Monday, September 21, 2015

Migrasi Tenaga Kerja: Siapa yang Mendapat Manfaat?

Pada pertengahan Juli 2015, Sahabat Insan menerima undangan untuk berpartisipasi dalam konferensi internasional yang diselenggarakan Solidarity Center tentang migrasi tenaga kerja dan pembangunan. Konferensi berjudul Labor Migration: Who benefits? A Global Conference on Worker Rights and Shared Prosperity (Migrasi Tenaga Kerja: Siapa yang Mendapat Manfaat? Sebuah Konferensi Global tentang Hak-Hak Pekerja dan Kesejahteraan Bersama), dilaksanakan pada tanggal 10-12 Agustus 2015 di hotel Novotel, Bogor, Indonesia. Kegiatan ini disponsori  juga oleh Migrant Care Indonesia. Dalam kesempatan ini, Sahabat Insan diwakili oleh salah satu pengawasnya, yaitu Ibu Astuti Sitanggang.


Dalam konferensi internasional tentang migrasi tenaga kerja ini, penyelenggara mengundang lebih dari 125 peserta, termasuk para mitra Solidarity Center dari serikat pekerja, asosiasi pekerja migran dan LSM, akademisi, para expert lain, wakil pemerintah, dan lembaga donor dari sekitar 25 negara.  Dengan keberagaman kelompok partisipan, diharapkan akan mendorong sebuah teori perubahan yang memberdayakan pekerja migran dan para pendukung mereka untuk mempromosikan hak-hak politik, sosial dan ekonomi pekerja migran dimana semua pekerja diperlakukan sama tanpa memandang status atau kewarganegaraan; dan menyediakan respon-respon alternatif dan inovatif dan bukan paradigma pembangunan yg dominan sekarang yang mempromosikan remitansi daripada hak-hak pekerja migran. 

Workshop dalam kelompok dan sesi-sesi pleno difokuskan pada topik-topik seperti reformasi rekrutmen tenaga kerja, pengorganisasian pekerja migran, tantangan pendekatan transnasional, akses pada keadilan, partisipasi politik, dan penggunaan teknologi.Konferensi ini juga menyoroti tentang hal yang seringkali terabaikan, yaitu biaya ekonomi, sosial dan psikologi yang harus ditanggung pekerja migran akibat migrasi, termasuk eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia. 

Seperti dikutip dari www.repubika.co.id, Direktur Eksekutif Solidarity Center Shawna Bader-Blau dalam kesempatan ini mengatakan bahwa konferensi ini diharapkan dapat menjadi forum berbagi ide untuk menjawab tantangan dan persoalan buruh migran di seluruh dunia. Solidarity Center mencatat, terdapat lebih dari 247 juta buruh di seluruh dunia. Mereka bermigrasi ke negara lain untuk mencari kesejahteraan.

Lebih lanjut, Shawna berkata bahwa para buruh migran itu rawan eksploitasi. Besar kemungkinan mereka mendapat perlakuan buruk dari majikan, mengalami ketidakadilan pemberian upah, penganiayaan, hingga ancaman kematian. Belum lagi besarnya biaya rekrutmen yang ditarifkan oleh agen tenaga kerja di tempat asal mereka. Seolah-olah, hasil jerih payah buruh migran digunakan untuk membayar hutang uang tersebut.  "Ini sama saja dengan perbudakan," kata Shawna.

Hasil yang telah didapatkan dalam pertemuan ini antara lain adalah: mendesak negara pengirim, negara penerima, dan negara transit untuk melindungi hak-hak buruh migran, khususnya para pekerja domestik. Selain itu, negara harus memperbaiki akses keadilan dan meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang pekerja domestik (PRT) yang rentan pelanggaran HAM. Forum juga mendorong negara pengirim buruh migran untuk mereformasi sistem rekrutmen, yakni meniadakan biaya penempatan migran ke luar negeri.

Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care, mengatakan akan segera membawa hasil konferensi ke pemerintahan Jokowi untuk ditindaklanjuti.