Melanjutkan kegiatan relawan yang sudah dituliskan di artikel sebelumnya, kali ini Gone dan Marsia diminta untuk menonton film: "Tak Ada Manusia Yang illegal" produksi The Institute for Ecosoc Rights dan Yayasan TIFA. Seperti yang tercantum dalam sinopsisnya, buruh migran Indonesia di Malaysia yang menyandang status illegal dan jadi target deportasi, bukan hanya telah bekerja tetapi juga telah menggadai nyawa mereka di Malaysia. Bahkan kemakmuran Malaysia tidak lepas dari peran buruh migran Indonesia. Apa jasa mereka yang tidak resmi ini perlu dihujat? Dideportasi? Kita perlu menggugat istilah "ilegal" yang ditempelkan pada buruh migran Indonesia yang tidak berdokumen. Sebab tidak ada manusia ilegal. Fenomena buruh migran ilegal adalah fenomena ketidakadilan, fenomena eksploitasi tenaga kerja manusia yang berakar pada kebijakan migrasi dan ketenagakerjaan yang membiarkan dan bahkan melegalkan perbudakan.
Berikut refleksi dari Gone dan Marsia
Tidak
Ada Manusia Ilegal
Giasinta Angguni
Film kedua yang saya tonton terkait
buruh migran berjudul ‘Tak Ada Manusia Ilegal’. Film ini menambah wawasan saya
bahwa ada banyak sekali ketidakadilan bagi para TKI di luar negeri. Para pelaku
ketidakadilan tersebut mulai dari agen/penyalur tenaga kerja dari Indonesia,
agen di negara tempat bekerja, majikan, hingga hukum yang tidak berpihak pada
para buruh migran. Pertama, sebelum berangkat para buruh migran harus membayar
sejumlah uang yan cukup besar kepada agen sebagai administrasi untuk mengurus
surat-surat sekaligus untuk biaya pelatihan. Bahkan buruh migran harus
menanggung sendiri biaya perjalanan dari tempat tinggalnya menuju tempat
penampungan TKI maupun menuju negara tujuan bekerja. Tak jarang agen penyalur
berbuat curang dengan memberikan paspor palsu maupun ijin kerja palsu. Belum
lagi ketika 6 bulan pertama bekerja, gaji buruh migran harus dipotong untuk
membayar hutang kepada agen penyalur.
Saat tiba di negara tempat bekerja,
paspor buruh migran ditahan entah oleh agen maupun oleh majikan. Hal ini
membuat buruh migran tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak bisa berpindah
pekerjaan atau bahkan sekedar jalan-jalan karena tidak memegang paspor.
Kehidupan buruh migran bergantung sepenuhnya pada majikan.
Bila buruh migran mengalami
penyiksaan, ia hanya bisa pasrah menerima. Mau kabur atau minta pulang ke
Indonesia pun tidak mungkin karena paspor yang masih ditahan. Mereka pun
akhirnya menjadi manusia ilegal tanpa identitas. Buruh migran dianggap sebagai
‘komoditi’, bukan sebagai manusia.
Buruh migran juga seperti tidak
mendapat perlindungan hukum. Ketika terjadi tindak kriminal di negara tempat
bekerja yang melibatkan buruh migran, hanya buruh migran saja yang mendapat
hukuman berat tanpa memiliki kesempatan membela diri. Sedangkan majikannya
seperti tidak tersentuh hukum. Semua kondisi ini yang membuat buruh migran
sering sekali mengalami ketidakadilan.
Film ini mengingatkan saya akan mantan
asisten rumah tangga – Mbak Etty namanya - yang suatu hari minta ijin kepada
ibu saya untuk tidak lagi bekerja pada keluarga kami. Alasannya karena ia ingin
menjadi TKW di Malaysia. Dengan berat hati, keluarga kami melepasnya dan
mendoakan agar Mbak Etty mendapatkan majikan yang baik di sana. Sudah sekitar
lima tahun ia bekerja di Malaysia. Setiap kali Lebaran, Mbak Etty selalu mudik
menengok keluarganya dan mampir ke rumah kami. Ia mendapatkan majikan yang baik
dan upahnya cukup untuk membiayai keluarganya di Indonesia. Nasib Mbak Etty
jauh lebih beruntung ketimbang para TKW yang diwawancara di film.
Setelah menonton film, ada banyak
pertanyaan yang muncul di kepala saya. Mengapa pemerintah Indonesia tidak
berbuat sesuatu untuk melindungi warganya? Apakah karena pemerintah Indonesia
tidak ingin merusak hubungan baik dengan negara lain? Bisakah praktek-praktek korupsi
yang dilakukan oleh para agen penyalur diberantas? Apakah tidak ada cara untuk
memanusiakan para buruh migran?
Tak Ada Manusia Ilegal
Marsiana Inggita
Sepintas dibenak saya setelah melihat
tulisan tersebut maksudnya apa ya? Setahu saya manusia memang tidak ada yang
ilegal, kenapa ada judul seperti itu? Ya, ini adalah film dokumenter yang saya
tonton siang hari ini masih mengacu kepada buruh migran Indonesia dan kali ini
buruh migran untuk Malaysia.
Menurut Kamus
Bahasa Indonesia,legal/le·gal/ /légal/ berarti sesuai dengan peraturan
perundang-undangan atau hukum, sedangkan Ilegal/ile·gal/ /ilégal/ , berarti tidak legal; tidak menurut hukum;
tidak sah.[1]
Dari apa yang saya lihat pada film dokumenter ini, ada sekitar 2,5 juta bahkan
lebih buruh migran yang bekerja di Malaysia. Tidak hanya di Arab Saudi, buruh
migran di Malaysia pun juga mengalami kekerasan, tidak adanya perlindungan
hukum bahkan mencapai tingkat kematian paling tinggi.
Legal dan Ilegal
menjadi status buruh migran di Malaysia. Legal, jika mereka memiliki pesyaratan
sebagai berikut:
1. Berusia
sekurang-kurangnya 18 tahun, kecuali bagi calon TKI yang dipekerjakan padapengguna
perorangan/rumah tangga sekurang-kurangnya 21 tahun.
2. Sehat
jasmani dan rohani.
3. Memiliki
keterampilan.
4. Tidak
dalam keadaan hamil.
5. Berpendidikan
minimal SMP.
6. Calon
TKI terdaftar di Dinas Tenaga Kerja di daerah tempat tinggalnya.
7. Mendapat
izin dari suami/istri/orang tua/wali dengan diketahui oleh Desa/Kelurahan.
8. Memiliki
dokumen lengkap 9. memiliki KTKLN dan KPA[2]
Sedangkan diluar persyaratan tersebut, TKI dinyatakan ilegal. Tidak hanya itu saja, ilegal pun dinyatakan jika dokumen TKI tersebut ditahan oleh agency atau majikannya sehingga ia memilih untuk bekerja tanpa dokumen dan perlindungan hukum demi mendapatkan upah. Agency palsu pun juga dapat menjadikan para TKI yang ingin bekerja menjadi ilegal. Kasus seperti ini sudah banyak terjadi dan sudah melibatkan banyak TKI untuk ditangkap dan dimasukkan ke penjara bahkan banyak yang dipulangkan ke Indonesia.
Sedangkan diluar persyaratan tersebut, TKI dinyatakan ilegal. Tidak hanya itu saja, ilegal pun dinyatakan jika dokumen TKI tersebut ditahan oleh agency atau majikannya sehingga ia memilih untuk bekerja tanpa dokumen dan perlindungan hukum demi mendapatkan upah. Agency palsu pun juga dapat menjadikan para TKI yang ingin bekerja menjadi ilegal. Kasus seperti ini sudah banyak terjadi dan sudah melibatkan banyak TKI untuk ditangkap dan dimasukkan ke penjara bahkan banyak yang dipulangkan ke Indonesia.
Kasus seperti ini
menurut saya sama saja dengan halnya korupsi HAM. Manusia mempunyai hak untuk
mendapatkan perlindungan bahkan hak untuk hidup. Mengapa pemerintah masih diam
saja dalam menegakkan hukum HAM untuk para TKI yang bekerja di luar Indonesia.
Selain tidak mendapatkan upah, mereka pun juga mengalami tindak kekerasan,
pemerkosaan, bahkan harus mengalami sebagai korban kecelakaan kerja. Pemerintah
terlalu lamban dan tidak tegas dalam menangani permasalahan seperti ini.
[1]Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI),”Legal/Ilegal”,diakses dari http://kbbi.web.id/legal&http://kbbi.web.id/Ilegal,pada tanggal 14
Februari 2017 jam 15.10
[2]Alan
Budiman,”TKI Malaysia (Legal dan Ilegal Menurut Hukum)”,diakses dari http://www.kompasiana.com/alanizecson/tki-malaysia-legal-dan-ilegal-menurut-hukum_551f56d4813311b77f9df656,pada
tanggal 14 Februari 2017,jam 17.00