Tim Koordinasi Nasional (TKN) Laudato Si’ menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya acara ini. Meski sempat mengalami keterbatasan dana dan waktu persiapan, dukungan banyak pihak membuat acara ini tetap terlaksana.

“Ini bukan sekadar forum nasional, melainkan perjumpaan sahabat lama untuk saling menyalakan api semangat ekologis,” ujar Lilik dalam sambutannya

Acara kemudian resmi dibuka secara simbolis dengan lingkaran bersama para perwakilan, dipandu oleh Sr. Vincentia HK.

Sharing Komitmen dan Praktik Baik

Sesi siang dipandu oleh Sr. Dra. Vincentia HK, M.Si. Peserta dari berbagai komunitas dan keuskupan berbagi praktik baik hasil komitmen sejak pertemuan nasional tahun sebelumnya. Aksi nyata yang dihadirkan antara lain:

  • pengolahan sampah dengan eco-enzym dan kompos,
  • menanam pohon dan sayuran organik,
  • edukasi lingkungan di paroki dan sekolah,
  • advokasi paroki hijau dan bank sampah,
  • keterlibatan kaum muda dalam kampanye lingkungan

Panel Pembicara: Krisis Ekologis, Migrasi Iklim dan Arah Pastoral

Foto oleh: Saraswati

Sore harinya, sesi panel menghadirkan para tokoh penting yang memberi landasan teologis, etis dan pastoral:

  • Romo Ismartono SJ: menyoroti krisis ekologis yang melukai martabat manusia, terutama pengungsi iklim. Ia mengingatkan Gereja untuk hadir memberi perlindungan, solidaritas dan advokasi bagi mereka yang kehilangan rumah akibat bencana.
  • Romo Ferry SW (Eco Camp Bandung): memaparkan Laudato Si’ Action Platform (LSAP) dengan tujuh sektor aksi, dari perlindungan keanekaragaman hayati hingga ekonomi ekologis. Ia menekankan perlunya sinergi komunitas global untuk menjawab jeritan bumi dan kaum miskin.
  • Romo Marthen Jenarut, Pr: menjelaskan arah pastoral Gereja Indonesia ke depan. Ia menekankan pentingnya pastoral kolaboratif lintas-keuskupan, gerakan lintas iman, serta dukungan terhadap komunitas adat yang menjaga hutan dan tanah leluhur.
  • Dr. Sonny Keraf: membawakan perspektif etika lingkungan. Ia mengingatkan bahwa krisis ekologis adalah ancaman nyata bagi kehidupan: dari krisis air, pangan, hingga migrasi penduduk pesisir akibat kenaikan permukaan laut. “Menyelamatkan kehidupan berarti menyelamatkan bumi ini dengan segala isinya,” tegasnya.

Menutup hari pertama, pesan Paus Fransiskus menggema kembali: "Krisis lingkungan adalah krisis martabat."

Perayaan 10 Tahun ini bukan sekadar merayakan dokumen, tetapi merayakan komitmen untuk menjadi agen perubahan. Komitmen ini adalah tanggung jawab moral untuk menyuarakan dan menindaklanjuti, menggerakkan umat dan masyarakat untuk menjadi pelindung martabat manusia yang paling terancam oleh kerusakan alam. Momentum Sentul ini telah menyalakan semangat bagi semua Peziarah Pengharapan untuk kembali ke komunitas masing-masing dengan gairah yang baru.


Penulis: Saraswati