Pada tanggal 20 Januari 2010 Billy Joseph Bibianus dan Corry Korita Neryceka menghadiri undangan diskusi dari Setara Institut. Undangan tersebut diskusi tentang laporan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang tahun 2009 oleh Setara Institut. Diskusi ini diselenggarakan di Hotel Atlet Century Senayan Jakarta. Hadir dalam acara ini Hendardi Ketua Badan Pekerja Setara, Azyumardi Azra Ketua Dewan Nasional setara, Rocky Gerung, Ibu Ade Rosita Sitompul serta para perwakilan undangan dari kalangan agama KWI, PGI, MUI, Matakkin, PHDI, Ahmadiyah, Walubi, NU, Muhammadiyah dan aktivis kebebasan umat beragama.
Dalam laporan yang disampaikan Manager Program Setara Institut Ismail Hasani mencatat, sepanjang tahun 2009 setidaknya ada 200 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan yang mengandung 291 jenis tindakan. Tindakan di sini adalah pelanggaran-pelanggaran yang bisa saja terjadi beberapa kali dalam satu peristiwa. Pada "Laporan pemantauan Setara Institute selama tiga tahun berturut-turut merekam bahwa pelanggaran kebebasan beragama atau keyakinan beragama yang terjadi di Indonesia bermula dari jaminan setengah hati atas hak untuk bebas beragama," kata Ketua Setara Institute Hendardi.
Dalam pembahasan tersebut terdapat 10 wilayah dengan tingkat pelanggaran tertinggi, yaitu Jawa Barat (51 peristiwa), Jakarta (38), Jawa Timur (23), Banten (10), Nusa Tenggara Barat (9), Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Bali dengan masing-masing 8 peristiwa, serta Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dengan masing-masing 7 peristiwa. Berdasarkan data Setara Institute, dari 291 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, terdapat 139 pelanggaran yang melibatkan negara sebagai aktornya, baik melalui 101 tindakan aktif negara, maupun 38 tindakan pembiaran yang dilakukan oleh negara. Tindakan pembiaran berupa 23 pembiaran aparat negara atas terjadinya kekerasan dan tindakan kriminal warga negara dan 15 pembiaran karena aparat negara tidak memproses secara hukum atas warga negara yang melakukan tindak pidana. Dan dalam diskusi ini ditemukan kasus baru tentang pelanggaran kehidupan beragama dari peserta yang hadir Billy Joseph Bibianus dari Ciris-center KWI menyampaikan terjadinya pelanggaran kehidupan beragama berupa diskriminasi bantuan pada saat terjadi bencana. Kasusnya adalah menolak bantuan dari agama yang berbeda atau tidak meratanya bantuan terhadap korban yang berbeda agama. Dan kasus faktual ini terjadi pada saat gempa jawa barat dan gempa di sumatera-sarat
Institusi negara yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah, kepolisian (48 tindakan), Departemen Agama (14 tindakan), walikota (8 tindakan), bupati (6 tindakan), dan pengadilan (6 tindakan). Selebihnya adalah institusi-institusi dengan jumlah tindakan di bawah 6 tindakan. Sementara, 152 tindakan lainnya merupakan tindakan yang dilakukan warga negara dalam bentuk 86 tindakan kriminal atau perbuatan melawan hukum, dan 66 berupa intoleransi yang dilakukan oleh individu atau anggota masyarakat. Dalam laporan Setara Institute juga disebutkan, untuk pelanggaran yang melibatkan negara sebagai aktor, kerangka legal pertanggungjawabannya adalah hukum hak asasi manusia, yang mengikat negara akibat ratifikasi kovenan dan konvensi internasional hak asasi manusia.
Akhir dari diskusi ini, para peserta yang hadir dengan adanya laporan ini menjadi sebuah refrensi untuk sebuah pelajaran kedepan dalam usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran kehidupan beragama. Dimana pemerintah dan aparat penegak hukumnya harus berani mengambil peran dalam menjamin kehidupan beragama yang diatur didalam konstitusi. (Billy, PKR-KWI)