Tuesday, June 30, 2015

Menengok mereka yang tertinggal di rumah perlindungan

Ditengah maraknya berita penyintas Rohingya, Sahabat Insan mendapat kabar ada belasan orang dari Myanmar yang diamankan. Kami mengira mereka adalah sebagian dari penyintas Rohingya. Kami akhirnya mengunjungi mereka di Rumah Perlindungan milik pemerintah. Sesampainya di RPTC, kami disambut oleh 4 mantan TKI. Ke 4 ibu-ibu tersebut menyapa kami dan langsung mengajak mengobrol. Mereka sering dilanda rasa bosan sembari menunggu proses pemulangan ke daerah asal. Kunjungan kami bertepatan dengan pelatihan tata rias yang dipandu oleh Mbak Vinka. Pihak RPTC biasanya juga memberikan kegiatan yang beragam setiap hari Selasa.  

Mbak Vinka mengajarkan bagaimana cara merias diri yang benar

Para mantan TKI antusias dalam merias wajah teman mereka
Kami mulai membaur dengan kelompok tata rias tersebut. Mereka dengan seksama mendengarkan arahan yang diberikan Mbak Vinka. Antusiasme sangat terlihat jelas dari cara mereka bertanya dan meyakinkan teman yang lain bahwa apa yang dilakukan sesuai dengan petunjuk Mbak Vinka. Mereka berganti-gantian dalam mempraktekan alat rias. Mereka yang sudah selesai merias diri langsung mengambil handphone dan mengabadikan foto itu. Sembari kami bercengkrama dengan para mantan TKI, petugas sosial ikut bergabung dengan kami. Sedikit banyak beliau menceritakan apa saja yang dilakukan oleh RPTC terhadap para TKI, proses bagaimana TKI bisa sampai di Rumah Perlindungan, dan kasus kasus apa saja yang sudah ditangani oleh mereka. Sungguh hal tersebut sangatlah berharga buat kami. Kemudian, kami membagi kue yang sudah dipotong tadi. Sembari menyantap kue tersebut, beliau memberitahukan bahwa ada korban lain yang berada di RPTC. Ada 18 orang berkewarganegaraan Myanmar yang menjadi korban trafficking sebuah Perusahaan Thailand yang beroperasi di Tual, Flores. Kamipun berpamitan kepada ibu-ibu tersebut dan bertolak ke bangunan sebelah dimana para korban trafficking tinggal.

para buruh migran Myanmar
Kami berjalan ke gedung sebelah dan bertemu dengan belasan orang Myanmar yang sedang bersantai. Belasan orang tersebut diamankan pada tanggal 3 Juni 2015. Mereka tidak memiliki dokumen yang lengkap ketika bekerja di Flores. Mereka direkrut oleh perusahaan Thailand yang bergerak di bidang perikanan. Hampir seluruh pekerjanya adalah warga negara asing. Mereka menceritakan bahwa selama 6 bulan bekerja dan mereka belum menerima gaji. Keterbatasan bahasa membuat kami kesulitan saat melontarkan beberapa pertanyaan pada mereka. Untungnya, ada satu orang yang bisa berbahasa melayu. Walaupun dengan kosa kata yang sederhana, bapak tersebut mencoba menceritakan pengalaman pahit yang mereka alami.  Mereka merasa ditipu oleh perusahaan Thailand. Awalnya, mereka ingin memiliki penghasilan yang lebih baik tapi mereka malah dimanfaatkan oleh perusahaan asing itu. Mereka sungguh kecewa dan teringat akan keluarga mereka di Myanmar. Bapak itu mengeluarkan foto anak dan istrinya. Beliau sangat merindukan keluarganya. Selain buruh migran dari Myanmar, ada juga yang berasal dari Sumatra dan sekitarnya. Mereka bekerja sebagai buruh pabrik penghasil papan. Mereka sudah berada di Malaysia selama 1 tahun. Hampir semua pemuda itu berambut botak. Dengan senyuman, mereka menceritakan bahwa itu adalah salah satu syarat bekerja di pabrik tersebut. Mereka bekerja di Malaysia hanya bermodal paspor karena itulah mereka ditangkap oleh petugas kepolisian setempat. Para pemuda tersebut akhirnya singgah di rumah perlindungan sampai proses berkas pemulangan mereka selesai.

para buruh migran Indonesia berfoto bersama Suster Laurent


Suster Laurent dan Suster Muprhy akhirnya menyudahi perbincangan kami siang itu. Kami kemudian berfoto bersama di taman dan berpamitan. Semoga mereka segera bertemu dengan keluarga mereka dan mendapatkan pekerjaan yang layak.