Pada awal April 2015, Pak Ali, salah satu pegiat buruh
migran dari Buruh Migran Saudi Arabia (BMISA) menghubungi Romo Benny. Beliau
mengutarakan keinginannya agar Sahabat Insan membantu pembelian alat bantu
dengar untuk anak bungsunya, Ardi.
Pak Ali tidak tahu secara pasti sejak kapan anak
bungsunya itu menderita gangguan pendengaran. Sejak lahir, Ardi, anak lelaki
kelahiran 11 September 2003 ini sudah dititipkan kepada neneknya di Tasikmalaya
karena tuntutan ekonomi yang membuat Pak Ali harus pergi Arab Saudi untuk
mencari nafkah. Pak Ali merasa tenang meninggalkannya karena selain bersama
neneknya, Ardi juga diasuh oleh kedua kakak perempuannya. Ardi kecil tumbuh
sebagai anak yang tampan, pintar dan periang.
Keanehan mulai dirasakan oleh keluarga ini saat sampai
usia 3 tahun, Ardi belum mampu berkomunikasi dan merespon setiap orang yang
berbicara kepadanya. Keluarga sudah menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan
pendengaran Ardi. Namun sekali lagi, karena keadaan ekonomi, Pak Ali tidak
terlalu memperhatikan hal ini dan sibuk dengan segala pekerjaannya. Hari
berganti hari dan semakin lama Ardi semakin tumbuh besar. Pak Ali pun mulai
melihat kebutuhan mendesak anaknya untuk memakai alat bantu
dengar.
Pak Ali kemudian mengajak anaknya untuk memeriksakan
kondisi pendengarannya di dokter THT di sebuah rumah sakit di Tasikmalaya.
Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa pendengarannya masih bisa ditolong
dengan memakai alat bantu dengar. Dokter pun memperkirakan harga alat tersebut
sekitar 4 juta rupiah.
Sahabat Insan kemudian menyarankan untuk memeriksakan
lebih intensif ke Jakarta. Awalnya Ardi dibawa ke Poli THT Rumah Sakit Carolus,
dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit THT Proklamasi untuk pemeriksaan lebih
lanjut. Kedua dokter yang ditemui sama-sama menyayangkan mengapa Ardi tidak
diperiksakan sejak kecil. Menurut dokter-dokter tersebut, usia 11 tahun sudah
cukup terlambat untuk memperbaiki kembali pendengaran Ardi. Kalaupun saat ini
dipasang alat bantu dengar, itu hanya akan berfungsi sebagai pengeras suara,
yang fungsinya lebih kepada keamanannya, misalnya bisa mendengar suara klakson,
suara angin, suara teriakan dan lain-lain sehingga ia terhindar dari bahaya.
Namun untuk bisa berkomunikasi dua arah, diperlukan terapi secara intensif
dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal setahun, karena usia Ardi yang
cukup besar.
Lebih lanjut dokter menguraikan secara panjang lebar
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan alat bantu. Bahwa Ardi yang sudah
‘nyaman’ dengan kondisi pendengarannnya sekarang, bisa jadi ‘merasa tidak
memerlukannya’ sehingga bisa jadi ia akan terganggu dengan alat tersebut. Oleh
sebab itu dukungan dan pengawasan seluruh keluarga sangat diperlukan. Selain
itu alat tersebut tidak boleh jatuh atau kena air, dan harus mengganti batere
selama selang waktu tertentu. Dengan segala pertimbangan tersebut, akhirnya
Sahabat Insan dan Pak Ali sepakat untuk membeli alat tersebut di Tasikmalaya.