Berikut ini adalah laporan kegiatan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) yang dimuat di media cetak Sinar Harapan tanggal 27 April 2010. Dewan Kesehatan Rakyat mendapatkan donasi dari PKR-KWI untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan gratis ini bagi masyarakat miskin di Kelurahan di Kemayoran. (Billy-PKR KWI)
Susahnya Mendapatkan Kesehatan Gratis
Selasa, 27 April 2010 13:18
JAKARTA - Nasib warga miskin di Ibu Kota seakan tidak pernah ada habisnya. Janji pelayanan kesehatan gratis hanya enak didengar saat kampanye presiden atau pilkada. Setelah itu: warga miskin tetap tersisihkan!
Di bawah panasnya terik matahari, laki-laki tua itu berjalan pelan-pelan, dituntun seorang perempuan yang sama rentanya menuju sebuah lapangan yang dinaungi tenda sederhana, Sabtu (24/4) lalu. Ia baru saja mendapatkan pengobatan gratis karena sakit asam urat dan darah tinggi. Sesampainya di bawah tenda itu, ia tak mau buang-buang waktu. Menyambar alat pengeras suara, ia pun langsung bertanya.
“Kami ini orang miskin. Katanya kami dapat jaminan kesehatan. Tetapi kok nyatanya kami selalu harus bayar,” kata seorang laki-laki itu tanpa menyebut nama. Namun, yang pasti, ia berasal dari Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran.
Ia tidak sendirian. Keluhan yang sama juga dilontarkan banyak warga miskin yang sedang berkumpul saat itu. Bertempat di kawasan kumuh, di Gunung Sahari, Kemayoran, Jakarta Pusat, ratusan warga tidak mampu ketika itu memang tengah berdialog dengan sejumlah pejabat negara. Ada Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Siti Fadilah Supari, anggota DPRD Komisi E dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Iman Satria, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AM Fatwa, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat Angelina, dan Koordinator Gakin Dinas Kesehatan Jakarta di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Muktiono.
Temanya persoalan klasik, “Mencari Jalan Keluar Problematika Kesehatan Rakyat Miskin di DKI”. Dialog tersebut digelar oleh Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jakarta Pusat bersama warga Kemayoran dan bekerja sama dengan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Pegusaha Sofyan Wanandi dan Yayasan Kristen Bina Mandiri.
Muhyi dari Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat mengatakan, kabar tentang jaminan kesehatan gratis bagi warga miskin di DKI sudah lama terdengar. Namun, pada praktiknya, hal tersebut susah sekali dilaksanakan. Banyak warga tak mampu yang sakit tidak mendapatkan pelayanan yang optimal dari Rumah Sakit. Bahkan, umumnya, warga tak mampu masih dipungut biaya oleh rumah sakit sebagai jaminan.
“Kami pernah menolong seseorang ke rumah sakit. Dia tidak mampu, tetapi dia dimintai uang jaminan. Akhirnya pakai uang kami sendiri Rp 200.000 untuk menjamin. Bagaimana jalan keluar kami? Sebagai rakyat miskin, katanya kami dapat jaminan?,” tanya Muhyi, kader DKR Jakarta Pusat.
Musadat dari Kelurahan Tanah Tinggi. Ia mengaku, pengurusan jaminan kesehatan di rumah sakit pusat ataupun daerah sering sekali berbelit-belit. Bahkan, perlakuan yang tidak menyenangkan dari karyawan rumah sakit membuat pasien miskin banyak yang tidak berani menjalani perawatan di rumah sakit, sekalipun terkadang penyakitnya sudah kronis.
“Banyak pasien miskin takut kalau ke rumah sakit. Kata mereka seram, suka dibentak-bentak,” katanya.
Pakai SKTM
Menanggapi persoalan tersebut, Muktiono mengatakan, pengurusan jaminan kesehatan tidak terlalu sulit sepanjang warga tersebut benar-benar tidak mampu. Banyak kesulitan di rumah sakit selama ini umumnya terjadi karena warga yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) berkategori mampu.
“Banyak yang dulunya aktivis LSM sekarang menjadi calo. Itu yang tidak kita inginkan, makanya terlihat susah. Padahal, mereka itu merugikan masyarakat miskin,” katanya.
Iman menambahkan, supaya masyarakat miskin mendapatkan akses kesehatan gratis, partisipasi warga harus segera dibangun melalui pengaktifan desa-desa siaga. Oleh karena itu, ia mendorong supaya DKR bekerja sama dengan semua elemen masyarakat mengaktifkan partisipasi rakyat.
“Supaya rakyat miskin dapat tertolong, sedangkan yang kaya tidak memanfaatkannya,” katanya.
Sementara itu, Siti Fadilah Supari menyarankan, pengelolaan dana jaminan kesehatan tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga seperti asuransi. Sebaliknya, pengelolaan itu harus dilakukan oleh negara secara langsung, supaya tidak terjadi keefisienan anggaran.
“Pengelolaannya harus transparan. Kalau pengelolaanya seperti Jamkesmas oleh negara maka kebocoran dapat diminimalkan,” kata Siti.
Ketua DKR Jabodetabek Agung Nugroho menegaskan, banyaknya hambatan dari birokrasi dan rumah sakit tak boleh membuat rakyat menyerah. Sebaliknya, rakyat tetap harus berani. Pasalnya, jaminan kesehatan merupakan hak warga negara yang diatur oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Apalagi, sejak puluhan tahun rakyat telah membayar pajak.
“Sehingga pajak itu harus kembali lagi kepada yang punya, untuk kesejahteraan rakyat,” katanya. (tutut herlina)
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/susahnya-mendapatkan-kesehatan-gratis/
Wednesday, May 5, 2010
Bantuan Kegiatan Pelayanan Kesehatan (Dewan Kesehatan Rakyat)
Subscribe to:
Posts (Atom)