Saturday, May 16, 2015

Mendoakan Arwah dan Upaya Menghapus Hukuman Mati di Indonesia.

Untuk mendoakan arwah terpiana mati yang sudah menjalani eksekusi pada Rabu, 29 April 2015 dini hari dan juga sebagai ujud upaya penghapusan hukuman mati di Indonesia, Romo, Suster, Ibu, Bapak, orang muda Katolik dan jaringan hapus hukuman mati untuk hadir dalam Misa Arwah pada: 
Rabu, 29 April 2015
Pukul: 19.00 – selesai.
Tempat: Rumah Duka St. Carolus
Ruang tempat jenazah Rodrigo Gularte (Brazil) disemayamkan.

Misa arwah akan dipimpin oleh Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ign. Suharyo.
Terima kasih.

Kontak: Pastor Siswantoko (Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI), Azas Tigor Nainggolan (Komunitas Pro Kehidupan), Dining.

Demikian edaran yang diterima oleh Sahabat Insan menyusul kabar bahwa delapan terpidana mati kasus narkoba telah dieksekusi oleh regu tembak Kejaksaan Agung di Nusakambangan pada Rabu dini hari. Sahabat Insan yang selama ini ikut aktif menentang hukuman mati kemudian memenuhi undangan terbuka tersebut dengan menghadiri misa yang dikoordinir oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI.

Sore itu, Rumah Duka St. Carolus, terutama di ruang Kristoforus tempat jenazah Rodrigo disemayamkan, sudah mulai penuh sesak dengan wartawan dan juga umat yang ingin ikut mendoakan. Tampak mobil-mobil media dan juga karangan bunga duka cita ikut memenuhi halaman ruangan yang terletak paling pojok tersebut. Bersama Rodrigo, turut dieksekusi ketujuh terpidana mati kasus narkoba lainnya, yaitu: Myuran Sukumaran dan Andrew Chan asal Australia, Martin Anderson (Ghana), Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze dari Nigeria serta Zainal Abidin asal Indonesia. Foto ketujuh terpidana mati tersebut turut dipasang di sekitar peti jenazah Rodrigo. Di barisan kursi depan, sepupu Rodrigo yang selama ini mendampinginya, Angelita, terlihat berpakaian hitam dan tak berhenti menangis. Ia tampak sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada terpidana mati yang sering dikabarkan mengalami gangguan jiwa tersebut.

Mgr. Suharyo berbincang dengan keluarga Rodrigo




Rodrigo sendiri ditangkap petugas bea cukai Bandara Soekarno-Hatta pada 31 Juli 2004 lalu saat hendak menyelundupkan 19 Kilogram kokain melalui papan selancar. Ia diputus bersalah dengan vonis mati di PN Tangerang setahun kemudian. Ia sempat mengajukan beberapa langkah hukum, namun semuanya gagal. Terakhir, grasi Rodrigo ditolak oleh Presiden Jokowi pada 5 Januari 2015 melalui Keppres No 5/G Tahun 2015 yang menyebabkan ia dieksekusi mati bersama terpidana lainnya. 



Misa requiem malam itu dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, bersama dengan ketiga Romo lainnya yaitu Romo Siswantoko, Pr, Romo Simon Petrus Lili Tjahjadi, Pr dan Romo Rofinus Neto Wulli, Pr. Dalam homilinya, Mgr. Suharyo mengucapkan duka citanya kepada keluarga yang ditinggalkan. Beliau menegaskan, hanya Tuhan yang berhak menentukan hidup mati seseorang. Lebih lanjut Mgr. Suharyo mengulas tentang kata-kata ‘adil’ dan ‘benar’. Menurut beliau, kata ‘adil’ dan ‘benar’ ada pasangannya. Benar pasangannya adalah kasih, sedangkan adil pasangannya pengampunan. Tidak ada kebenaran dan keadilan yang berdiri sendiri tanpa berpasangan dengan kasih dan pengampunan. Itulah Allah Yang Maha Rahim, yang selalu membuka jalan pertobatan bagi kita. Bagi Alah Yang Maha Rahim, tidak ada jalan yang tertutup. Memang Allah yang seperti itu sering kita rasakan jauh, karena yang kita hadapi adalah manusia-manusia yang seringkali tidak tahu pasangan-pasangan kata itu. Tahu mengucapkannya, tetapi tidak paham untuk mewujudkannya. “Allah Yang Maha Rahim, kita boleh yakin, telah menerima saudara kita ini Rodrigo Gularte di dalam pangkuan-Nya yang abadi bersama dengan teman-temannya.” lanjut Mgr. Suharyo. Beliau kemudian mengajak umat untuk saling mendoakan, dan berharap semoga kita semua pelan-pelan dapat mengalami semakin pribadi Allah Yang Maha Rahim itu. Beliau juga berharap semoga kehadiran dan doa-doa umat dapat mengantar saudara-saudara kita khususnya Rodrigo Gularte kembali kepada Allah yang dia percaya sebagai asal dan tujuan hidupnya, dan juga menjadi kekuatan bagi keluarga yang menyertai dan keluarga besar yang ditinggalkannya.  

Pembukaan Misa
Homili oleh Mgr. Suharyo
Doa Syukur Agung
Komuni
Komuni



Pemberkatan Jenazah
Pemercikan Air Suci

Mgr. Suharyo mengucapkan belasungkawa kepada keluarga
Romo Simon Lili mengucapkan duka cita kepada keluarga

Misa malam itu dihadiri sekitar 300-an umat. Tampak di antara mereka adalah Romo Franz Magnis Suzeno, Suster Lia RGS, Suster Laurentina, PI dan juga Sr. Murphy RGS beserta rekan-rekannya. Dalam wawancara dengan wartawan, Romo Magnis menyatakan bahwa kedatangannya ke misa requiem Rodrigo adalah mengantar kepergian warga Brasil itu untuk terakhir kalinya dan secara tulus mendoakan arwahnya. Menurut beliau, walaupun dia seorang terpidana, namun atas dasar kemanusiaan beliau berbelarasa karena Rodrigo adalah seseorang yang nyawanya direnggut oleh negara. Menurut Romo Magnis, ada cara lain yang lebih proporsional dan konstruktif dalam menghukum seorang pelaku kriminal.


Sesuai misa, wartawan kemudian berebut mewawancarai Mgr. Suharyo yang akhir-akhir ini begitu gencar menyuarakan bahwa gereja menentang hukuman mati. Para wartawan tersebut menanyakan komentar Mgr. Suharyo tentang kedelapan terpidana mati yang akhirnya dieksekusi. Mgr. Suharyo, yang didampingi oleh Romo Siswantoko dan Bpk Azas Tigor Nainggolan kembali menegaskan sikap gereja yang menentang hukuman mati, karena hidup adalah milik Tuhan, dan hanya Tuhan yang berhak mengambilnya. Beliau secara pribadi merasa sangat sedih, sebab negara seenaknya menentukan hidup mati seseorang dengan hukuman mati. Dengan hukuman mati, bangsa Indonesia telah mencederai sila kedua Pancasila: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Menurut beliau, nasib manusia di negara ini bisa diselesaikan seperti sebuah tontonan. Hukuman mati dibuat berseri layaknya menonton film bersambung. “Semoga tidak ada lagi hukuman mati. Minimal untuk terpidana kasus narkoba maupun kasus lain, supaya lebih diperlakukan layaknya manusia. Para pemegang keputusan seperti hakim dan jaksa tidak boleh main-main dengan hidup manusia!” tegasnya. Lebih lanjut beliau mengatakan, "Saya tidak mengatakan terpidana mati itu tidak bersalah. Bahkan kesalahan mereka sangat berat. Tapi sebesar apapun kesalahan manusia, bagi gereja selalu ada pintu untuk bertobat, tidak ada hukuman final." Mengakhiri wawancara, Mgr. Suharyo menekankan, bahwa gereja tidak akan pernah lelah menentang hukuman mati. Saat ditanya lebih lanjut, apakah gereja akan terlibat lebih jauh untuk mendampingi terpidana mati dalam hal hukum, Uskup menyatakan bahwa tugas gereja adalah menyuarakan dan mengawal hal-hal yang berkaitan dengan moral, sedangkan untuk hal lain akan dilakukan oleh ahlinya masing-masing.  



Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Rodrigo dari KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), Putri Kanesia, berkata bahwa hukum di negara ini hanya melihat dari satu sisi, yaitu sisi besarnya kesalahan, tanpa mempertimbangkan usaha para terpidana untuk bertobat. Dia berharap bahwa hukuman terhadap pelanggaran berat apapun, paling maksimal adalah hukuman seumur hidup. Kepala Divisi Pembela Hak Sipil Politik Kontras itu juga menjelaskan, pihak keluarga akan melanjutkan proses hukum meski Rodrigo sudah dieksekusi. Tim kuasa hukum juga akan hadir dalam sidang permohonan pengampuan (perwalian) pada 6 Mei mendatang. Dalam misa arwah malam ini, orangtua kandung Rodrigo tidak hadir karena kondisi yang terlalu renta sehingga tidak memungkinkan mereka untuk hadir. Namun mereka tetap menunggu kedatangan jenazahnya di Brasil.


Pada akhirnya, satu nyawa yang melayang tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan untuk memperbaiki keadaan, namun memiliki efek negatif yang cukup besar bagi keluarga yang ditinggalkan. Semoga suatu saat nanti pemerintah dan para penegak hukum di negeri ini dapat mengambil keputusan yang lebih bijaksana dalam menangani persoalan-persoalan bangsa, terutama untuk segera menghapus hukuman mati.
  

nb: berita dikumpulkan dari berbagai sumber.