Monday, February 15, 2010

CONFUCIUS, WORDS OF WISDOM

Pada hari Sabtu 6 Februari 2010, Metro TV menayangkan tentang kisah Confucius, seorang filsuf dari Cina yang hidup pada masa sekitar 500 tahun sebelum Masehi. Berikut intisari dari tayangan tersebut:

Confucius lahir pada masa saat peperangan terjadi di seluruh bagian di negeri Cina. Nama sebenarnya adalah Kong (the master, the teacher), dan  dipanggil Kong-fu-tse. Seorang misionaris kemudian memberinya nama Latin Confucius.

Pada umur 3 tahun, ayahnya meninggal dunia, dan dia hidup bersama Ibunya. Confucius mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan. Dia terlihat menonjol dibandingkan anak-anak lainnya. Walau pun miskin, tapi semangat belajarnya tinggi dan rasa ingin tahunya sangat besar. Dia bertanya dan belajar kepada siapa saja yang dianggap mampu memenuhi hasrat keingintahuannya.

“ Belajarlah terus menerus sampai orang menutup peti mati kita”

Hidupnya penuh cobaan. Puncak kesedihan dialaminya saat Ibu yang dicintainya meninggal dunia. Dia merasa menjadi orang bernasib paling buruk  di dunia ini. Tapi saat itu merupakan awal baginya untuk menjadi seorang filsuf. Dia mengurung di kamarnya selama tiga tahun untuk mempelajari buku-buku pengetahuan.

“Garis  keturunan bukanlah penentu takdir. Nasib kita ditentukan oleh kebaikan yang kita tabur”

Dengan bekal ilmu yang dimilikinya, Confucius menolak untuk menyepi di gunung dan bertapa.

“ Aku tidak bisa bergaul dengan burung-burung dan hewan-hewan di gunung. Aku manusia, harus berada di antara manusia”

Dan Confucius mulai berkelana menyebarkan ilmunya.  Dalam setiap ajarannya, beliau selalu menekankan pentingnya pendidikan, terutama bagi rakyat kecil.

“Ketika rakyat terpelajar, perbedaan kelas akan lenyap”

“Pendidikan adalah makna dari hidup”

“Kualitas manusia akan ditentukan oleh pendidikan”

“Ketika pangeran dan raja tidak berkualitas, mereka harus diturunkan derajatnya. Sebaliknya, jika ada rakyat jelata yang pandai dan berkualitas, mereka harus dinaikkan derajatnya”

Setiap kali mengajar, Confucius selalu mendorong murid-muridnya untuk belajar , belajar dan belajar.

“Keagungan diturunkan oleh karakter, bukan oleh keturunan”

Menurut Confucius, perbedaan antara manusia unggul dan manusia rendah adalah:

1)      Manusia unggul melakukan yang benar, manusia rendah melakukan yang salah

2)      Manusia unggul menuntut dirinya sendiri, manusia rendah menuntut orang lain

3)      Manusia unggul menerima nasib buruk dengan tenang, manusia rendah menerimanya dengan mengeluh.

“Teladan dan kasih sayang dari keluarga akan menyebar ke masyarakat, dan menular ke lingkup yang lebih luas lagi. Begitu juga dengan kemanusiaan dan kebaikan hati”

Setelah berkelana dari satu tempat ke tempat lain, Confucius akhirnya menjadi penasehat Duke King, salah satu penguasa saat itu. Sejak saat itu, Cina menjadi negeri yang tenteram dan damai. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Saudara Duke King yang iri dengan kesuksesannya kemudian mengirimkan wanita-wanita penggoda. Duke King menjadi terlena dan mengabaikan negaranya. Melihat kenyataan tersebut, Confucius akhirnya meninggalkan tempat tersebut dengan bersenandung

“Nyanyian wanita mengalahkanku, dan tarian wanita melemahkanku”

Akhirnya Confucius kembali berkelana. Pada suatu hari, dia menemui seorang wanita sedang menangisi suami dan anaknya yang dimakan harimau. Confucius kemudian bertanya mengapa wanita tersebut tidak pindah saja ke kawasan pemukiman penduduk. Ternyata, wanita tersebut lebih takut lagi kepada penguasa negeri tersebut sehingga memilih untuk tinggal di hutan.

“Pemerintah yang menindas lebih menakutkan daripada serangan harimau”

Menjelang akhir hidupnya, Confucius akhirnya mengingkari perkataannya sendiri, dan memilih untuk menyepi di gunung. Disana beliau tetap membagikan ilmunya kepada murid-muridnya. Tentang hal ini, Confucius berkata:

“Sekarang aku tahu, bahwa Surga punya kehendak-Nya sendiri”

Dalam setiap pengajarannya, Confucius tetap menekankan bahwa kerja keras, pendidikan dan kesempatan adalah sarana untuk berhasil. Manusia adalah makhluk yang penting karena diberi kemampuan untuk memperbaiki diri sendiri serta diberi kesempatan untuk membentuk karakter.

Pada usia 15 tahun, Confucius mulai belajar tanpa henti disertai rasa ingin tahunya yang sangat besar. Pada usia 40 tahun, beliau tahu kemana tujuan yang hendak ditempuhnya. Di usia 60 tahun, Sang Guru sangat tunduk pada kebenaran. Dan pada akhir hayatnya, di usia 70 tahun, beliau tahu keinginan hatinya tanpa melanggar kebenaran.