Ekopastoral. Kata ini kedengarannya asing bagi kalangan umat pada umumnya, namun perlu untuk dikenal, dipahami dan dilaksanakan. Ekopastoral merupakan karya pastoral yang berpihak pada kehidupan dan alam ciptaan. Memperjuangkan keseimbangan alam yang semakin hari semakin rusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Hutan-hutan yang dulu menjadi pelindung, pengayom dan peneduh saat ini sudah banyak disulap menjadi kebun kelapa sawit yang sangat merusak ekosistem di hutan tersebut. Padahal ini hanya untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Penanaman pohon kelapa sawit sangat merusak tanah. Tujuan ekopastoral adalah mendidik diri sendiri dan sesama untuk mendayagunakan seluruh ciptaan secara nalar untuk mencapai tujuan kita diciptakan. ]]
Beberapa waktu yang lalu kami JPIC se-regio Jawa mengadakan pertemuan rutin untuk evaluasi dan menyusun program untuk tahun 2015. Pertemuan diadakan di sebuah dusun yang sangat asri dan sejuk, di atas bukit yang dikelola oleh Romo Eko OCarm bersama masyarakat Cibatu Belah desa Salem kabupaten Purwakarta Jawa Barat. Letak dusun tersebut 11 km dari kota Purwakarta. Untuk menuju ke lokasi tersebut kami harus berjalan kaki, dengan kondisi jalan yang menanjak dan berbatu-batu, dan jika hujan jalanan tersebut menjadi sangat licin. Di atas bukit yang luas areanya 21 hektar ini berdirilah tiga buah pondok yang sangat sederhana, dengan berdinding bambu dan beralas tanah. Tempat ini biasa dipergunakan untuk anak-anak rekoleksi dan live in untuk melatih hidup bermasyarakat dan mencintai lingkungan hidup. Menurut keterangan Rm. Eko, tempat tersebut sengaja dibuat demikian supaya tetap menjaga kelestarian alam dan ekosistem di desa tersebut.
Ketua JPIC se-regio Jawa Pastor
Aleks Dato SSCC sengaja memilih tempat yang sangat sederhana dan asri untuk
pertemuan kami, berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya yang biasanya diadakan di tempat yang
nyaman, aman dan fasilitas serba ada, dengan maksud agar kami juga mengenal dan memahami lebih dekat kondisi masyarakat Cibatu Belah yang rentan dengan masalah-masalah sosial sehingga memicu para penduduknya terutama kaum wanita untuk mengadu nasib ke
negeri orang. Narasumber pertemuan tersebut adalah Romo Koko, Pr
dari Komisi Migran dan Perantau KWI. Beliau memberikan pelatihan dengan memperdalam Ajaran Sosial Gereja serta aplikasinya dengan masalah yang saat ini kita hadapi, terutama Gerakan
Aktif Tanpa Kekerasan (GATK) yang selalu marak di kalangan masyarakat baik di
desa maupun di kota. Setelah itu kami juga diajak untuk melakukan analisa sosial SWOT, yang akan
digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor serta merumuskan strategi
yang tepat bagi organisasi. Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan
JPIC yang ada yaitu suster-suster Ursulin, OP, Tarakanita/CB, bruder-bruder RGS, PI,
MTB, OMI, O Carm, OFM, SSCC, SSPS,
SND, serta wakil dari Keuskupan Bandung, Keuskupan
Purwokerto dan Keuskupan Semarang.
Masyarakat Cibatu Belah sangat rentan mengalami kawin-cerai karena masalah ekonomi yang menghimpitnya. Walaupun daerah itu sangat subur lahan perkebunan maupun persawahannya, namun generasi mudanya tidak banyak yang mau menggarap lahan tersebut dengan alasan yang sangat klasik, yaitu faktor ekonomi. Mereka lebih tertarik untuk mengadu nasib menjadi TKI di Malaysia untuk mengejar ringgit yang nilai tukarnya terhadap dollar lebih tinggi daripada rupiah. Namun kenyataannya hal itu tidak terlalu mampu meningkatkan kondisi ekonomi mereka, sehingga akhirnya banyak masyarakat yang berangkat ke Arab Saudi, Abu Dhabi, Oman dan negara – negara Timur Tengah lainnya untuk mencapai taraf hidup yang lebih tinggi. Memang, jika melihat rumah-rumah bagus di daerah tersebut yang di halaman rumahnya ada kendaraan baik mobil maupun sepeda motor, sudah dapat dipastikan bahwa anggota rumah tersebut pasti ada yang menjadi TKI di negara-negara Timur Tengah. Namun sebaliknya, tidak sedikit juga dari mereka yang mengalami penderitaan yang sangat memprihatinkan, sehingga sebenarnya menjadi TKI bukan selalu merupakan pilihan yang tepat.
Dalam acara pertemuan tersebut, ada sesi bertatap muka dengan dua orang mantan TKW asal daerah Cibatu Belah. Salah satu dari mereka bernama Teh Siti. Ia sudah dua tahun menjadi TKW di Arab dan menurut kesaksiannya ia mendapatkan majikan yang baik, tidak pernah membentak maupun menyiksanya. Namun Teh Siti tidak pernah mendapat hari libur dan istirahat yang cukup. Ia tidak tahu dan tidak menyadari bahwa hal semacam ini termasuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia . Hal yang demikian ini ia jalani selama 2 tahun sampai kontrak kerjanya selesai. Kemudian ia tidak mau memperbaharui kontraknya lagi lalu pulang ke tanah air.. Lain lagi kisah Teh Yuni. Dulu ayahnya menjadi TKI dan meninggal di Arab, namun jenasahnya tidak boleh dibawa pulang. Waktu kejadian itu ia masih kelas 2 SLTP di Purwakarta. Menurut kesaksiannya, majikan ayahnya mengatakan bahwa jika jenazah dikembalikan ke tanah air, maka organ-organ tubuhnya akan diambil semua sehingga akan sampai di tanah air dalam keadaan tidak utuh lagi. Karena alasan tersebut, maka keluarga akhirnya memutuskan untuk menguburkan jenazah ayahnya di Arab. Seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya curiga dan berpikir jangan-jangan walaupun jenazah tidak dibawa pulang, organ tubuhnya juga tetap diambil karena tidak ada yang mengawasi. Inilah kisah-kisah memilukan yang mereka alami.
Dengan keprihatinan ini maka tergeraklah hati mereka berdua untuk berbuat sesuatu bagi masyarakat di dusun Cibatu Belah bersama tim ekopastoral. Awalnya gerakan ini sedikit menemui kendala, karena daerah tersebut penduduknya 100% muslim sehingga tidak kenal dengan kaum religius Katolik. Namun pelan-pelan Romo Eko berhasil melakukan pendekatan dengan masyarakat sekitar sehingga mereka bisa diterima, meskipun tetap ada tantangan dan rintangan. Pendekatan juga dilakukan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan bahkan dengan preman - preman kampung. Dengan tekad dan ketulusan hati untuk berbagi dan menjadi saudara, maka tembok yang tebal pun akhirnya dapat ditembus.
Pembelian lahan yang saat ini ditempati pun tidak lepas dari kendala. Di lahan yang berbentuk perbukitan tersebut, ternyata terdapat mata air yang sangat berguna untuk kelangsungan hidup sebagian masyarakat Purwakarta. Lahan tersebut sudah lama diincar oleh sebuah perusahaan air minum. Mereka sudah menawarkan harga 2 kali lipat dari harga yang telah disepakati oleh tim ekopastoral. Namun karena pendekatan yang sangat bagus dengan masyarakat, maka pihak pemerintah kabupaten Purwakarta mempercayakan lahan tersebut kepada tim ekopastoral. Pemerintah percaya bahwa jika lahan tersebut dikelola oleh mereka, maka airnya tidak akan habis dan pohon-pohonnya akan terpelihara dengan baik.
Dengan menghimpun masyarakat dusun Cibatu Belah, Romo Eko dan timnya memberdayakan masyarakat dengan cara membentuk Lembaga Keuangan Ekonomi Masyarakat yang dipimpin oleh Teh Siti. Lembaga tersebut berbentuk koperasi simpan pinjam. Mereka juga melaksanakan program menggarap sawah dengan sistem bagi hasil, yang bibitnya dan hasil panennya dikelola oleh lembaga. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan mengurangi keinginan mereka untuk menjadi TKI di negeri orang. Selain itu kegiatan ini juga dapat mengajak mereka untuk peduli lingkungan dan alam sekitarnya. Mengabdi, memuji, menghormati dan mencintai Allah melalui sesama, dan dengan demikian menyelamatkan jiwa.
Jakarta Penghujung tahun 2014
Berkah
Dalem
Sr. Laurentina PI