Monday, January 4, 2010

Laporan acara Kongres III IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia).

Pada tanggal 6 sampai 10 Desember 2009, Perwakilan PKR-KWI Billy Joseph Bibianus dan Sr Eugenia, PBHK memenuhi undangan Kongres III IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia) di Wisma Samadi Jakarta. Undangan kami dalam kegiatan Kongres ini adalah sebagai Peninjau, hal ini berhubungan dengan lembaga kami crisis center KWI yang bekerja dibidang kemanusiaan dan beberapa kali bersentuhan langsung dengan siapapun mereka yang menjadi korban dari pelanggaran HAM.

Kongres yang dihadiri perwakilan korban dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan Timor-Leste ini akan mengambil tema, "Memperkuat Organisasi, Merintis Pemenuhan Hak-Hak Korban". Acara akan dibuka secara resmi dalam sebuah diskusi publik, "Membedah Agenda HAM Pemerintah SBY - Boediono" dengan pembicara utama Menkumham Patrialis Akbar (tidak hadir diwakili oleh Jusuf Hadi Staf Bidang HAM), Ketua Kejaksaan Agung Hendarman Supanji tidak hadir dan tidak mengirimkan perwakilannya, Ketua Komnas Ifdhal Kasim, ICTJ (International Center for Transitional Justice) Galuh Wandita, Ketua Ikohi Spin Mugiyanto, dan sebagai Moderator Indria Ferninda (Wakil Koordinator KontraS). Diskusi publik diselenggarakan pada hari Senin, 7 Desember 2009 jam 09.30 WIB di Hotel Harris, Jakarta.

Kongres ini sebagai sebuah tempat untuk melakukan konsolidasi bersama antara para korban HAM diseluruh Indonesia dari perubahan AD/ART, Restruktur organisasi kepengurusan, dan strategi agenda program utama. Untuk kepengurusan yang akan datang terpilih kembali Sdr Spin Mugiyanto dan Sekertaris umum yang baru Sdri Wanma Yetty. Dan yang menjadi program utama dari Kongres ini adalah usaha untuk berjalannya untuk dilakukannya rekomendasi DPR sebelumnya kepada Pemerintahan SBY-Boediono tentang penghilangan orang secara paksa. Para korban berharap bahwa rekomendasi DPR ditindaklanjuti oleh Presiden. Rekomendasi DPR, yang mengacu pada kerja dan rekomendasi dari Komite Khusus Parlemen pada Penghilangan Paksa dalam periode 1997-1998, yang dikeluarkan pada 28 September 2009 adalah sebagai berikut;

1. Merekomendasikan Presiden untuk membentuk Ad Hoc Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk kasus-kasus penghilangan tahun 1997-1998. 

2. Merekomendasikan Presiden dan semua instansi pemerintah dan pihak terkait untuk segera melakukan pencarian 13 orang yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyimpulkan sebagai masih hilang; 

3. Merekomendasikan pemerintah untuk memberikan rehabilitasi dan kompensasi bagi keluarga korban. 

4. Merekomendasikan pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi Menentang Penghilangan Paksa '[Konvensi Internasional tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa]' sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktek Penghilangan Paksa di Indonesia. 

Selain agenda rekomendasi penghilangan paksa ini, ada juga dua program kerja yang menjadi program Ikohi dengan para korban yaitu :

1.        Bidang keadilan, yaitu pengungkapan kebenaran dari kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dari G 30 S, Malari 74, Petisi 50, Tanjung Priok'84, Peristiwa Lapangan Banteng, Talang Sari Lampung, Kedung Ombo, Peristiwa 27 Juli, Mei '98, Semanggi I & II, Penculikan Aktivis Mahasiswa ProDem, Kasus Aceh, Papua, Ambon, Poso, Sampit, Kalbar, Tim Tim, dan kasus berbagai lainnya yang pernah dilakukan oleh rejim otoriter Orde Baru Soeharto.

2.        Bidang reparatif korban HAM, Kompensasi sebagai korban kejahatan HAM, pengakuan dalam hak-hak politik korban yang merupakan bagian dari warga negara, pelayanan kesehatan, memperoleh pendidikan yang sama, perkerjaan yang layak dll.

Dalam acara Kongres ini dengan suasana yang cukup serius diselingi juga dengan pentas seni dari Band Ikohi yang membawakan beberapa lagu perjuangan. Pada malam kesenian dalam rangka Ulang tahun (Alm) Munir, dimana Suciwaty istri Munir hadir membawakan sharing kepada para korban tentang pengalaman jalan hidupnya bersama Almahrum Munir dan menyerukan agar para korban HAM tetap teguh bersatu dalam perjuangan menggapai keadilan. Pada malam terakhir diadakan acara Solidarity night oleh para peserta kongres. Dan acara ditutup pada hari penutupan tanggal 10 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari HAM Internasional ke-61 dengan melakukan aksi dari depan Istana Negara yang berpawai ke Bunderan H.I. Aksi ini merupakan gabungan dengan beberapa elemen seperti YLBHI, Kaum Miskin Kota, Korban Ecosoc dan KontraS. Kami yang hadir dalam acara ini, walaupun bukan sebagai korban seperti mereka merasa mempunyai rasa empati yang mendalam dalam perjuangan mereka menggapai keadilan. Terlebih diantara korban ini sudah ada yang meninggal dan sudah dimakan umur, mereka adalah yang menjadi korban ’65. Kami berharap disuatu saat  para korban kekerasan HAM ini mendapatkan keadilan dan pengungkapan kebenaran dari negara. (Billy, PKR-KWI)