Pada tanggal 5 Desember 2014,
Sahabat Insan berkunjung ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Dinsos
Jakarta. Sebanyak 53 perempuan calon pekerja migran ditampung oleh pemerintah.
Kebanyakan mereka berasal dari Jawa Barat namun ada juga yang berasal dari
Medan dan NTT.
Terik matahari tidak mengurungkan
niat kami untuk berkunjung saat itu. Sesampainya di sana, kami meminta izin
kepada petugas untuk menemui para korban. Tak disangka, kunjungan kami bersamaan
dengan kegiatan mingguan yang diadakan oleh RPTC. Petugas
mengijinkan kami untuk bergabung dalam kegiatan mereka. Para calon pekerja
migran sudah bersiap untuk mengikuti pelatihan memasak. Mereka dibagi menjadi
kelompok kecil untuk mempermudah pelatih dalam memberi arahan. Pertemuan kali
itu, mereka dilatih untuk membuat klepon.
Mereka sangat antusias dalam membuat jajanan tradisional tersebut. Seakan tak
mau kalah, kami juga ikut membuat bulatan adonan klepon. Pelatihan memasak berlangsung selama kurang lebih satu jam.
Setelah adonan matang, kami diijinkan untuk mencoba klepon buatan mereka.
Pelatihan pun dilanjutkan dengan makan
siang. Sembari menyatap makanan, kami mengobrol dengan santai. Mereka sangat ramah dan
memiliki semangat hidup yang tinggi. Meski pun telah dipermainkan oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab, mereka tetap memberikan senyum terbaik mereka untuk kami.
Pada tanggal 8 Oktober 2014, 53
calon pekerja migran tersebut berangkat ke Malaysia. Mereka dijanjikan
pekerjaan di Timur Tengah oleh sebuah agen abal-abal.
Sesampainya di Malaysia, mereka ditampung di sebuah apartemen milik agen
tersebut. Tak banyak yang mereka lakukan di sana. Cita-cita untuk memiliki
kehidupan yang lebih baik tidak berbanding lurus dengan kenyataan. Apartemen tempat mereka tinggal digerebek oleh kepolisian Malaysia. Mereka
diinterograsi oleh pihak berwajib. Kemudian, mereka dibawa ke rumah perlindungan milik
pemerintah Malaysia. Dua minggu berlalu, mereka dibawa kembali ke kepolisian setempat dan dipindahkan ke bangsal wanita.
Mereka merasa tidak diperlakukan
dengan baik di tempat yang mereka sebut bangsal. Pertama kali mereka menginjakkan kaki,
petugas memerintahkan mereka untuk berjalan dalam posisi jongkok. Setiap pagi,
mereka harus ikut bernyanyi lagu kebangsaan Malaysia. Mereka hanya mendapat
biskuit dan teh manis untuk sarapan. Mereka juga hanya mendapat nasi dengan
lauk yang seadanya untuk makan siang dan makan malam. “Rasanya ingin
cepat-cepat keluar dari sana, Mbak!” ungkap salah satu korban. Tujuh hari
berlalu, mereka akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Betapa senangnya mereka
mendapat kabar tersebut. Karena jumlah mereka yang tidak sedikit, penerbangan
dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama tiba di Indonesia pada tanggal 29
November 2014 dan sisanya pada tanggal 3 Desember 2014.
Sesampainya di Indonesia, mereka
dibawa ke Rumah Perlindungan Trauma Center. Saat itu, mereka masih dalam proses
penyelidikan oleh pihak kepolisian. Pengalaman yang mereka rasakan sudah lebih
dari cukup. Mereka mengurungkan niat untuk menjadi pekerja migran di luar
negeri. Mereka mengungkapkan bahwa sesederhana apa pun rumah mereka jauh lebih
nyaman dibandingkan dengan ruangan yang berjeruji besi. Mereka hanya ingin
tinggal dekat dengan keluarga. Bahkan, mereka sudah memiliki rencana untuk
membuka usaha di kampung halaman. Mereka sangat berharap akan segera dipulangkan
dalam waktu dekat. Semoga keinginan mereka segera terwujud ya, Sahabat!