Untuk mendoakan arwah
terpiana mati yang sudah menjalani eksekusi pada Rabu, 29 April 2015 dini hari
dan juga sebagai ujud upaya penghapusan hukuman mati di Indonesia, Romo, Suster, Ibu, Bapak, orang muda Katolik dan jaringan hapus hukuman mati untuk
hadir dalam Misa Arwah pada:
Rabu, 29 April 2015
Pukul: 19.00 – selesai.
Tempat: Rumah Duka St.
Carolus
Ruang tempat jenazah
Rodrigo Gularte (Brazil) disemayamkan.
Misa arwah akan
dipimpin oleh Bapak Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ign. Suharyo.
Terima kasih.
Kontak: Pastor
Siswantoko (Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI), Azas Tigor Nainggolan
(Komunitas Pro Kehidupan), Dining.
Demikian
edaran yang diterima oleh Sahabat Insan menyusul kabar bahwa delapan terpidana mati kasus
narkoba telah dieksekusi oleh regu tembak Kejaksaan Agung di Nusakambangan pada
Rabu dini hari. Sahabat Insan yang
selama ini ikut aktif menentang hukuman mati kemudian memenuhi undangan terbuka
tersebut dengan menghadiri misa yang dikoordinir oleh Komisi Keadilan dan
Perdamaian KWI.
Sore
itu, Rumah Duka St. Carolus, terutama di ruang Kristoforus tempat jenazah
Rodrigo disemayamkan, sudah mulai penuh sesak dengan wartawan dan juga umat
yang ingin ikut mendoakan. Tampak mobil-mobil media dan juga karangan bunga
duka cita ikut memenuhi halaman ruangan yang terletak paling pojok tersebut. Bersama Rodrigo, turut dieksekusi ketujuh terpidana
mati kasus narkoba lainnya, yaitu: Myuran Sukumaran dan Andrew Chan asal
Australia, Martin Anderson (Ghana), Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan
Okwudili Oyatanze dari Nigeria serta Zainal Abidin asal Indonesia. Foto ketujuh
terpidana mati tersebut turut dipasang di sekitar peti jenazah Rodrigo. Di barisan kursi depan, sepupu Rodrigo yang selama ini mendampinginya, Angelita, terlihat berpakaian hitam dan tak
berhenti menangis. Ia tampak sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada terpidana mati yang sering dikabarkan mengalami gangguan jiwa tersebut.
Mgr. Suharyo berbincang dengan keluarga Rodrigo |
Rodrigo sendiri ditangkap petugas bea cukai Bandara
Soekarno-Hatta pada 31 Juli 2004 lalu saat hendak menyelundupkan 19 Kilogram kokain
melalui papan selancar. Ia diputus bersalah dengan vonis mati di PN Tangerang
setahun kemudian. Ia sempat mengajukan beberapa langkah hukum, namun semuanya
gagal. Terakhir, grasi Rodrigo ditolak oleh Presiden Jokowi pada 5 Januari 2015
melalui Keppres No 5/G Tahun 2015 yang menyebabkan ia dieksekusi mati bersama
terpidana lainnya.
Misa requiem malam itu dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta,
Mgr. Ignatius Suharyo, bersama dengan ketiga Romo lainnya yaitu Romo
Siswantoko, Pr, Romo Simon Petrus Lili Tjahjadi, Pr dan Romo Rofinus Neto
Wulli, Pr. Dalam homilinya, Mgr. Suharyo mengucapkan duka citanya kepada
keluarga yang ditinggalkan. Beliau menegaskan, hanya Tuhan yang berhak menentukan hidup mati seseorang. Lebih
lanjut Mgr. Suharyo mengulas tentang kata-kata ‘adil’ dan ‘benar’. Menurut
beliau, kata ‘adil’ dan ‘benar’ ada pasangannya.
Benar pasangannya adalah kasih, sedangkan adil pasangannya pengampunan. Tidak
ada kebenaran dan keadilan yang berdiri sendiri tanpa berpasangan dengan kasih
dan pengampunan. Itulah Allah Yang Maha Rahim, yang selalu membuka jalan
pertobatan bagi kita. Bagi Alah Yang Maha Rahim, tidak ada jalan yang tertutup.
Memang Allah yang seperti itu sering kita rasakan jauh, karena yang kita hadapi
adalah manusia-manusia yang seringkali tidak tahu pasangan-pasangan kata itu.
Tahu mengucapkannya, tetapi tidak paham untuk mewujudkannya. “Allah Yang Maha Rahim,
kita boleh yakin, telah menerima saudara kita ini Rodrigo Gularte di dalam
pangkuan-Nya yang abadi bersama dengan teman-temannya.” lanjut Mgr. Suharyo.
Beliau kemudian mengajak umat untuk saling mendoakan, dan berharap semoga kita
semua pelan-pelan dapat mengalami semakin pribadi Allah Yang Maha Rahim itu.
Beliau juga berharap semoga kehadiran dan doa-doa umat dapat mengantar saudara-saudara
kita khususnya Rodrigo Gularte kembali kepada Allah yang dia percaya sebagai
asal dan tujuan hidupnya, dan juga menjadi kekuatan bagi keluarga yang
menyertai dan keluarga besar yang ditinggalkannya.
Pembukaan Misa |
Homili oleh Mgr. Suharyo |
Doa Syukur Agung |
Komuni |
Komuni |
Pemberkatan Jenazah |
Pemercikan Air Suci |
Mgr. Suharyo mengucapkan belasungkawa kepada keluarga |
Romo Simon Lili mengucapkan duka cita kepada keluarga |
Misa malam itu dihadiri sekitar 300-an umat. Tampak
di antara mereka adalah Romo Franz Magnis Suzeno, Suster Lia RGS, Suster
Laurentina, PI dan juga Sr. Murphy RGS beserta rekan-rekannya. Dalam wawancara
dengan wartawan, Romo Magnis menyatakan bahwa kedatangannya ke misa requiem Rodrigo
adalah mengantar kepergian warga Brasil itu untuk terakhir kalinya dan secara
tulus mendoakan arwahnya. Menurut
beliau, walaupun dia seorang terpidana, namun atas dasar kemanusiaan beliau
berbelarasa karena Rodrigo adalah seseorang yang nyawanya direnggut oleh negara.
Menurut Romo Magnis, ada cara lain yang lebih proporsional dan konstruktif
dalam menghukum seorang pelaku kriminal.
Sesuai misa, wartawan kemudian berebut mewawancarai Mgr. Suharyo yang
akhir-akhir ini begitu gencar menyuarakan bahwa gereja menentang hukuman mati.
Para wartawan tersebut menanyakan komentar Mgr. Suharyo tentang kedelapan
terpidana mati yang akhirnya dieksekusi. Mgr. Suharyo, yang didampingi oleh Romo Siswantoko dan Bpk Azas Tigor Nainggolan kembali menegaskan sikap
gereja yang menentang hukuman mati, karena hidup adalah milik Tuhan, dan hanya Tuhan yang berhak
mengambilnya. Beliau secara pribadi merasa sangat sedih, sebab negara seenaknya
menentukan hidup mati seseorang dengan hukuman mati. Dengan hukuman mati,
bangsa Indonesia telah mencederai sila kedua Pancasila: Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab. Menurut beliau, nasib manusia di negara ini bisa diselesaikan
seperti sebuah tontonan. Hukuman mati dibuat berseri layaknya menonton film
bersambung. “Semoga tidak ada lagi hukuman mati. Minimal untuk terpidana kasus
narkoba maupun kasus lain, supaya lebih diperlakukan layaknya manusia. Para
pemegang keputusan seperti hakim dan jaksa tidak boleh main-main dengan hidup manusia!”
tegasnya. Lebih lanjut beliau mengatakan, "Saya tidak mengatakan terpidana mati itu tidak bersalah. Bahkan kesalahan mereka sangat berat. Tapi sebesar apapun kesalahan manusia, bagi gereja selalu ada pintu untuk bertobat, tidak ada hukuman final." Mengakhiri wawancara, Mgr. Suharyo menekankan, bahwa gereja tidak
akan pernah lelah menentang hukuman mati. Saat ditanya lebih lanjut, apakah
gereja akan terlibat lebih jauh untuk mendampingi terpidana mati dalam hal
hukum, Uskup menyatakan bahwa tugas gereja adalah menyuarakan dan mengawal
hal-hal yang berkaitan dengan moral, sedangkan untuk hal lain akan dilakukan
oleh ahlinya masing-masing.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Rodrigo dari KontraS (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), Putri Kanesia, berkata bahwa hukum di negara ini hanya melihat dari satu sisi, yaitu sisi besarnya kesalahan, tanpa mempertimbangkan usaha para terpidana untuk bertobat. Dia berharap bahwa hukuman terhadap pelanggaran berat apapun, paling maksimal adalah hukuman seumur hidup. Kepala Divisi Pembela Hak Sipil Politik Kontras itu juga menjelaskan, pihak keluarga akan melanjutkan proses hukum meski Rodrigo sudah dieksekusi. Tim kuasa hukum juga akan hadir dalam sidang permohonan pengampuan (perwalian) pada 6 Mei mendatang. Dalam misa arwah malam ini, orangtua kandung Rodrigo tidak hadir karena kondisi yang terlalu renta sehingga tidak memungkinkan mereka untuk hadir. Namun mereka tetap menunggu kedatangan jenazahnya di Brasil.
Pada akhirnya, satu nyawa yang melayang tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan untuk memperbaiki keadaan, namun memiliki efek negatif yang cukup besar bagi keluarga yang ditinggalkan. Semoga suatu saat nanti pemerintah dan para penegak hukum di negeri ini dapat mengambil keputusan yang lebih bijaksana dalam menangani persoalan-persoalan bangsa, terutama untuk segera menghapus hukuman mati.
nb: berita dikumpulkan dari berbagai sumber.