Friday, February 28, 2014

Harapan di Selembar Kertas

Bagaimanakah rasanya menjadi mereka, para pekerja migran yang bekerja di negeri orang, bertahun-tahun, dan kerap kali diperlakukan semena-mena oleh majikan?

http://keremokay.deviantart.com/art/without-you-427302806

Mereka bekerja keras di sana tak kenal waktu. Banyak yang ternyata merupakan korban perdagangan manusia, beberapa dari mereka di penjara, bahkan sampai divonis hukuman mati, atau yang lebih mengenaskan lagi, beberapa dari mereka kembali ke Tanah Air hanya jazadnya saja.

Padahal mereka bermigrasi dengan harapan yang penuh untuk kehidupan yang lebih baik. Dan semua pekerja migran yang Sahabat Insan jumpai, memiliki cita-cita sederhana yakni mengumpulkan pundi-pundi demi keluarga di kampung halaman.

Sahabat Insan kembali mengunjungi ruang jiwa di sebuah rumah sakit di Jakarta pada Jumat, 21 Februrari 2014 yang lalu. Sekitar 6 orang mantan TKI berkumpul di ruang depan bersama kami. Kami mulai menyapa mereka, berkenalan, dan menanyakan pertanyaan yang sangat sederhana, ”Di mana Mbak bekerja?”. Pertanyaan kami itu pun mengantar pada pembicaraan yang lebih mendalam lagi.

Dari obrolan-obrolan kami dengan mereka, kami menyadari sungguh bahwa beberapa dari mereka telah berada dalam keadaan sehat dan tentu siap untuk dipulangkan ke kampung halaman mereka masing-masing. Kendati demikian, tak satu pun dari mereka yang tahu kapan tanggal pastinya mereka akan mendapat kabar gembira itu.

Seorang mantan TKI dengan terbuka bercerita kepada kami pengalamannya bekerja di Saudi selama 4 tahun. Dia baru satu minggu berada di ruang jiwa tersebut. Kadang dia berbicara dengan bahasa Arab kepada kami, yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Kata-kata berbahasa Arab keluar begitu saja dari mulutnya seperti tak ia sadari.

Apa yang dia ceritakan memang tak beda jauh dari yang pernah kami dengar sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini ada yang berbeda dari ceritanya. Berulang kali dia menceritakan pada kami dengan wajah hampir menangis dan sangat kebingungan. Dia mengatakan bahwa dia mendapatkan uang dari majikannya di selembar kertas. Mungkin dalam bentuk cek. Dan itu hasil kerjanya selama kurang lebih 2 tahun. Dia ingat betul di dalam tas di bagian mana dia meletakkannya. 

Sebelum kembali ke Indonesia, majikannya telah mewanti-wantinya untuk menyimpan selembar kertas itu dengan hati-hati. Dan dia merasa telah melakukannya. Sampai di bandara dia tak tahu alasannya, dia langsung dibawa petugas sampai ke ruang jiwa itu. Dan tepat di hari ketiga, di rumah sakit tersebut, dia melihat kertas di dalam tasnya itu tidak ada.

Dengan emosi yang hampir memuncak dia mengatakan, dan ini yang paling teringat, ”Kan kalau tidak bawa apa-apa pulang ya gimana Mbak...”

Saya tak bisa membayangkan atau pun merasakan menjadi dirinya. Bagaimanakah rasanya kehilangan gaji selama 2 tahun bekerja di negeri orang? Sesungguhnya, kertas itu lebih dari sekadar uang. Selembar kertas itu adalah seluruh hidup dan harapannya.