12
September 2015, Sahabat Insan mengunjungi Rumah Perlindungan di Bambu Apus.
Minggu itu kami mendapat kabar bahwa ada puluhan TKI yang deportasi dari negara
luar. Kami segera bergegas merencakan kunjungan kesana.
Pagi itu, kami berangkat terpisah. Kami, sebut saja rombongan
kereta, berangkat terlebih dahulu. Seperti biasa,
kami harus mampir ke Pasar untuk membeli kue. Nah ada satu
rombongan walaupun hanya berjumlah satu orang yaitu Romo Benny H
Juliawan. Kami berjanji bertemu di
RPTC sekitar jam 11.00 WIB.
Pukul 10.50,
sampailah kami di RPTC. Rencana awal, Romo Benny akan
memimpin ibadah untuk mereka. Kami mengira semua korban
memeluk keyakinan yang sama, ternyata tidak. Kami mengurunkan niat untuk
melakukan ibadah bersama. Kami putuskan untuk melakukan sharing saja. Kami
mulai berkenalan dengan mereka. Ada 24 orang laki laki dan 11 orang perempuan
yang berada di RPTC. Mereka adalah buruh migran yang dideportasi oleh
Pemerintah Malaysia dan 4 orang lainnya dari Libya.
Kami membagi
kelompok agar lebih nyaman dalam berbagi pengalaman. Romo Benny bergabung
dengan kelompok pria. Sedangkan Suster Murphy dan Suster Laurent bersama dengan
kelompok wanita.
Kedatangan saya
tadi, disambut oleh dua orang gadis manis dari Kupang. Sedangkan Suster Laurent
dan Mereka sangat suka sekali berbagi pengalaman. Buang jauh-jauh anggapan jika
mereka trauma atau menyesal dengan keputusan mereka berkerja secara ilegal di
Malaysia. Dua gadis ini justru ingin kembali bekerja disana. Cerita kami yang
lalu, banyak yang kapok bekerja dan
diperlakukan tidak layak di Malaysia. Saya menggangap dua gadis ini menarik
karena berbeda. Mereka mendapatkan majikan yang baik. Bahkan mereka diperlakukan
dengan baik oleh petugas saat di penjara. Mereka juga merasa puas dengan upah mereka.
Semua okay, Kakak! Ujar dua gadis manis itu. Ya, mereka sungguh mujur.
Pertama kali
bekerja di luar negeri dengan pengalaman yang baik. Mereka juga menambahkan
bahwa mereka tidak bisa mendapatkan upah yang sama bila bekerja di kampung
halaman. Semangat mereka menarik Suster Laurent dan Suster Murphy untuk mendengarkan
dua gadis itu. Mereka masih lugu dan itu yang menyebabkan mereka rentan
terhadap tindak kriminalitas dari pihak luar. Kami mengingatkan mereka bahwa
banyak sekali orang lain yang tidak seberuntung mereka. Mereka harus lebih
waspada. Tidak ada salahnya untuk bekerja di luar negeri, asal memiliki dokumen
yang lengkap. Mereka hanya tersenyum malu mendengar nasihat tersebut.
Setelah selesai
mendengarkan 2 cerita ibu-ibu yang bekerja di Libya. Mereka menceritakan
pengalaman mereka dengan sendu. Mereka sangat menyesalkan keputusan mereka
untuk bekerja di luar negeri. Kedua ibu itu melarikan diri dari majikan mereka
di Libya. Mereka sangat ketakutan karena situasi perang disana. Dalam
perjanjian kontrak kerja, mereka tidak dipekerjakan di negara Libya. Mereka dijual oleh agen ilegal. Pertama, mereka harus tinggal lama
di Malaysia kemudian mereka di terbangkan ke 3 negara lainnya. Sampai akhirnya
mereka bekerja di Libya. Mereka diperlakukan tidak adil oleh majikan mereka. Dalam
kontrak, mereka akan mendapat gaji 400 dollar perbulan tapi selama 8 bulan gaji
mereka tidak pernah dibayarkan. Mereka akhirnya tidak tahan dan melarikan diri.
Beruntungnya, mereka bertemu dengan polisi setempat yang bertanggung jawab,
mereka kemudian dibawa ke KBRI. Kedua ibu tersebut diperlakukan dengan baik
hingga akhirnya kembali ke tanah air. Mereka menyesal dan tidak mau kembali
bekerja sebagai buruh migran. Mereka lebih memilih tinggal dekat keluarga
mereka.
Ya memang lain
orang lain cerita tapi selalu ada yang bisa kita pelajari J