Monday, May 18, 2015

Mengenal Paralegal dan Implementasinya

Untuk melanjutkan dua kegiatan KKP-PMP (Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoran Migran Perantau) Regio Jawa yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu sosialiasi Gerakan Aktif Tanpa Kekerasan (GATK) di Rumah Retret Maria Guadalupe Duren Sawit dan di Griya Karmel -Purwakarta, maka diadakan pertemuan ke-3 yang bertempat di  Villa Rosa Batu Raden Purwokerto tanggal 30 April-3 Mei 2015. Pertemuan yang dikoordinir oleh JPIC Regio Jawa ini mengambil tema: Pelatihan Paralegal. Jika kedua pertemuan sebelumnya lebih bersifat sosialisasi GATK, maka pertemuan kali ini berupa pelatihan / workshop. Fasilitator dalam pertemuan ini adalah Romo Siswantoko, Pr dan Bapak Azaz Tigor Nainggolan dari KKP-PMP - KWI dan Moh. Nurkhoirun dari Komnas HAM. Pertemuan ini dihadiri oleh 35 peserta dari berbagai latar belakang, antara lain anggota JPIC dari RSCJ, MTB, OP, FMM, JMJ, OSU, CB, BKK, SSpS, SND dan PI, KKP Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Malang dan Keuskupan Bandung,  OMI - yayasan YSBS Cilacap dan wakil dari Keuskupan Agung Semarang. 

Misa Pembukaan / sumber: fb Ignatius Yunanto

Berikut laporan dari Suster Laurentina, PI yang hadir di pertemuan tersebut mewakili JPIC-PI dan Sahabat Insan. 

Suster Laurentina, PI mempresentasikan hasil kerja kelompok / sumber: fb. Ignatius Yunanto


Siapa Itu Paralegal

Paralegal berasal dari kata 'Para' dan 'Legal'. Para berarti seperti atau menyerupai. Legal berarti tindakan atau berperilaku sebagai penegak hukum. 

Paralegal adalah seseorang yang berperan  menjadi jembatan bagi masyarakat pencari keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum  atau lembaga negara lainnya untuk penyelesaian masalah hukum dan HAM yang dialami individu maupun kelompok masyarakat. 

Paralegal mengutamakan penguatan sikap dan keterampilan dasar utama: penguatan masyarakat, pengetahuan HAM,  pendidikan hukum, dan pelayanan bantuan hukum.

Paralegal menggunakan pendekatan logika, HAM  dan wawasan hukum kritis dengan memanfaatkan sebesar-besarnya pengalaman konkrit masyarakat setempat.

Siapa Saja Yang Bisa Menjadi Paralegal
Siapapun bisa menjadi paralegal, misalnya: pimpinan komunitas, kepala suku, pemuka agama, tokoh masyarakat, mahasiswa, aktifis, dan guru.

Kode Etik Paralegal
1. Menjunjung tinggi nilai keadilan, kebenaran dan hak-hak asasi manusia,
2. Memiliki rasa percaya diri dan keberanian untuk menegakkan keadilan dengan berbagai resiko,
3. Tidak menyalahgunakan peranannya untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
4. Bersikap lepas bebas, tanpa ada kepentingan politik praktis

Syarat menjadi  Paralegal
Seseorang yang menjadi paralegal tidak mesti seorang sajana hukum atau mengenyam pendidikan hukum di perguruan tinggi, namun ia harus mengikuti pendidikan khusus paralegal. Di dalam pendidikan khusus ini, paralegal diberikan beberapa pengetahuan dasar serta beberapa ketrampilan dasar Advokasi, Hukum dan HAM.

Peran dan Lingkup Kerja Paralegal
  1. Memfasilitasi dan memotivasi masyarakat untuk mengorganisir dirinya dalam menghadapi masalah-masalah mereka, disamping membantu mereka untuk membentuk organisasi mereka sendiri,
  2. Melakukan analisis sosial, yang dimaksudkan untuk membantu paralegal dan masyarakat agar memahami sifat struktural dari perkara sehingga dapat menemukan, bagaimana jalan pemecahan terhadap persoalan-persoalan. 
  3. Membimbing, melakukan mediasi (perantara), yaitu memberikan bimbingan dan nasehat hukum serta melakukan mediasi dalam perselisihan yang timbul di antara anggota masyarakat,
  4. Jaringan kerja, yaitu menjalin hubungan kerja dengan organisasi-organisasi dan kelompok lain serta individu-individu (wartawan, peneliti, dll) guna mendapatkan dukungan terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
  5. Advokasi, yaitu melakukan advokasi dengan mengangkat persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat ke permukaan, sehingga diperhatikan oleh para pembuat keputusan dan dapat mempengaruhi keputusan mereka. Dalam hal tertentu yang dimungkinkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku, paralegal dapat mewakili dan mendampingi.
  6. Mendidik dan melakukan penyadaran, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak-hak mereka, memberikan informasi tentang hukum-hukum tertentu yang dapat melindungi mereka, memberikan informasi mengenai program pengembangan dan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah dan bagaimana cara untuk berpartisipasi dalam melaksanakan program-program tersebut.
Spiritualitas Advokasi , Menghadirkan Allah Di Tengah Masyarakat

Suasana diskusi / sumber: fb Ignatius Yunanto
Situasi dunia semakin tidak menentu dewasa ini. Ketamakan, kerakusan dan egoisme semakin merajalela menguasai hidup manusia. Cuek dan ketidakpedulian dengan sesama mengakibatkan suara Tuhan tidak terdengar lagi, serta jeritan sesama semakin kurang diperhatikan oleh manusia. Banyak persoalan terjadi di perbatasan negeri ini, seperti kerusakan hutan dan pertambangan-pertambangan yang semakin menggerogoti bumi akibat keserakahan. Dengan situasi yang demikian ini maka kita diajak untuk keluar dari diri kita sendiri untuk peduli dengan sesama dan lingkungan sekitar kita.

Dalam Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus sendiri mengatakan bahwa ia lebih suka Gereja yang memar, terluka dan kotor berada di jalan-jalan, bukan Gereja yang sehat karena terkungkung dan menutup diri dalam rasa amannya sendiri, bukan juga Gereja yang akhirnya terjebak dalam jaringan dan prosedur. Dengan pernyataan Paus tersebut kita diajak untuk terus menerus melangkah ke luar, menyapa sesama dan hidup ditengah masyarakat dan dunia.

Kita diajak untuk mendalami semangat hidup Yesus sendiri dengan :
  • Tidak mementingkan diri sendiri
  • Menjadi manusia yang bebas dari segala hawa nafsu kedudukan, jabatan tetapi dengan bebas mencintai dan melayani sesama, khususnya yang menjadi korban ketidakadilan
  • Menjadi manusia yang penuh kasih sehingga bebas dari rasa dendam dan mudah memaafkan.
Intinya Gereja mengajak kita untuk berpihak kepada kaum miskin dan menghargai orang miskin. Keberpihakan kepada kaum miskin hendaknya diterjemahkan ke dalam pelayanan iman, bukan hanya bantuan material. Disamping itu dituntut pula adanya pelayanan rohani kepada mereka. Pelayanan sejati adalah penyalur rahmat untuk membangun persaudaraan, menolong, melayani, memelihara, membimbing dan menyembuhkan.

Pastoral Advokasi Adalah Melayani

Melayani merupakan Simbol Kehadiran Allah di tengah dunia.

Advokasi sebagai tindakan kenabian artinya adalah: membangun pelayanan pada sesama yang diperlakukan tidak adil, ditindas dan dimiskinkan, agar ada harapan dan perubahan hidup, perilaku dan kebijakan.

Paus Fransiskus mengatakan: "Tuhan telah menciptakan dunia sebagai satu taman yang indah dan meminta kita untuk memeliharanya. Namun melalui dosa, kita telah merusak keelokan alam tersebut. Manusia juga ikut menghancurkan kesatuan dan keindahan keluarga, menciptakan struktur sosial yang meluaskan kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Setiap orang harus belajar menangis untuk orang lain yang terpinggirkan dan menderita. Kasih sayang dan empati yang dangkal dengan cara memberi sedekah tidak lagi cukup”. Dengan ini Paus mengajak kita untuk memberikan perhatian tulus bagi yang miskin dan terpinggirkan sehingga mereka kembali memiliki harapan. Paus juga mendesak agar pemerintah menghindari struktur sosial yang melanggengkan kemiskinan, kebodohan dan korupsi. Disamping itu beliau menyerukan agar semua orang menolak korupsi serta menghilangkan semua sumber daya yang ada untuk memberdayakan orang miskin dan lemah.

Advokasi berarti menghadirkan kasih dengan mewujudkan keadilan. Advokasi atau advocare berarti juga melayani atau mendampingi

Latar Belakang Kebutuhan

Minimnya sumber daya advokat public atau paralegal, dipandang penting untuk mendorong pengembangan sumber daya hukum masyarakat di tingkat lokal atau di masyarakat korban itu sendiri. Upaya membangun sumber daya hukum sejalan dengan prinsip ADVOKASI yang tidak hanya mengedepankan masyarakat korban sebagai pelaku ADVOKASI (people centre), akan tetapi juga agar akses masyarakat marjinal, miskin dan tertindas terhadap keadilan dapat lebih terbuka.

Advokasi :
Usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan PERUBAHAN, dengan memberikan sokongan, pendampingan dan pembelaan terhadap kaum lemah (miskin, terbelakang, dan tertindas) atau terhadap mereka yang menjadi korban sebuah kebijakan dan ketidakadilan agar rakyat bisa melindungi serta memperjuangkan hak dasarnya (hak asasi manusia).

Advokasi Gereja
Pro Kehidupan: Penghapusan Hukuman Mati, Lingkungan Hidup, Perdagangan Manusia, Kekerasan-Penindasan, Pembodohan, Penggusuran, Pemiskinan, Layanan Publik dan Korupsi. Dengan kata lain kita harus berani untuk keluar dari diri, berani berbuat nyata dan mendengarkan, menggerakkan serta menyuarakan.

Tujuan Advokasi
Perubahan Perilaku Gereja, Publik dan Kekuasaan: menghadirkan Allah di tengah dunia
Advokasi mengajak masyarakat untuk menjadi subyek dalam perubahan sosial dan mengajak masyarakat agar ikut membangun hak dasarnya (hak asasi) dan  mengendalikan perkembangan yang terjadi pada diri mereka serta komunitasnya.

Manfaat Advokasi
  • Membangun  kesadaran kita/Gereja.
  • Menjadi simbol gerakan kehadiran Gereja
  • Membongkar ketidak-adilan
  • Mengubah struktur kekuasaan menjadi adil
  • Membangun perubahan berkelanjutan, kesejahteraan umum.
  • Membangun korban menjadi pejuang perubahan, tidak diam dan tidak takut rusak relasi dengan kekuasaan
“Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka. (Amsal 31:8-9)”

Jenis Advokasi
Advokasi Kasus: menggerakkan korban agar sadar, kuat & berani dan melayani. Korban menjadi Pejuang (Victim ke Survival)

Advokasi Struktural: menggerakkan pemerintah atau umat agar berubah melayani untuk kesejahteraan umum (Bonum Commune).

Pilihan Pastoral Advokasi
  1. Membangun Isu Strategis: pro kehidupan, pro poor dan keadilan melalui media pastoral: menjadi contoh kehadiran, keberpihakan, edukasi keberpihakan umat, kesadaran politik
  2. Membangun Komunitas BASIS Gerakan Pastoral Advokasi: kelompok pelayanan sosial, animasi advokasi pelayanan, kaderisasi umat, pelayanan struktural
  3. Menjadi simbol: kehadiran Gereja, lobby atau jembatan kepada pemerintah dan pembuat keputusan (pengusaha dan tokoh): masuki ranah kekuasaan dan pembuatan kebijakan.
Deus Caritas Est, Allah adalah Kasih (Ensiklik Paus Benediktus XVI, 25 Desember 2005) menyatakan bahwa:
(28) Gereja memiliki kewajiban menerjemahkan, mensosialisasikan dan mewujudkan keadilan dan harus aktif  berperan serta tetapi bukan menggantikan peran negara. Gereja hadir menggumuli keadilan yaitu membuka pikiran dan kepedulian bersama, kesejahteraan bersama. Kasih - Caritas - selalu perlu,  juga dalam masyarakat yang paling adil.
(29) Pembangunan struktur adil adalah tugas negara. Gereja mendukung secara moral sebagai gerakan politik langsung para awamnya (umat) menghadirkan kasih dalam masyarakat yang adil.