29
September 2015, bertempat di Press Room DPR RI, Ketua BNP2TKI bersama dengan Ketua Komisi IX dan Direktur Migrant Care
menyampaikan revisi UU no. 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri. Menteri Tenaga Kerja, M. Hanif Dhakiri, yang
semula diagendakan datang tidak dapat menghadiri jumpa pers tersebut.
Seperti
yang diungkapkan oleh Anis Hidayah, Direktur Migrant Care bahwa UU no. 39 tahun
2004 memiliki cacat perlindungan Hukum dan HAM bahkan terkesan hanya menjual
buruh migran tanpa ada perlindungan yang memadai. Pada periode DPR 2009-2014,
revisi ini baru mencapai perubahan judul sedangkan untuk isi belum ada yang
berubah. Hal tersebut berimbas pada bertambahnya korban buruh migran seperti
kasus-kasus yang belakangan terjadi.
Nusron
Wahid, Ketua BNP2TKI, mengungkapkan bahwa dalam revisi ini peran pemerintah
akan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan swasta. Pengiriman tenaga
kerja hanya akan dilakukan bila negara luar memiliki undang-undang perlindungan
tenaga kerja dengan negara Indonesia.
Beliau berharap dengan adanya UU yang melindungi kedua-belah negara, akan
terjadi link and match dalam pengiriman
buruh migran. Buruh migran hanya akan dikirim bila surat perjanjian kerja atau
kontrak sudah ada dan sesuai sehingga tidak akan lagi buruh migran yang
diperjualbelikan di negara luar. Secara garis besar tidak ada perubahan yang
signifikan dalam struktur dan kontent UU no. 39 tahun 2004, hanya ada perubahan
istilah seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) akan berubah menjadi Pekerja
Migran Indonesia (PMI) dan masih banyak yang lain. Beliau menambahkan bahwa
aspek dan isi masih sama seperti yang lama.
Ketua
Komisi IX, Dede Yusuf, menambahkan bahwa revisi tersebut juga harus diimbangi
dengan kualitas tenaga kerja yang dikirim sehingga mengurangi resiko tindak
kekerasan pada buruh migran Indonesia. Kualitas tenaga kerja bisa didapat bila
adanya pelatihan yang matang dari pemerintah lokal. Beliau juga menambahkan
dana yang digunakan bisa diambil dari anggaran Kementerian Pendidikan sebesar
20%. Kerjasama antar kementerian juga diperlukan. Hal ini juga dipersiapkan
untuk menyambut Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2016 mendatang.
Anis
Hidayah menambahkan bahwa aspek keadilan pada undang undang harus digarap
secara matang. Produk hukum yang baik menghasilkan sebuah keadilan. Hal ini
dikarenakan buruh migran membawa wajah perempuan Indonesia yang rentan terhadap
tindak kekerasan. Sedangkan isi undang undang yang lama, hanya mengeksploitasi
tenaga kerja. Anis sangat berharap revisi UU no. 39 tahun 2004 ini mengacu pada
perlindungan pada buruh migran.
Acara
pers tersebut ditutup oleh Nusron Wahid dengan ucapan terima kasih kepada rekan
pers dan mohon dukungan revisi UU no. 39 tahun 2004.