Pada hari Selasa, 17 Juli 2018, Sahabat Insan mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) untuk Studi Perempuan, Agama dan Budaya di Centrum Wisma
Diakon Keuskupan Agung Kupang, Jl Gedung Keuangan Negara Kayu Putih, Kota Baru. Pertemuan yang dimulai pukul 16.30 WITA ini mengangkat tema “Strategi Pemerintah RI dalam melindungi TKI di Malaysia, Studi Kasus TKI Asal Provinsi NTT”. JPIT sendiri selalu melakukan diskusi bulanan secara rutin dan membahas persoalan-persoalan sosial yang kerap terjadi di NTT.
Setelah
peserta yang hadir sudah berjumlah 15 orang, RD Florens Maxi Un Bria, M.Sos yang
bertindak sebagai narasumber langsung memulai diskusi. Romo Florens memberikan beberapa materi yang cukup kompleks disertai
beberapa data hasil tesisnya pada tahun 2016 yang lalu. Pertemuan dihadiri oleh kurang lebih 25 orang dari berbagai LSM, penggiat sosial dan juga dari kalangan
mahasiswa.
Melalui hasil penelitian yang didapatkan, diketahui bahwa negara Malaysia membutuhkan kurang lebih 3 juta tenaga kerja terlatih untuk bekerja setiap tahunnya. Namun sangat disayangkan, dalam menjawab kebutuhan tersebut, Indonesia kerap mengirim tenaga kerja yang sama sekali tidak memiliki skill/kemampuan yang diharapkan. Oleh karena itu, PMI yang dikirim digaji dengan bayaran yang sangat rendah serta tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja. Mirisnya, mereka sering dieksploitasi dan mengalami berbagai bentuk kekerasan hingga kehilangan nyawa.
Dalam forum ini juga dibahas mengenai permasalahan pengiriman jenazah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, khususnya di tahun 2018. Tingginya jumlah PMI yang pulang dalam peti jenazah merupakan akibat dari pelanggaran sistem yang ada. Sebagian besar PMI pergi bekerja ke luar negeri secara ilegal dan non-prosedural. Hal ini sebenarnya merupakan hasil kerja sama dari beberapa oknum yang meraup keuntungan dan saling berjejaring melakukan rantai perdagangan manusia.
Sebagian
besar peserta yang hadir dalam forum diskusi mengaku sudah mengetahui penyebab
dan akar dari permasalahan yang ada. Namun tetap saja tidak bisa menghentikan
dalang dibalik semua praktek perdagangan manusia yang rapi dan sistematis. Sangat
banyak oknum yang terlibat didalamnya.
Satu-satunya
cara untuk melawan dan memutus rantai perdagangan manusia adalah dengan
menguatkan jaringan dan merangkul masyarakat yang berfungsi sebagai alat kontrol
dari setiap permasalahan kemanusiaan yang ada. Para penggiat sosial, aktivis
dan para relawan anti perdagangan manusia harus meningkatkan jejaring. Tidak
ada yang mampu berjalan sendirian.
Kegiatan
diskusi ini merupakan salah satu cara dalam meningkatkan jaringan. Oleh karena
itu, pertemuan ini nantinya akan rutin diadakan sekali sebulan untuk menyatukan
kekuatan dalam mencegah perdagangan manusia.
Di akhir
sesi, disimpulkan bahwa sebenarnya peran negara Indonesia saat ini sudah hadir meskipun kapasitasnya masih sangat terbatas. Negara
tidak bisa berjalan sendirian dalam menuntas kejahatan kelas kakap ini. Negara membutuhkan
semua pihak termasuk gereja. Romo menekankan bahwa gereja bisa hadir melalui kerasulan kemanusiaan untuk
menjemput jenazah, mendampingi PMI yang bermasalah dan juga memberikan masukan
kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan seperti yang telah dilakukan
jaringan peduli migran NTT.