Wednesday, September 30, 2015

Lain orang Lain cerita

12 September 2015, Sahabat Insan mengunjungi Rumah Perlindungan di Bambu Apus. Minggu itu kami mendapat kabar bahwa ada puluhan TKI yang deportasi dari negara luar. Kami segera bergegas merencakan kunjungan kesana. Pagi itu, kami berangkat terpisah. Kami, sebut saja rombongan kereta, berangkat terlebih dahulu. Seperti biasa, kami harus mampir ke Pasar untuk membeli kue. Nah ada satu rombongan walaupun hanya berjumlah satu orang yaitu Romo Benny H Juliawan. Kami berjanji bertemu di RPTC sekitar jam 11.00 WIB.

Pukul 10.50, sampailah kami di RPTC. Rencana awal, Romo Benny akan memimpin ibadah untuk mereka. Kami mengira semua korban memeluk keyakinan yang sama, ternyata tidak. Kami mengurunkan niat untuk melakukan ibadah bersama. Kami putuskan untuk melakukan sharing saja. Kami mulai berkenalan dengan mereka. Ada 24 orang laki laki dan 11 orang perempuan yang berada di RPTC. Mereka adalah buruh migran yang dideportasi oleh Pemerintah Malaysia dan 4 orang lainnya dari Libya.

Kami membagi kelompok agar lebih nyaman dalam berbagi pengalaman. Romo Benny bergabung dengan kelompok pria. Sedangkan Suster Murphy dan Suster Laurent bersama dengan kelompok wanita.




Kedatangan saya tadi, disambut oleh dua orang gadis manis dari Kupang. Sedangkan Suster Laurent dan Mereka sangat suka sekali berbagi pengalaman. Buang jauh-jauh anggapan jika mereka trauma atau menyesal dengan keputusan mereka berkerja secara ilegal di Malaysia. Dua gadis ini justru ingin kembali bekerja disana. Cerita kami yang lalu, banyak yang kapok bekerja dan diperlakukan tidak layak di Malaysia. Saya menggangap dua gadis ini menarik karena berbeda. Mereka mendapatkan majikan yang baik. Bahkan mereka diperlakukan dengan baik oleh petugas saat di penjara. Mereka juga merasa puas dengan upah mereka. Semua okay, Kakak! Ujar dua gadis manis itu. Ya, mereka sungguh mujur.

Pertama kali bekerja di luar negeri dengan pengalaman yang baik. Mereka juga menambahkan bahwa mereka tidak bisa mendapatkan upah yang sama bila bekerja di kampung halaman. Semangat mereka menarik Suster Laurent dan Suster Murphy untuk mendengarkan dua gadis itu. Mereka masih lugu dan itu yang menyebabkan mereka rentan terhadap tindak kriminalitas dari pihak luar. Kami mengingatkan mereka bahwa banyak sekali orang lain yang tidak seberuntung mereka. Mereka harus lebih waspada. Tidak ada salahnya untuk bekerja di luar negeri, asal memiliki dokumen yang lengkap. Mereka hanya tersenyum malu mendengar nasihat tersebut.  

Setelah selesai mendengarkan 2 cerita ibu-ibu yang bekerja di Libya. Mereka menceritakan pengalaman mereka dengan sendu. Mereka sangat menyesalkan keputusan mereka untuk bekerja di luar negeri. Kedua ibu itu melarikan diri dari majikan mereka di Libya. Mereka sangat ketakutan karena situasi perang disana. Dalam perjanjian kontrak kerja, mereka tidak dipekerjakan di negara Libya. Mereka dijual oleh agen ilegal. Pertama, mereka harus tinggal lama di Malaysia kemudian mereka di terbangkan ke 3 negara lainnya. Sampai akhirnya mereka bekerja di Libya. Mereka diperlakukan tidak adil oleh majikan mereka. Dalam kontrak, mereka akan mendapat gaji 400 dollar perbulan tapi selama 8 bulan gaji mereka tidak pernah dibayarkan. Mereka akhirnya tidak tahan dan melarikan diri. Beruntungnya, mereka bertemu dengan polisi setempat yang bertanggung jawab, mereka kemudian dibawa ke KBRI. Kedua ibu tersebut diperlakukan dengan baik hingga akhirnya kembali ke tanah air. Mereka menyesal dan tidak mau kembali bekerja sebagai buruh migran. Mereka lebih memilih tinggal dekat keluarga mereka.

Ya memang lain orang lain cerita tapi selalu ada yang bisa kita pelajari J