Tuesday, April 25, 2017

PERTEMUAN SINGKAT DENGAN PARA PENGUNGSI: SEBUAH RANGKULAN DAPAT MENGHIDUPI SEMANGAT MEREKA UNTUK TERUS BERJUANG

Pada akhir Februari lalu, Sahabat Insan diberi kesempatan untuk mengikuti kunjungan Romo Benny dan tamu-tamunya dari berbagai negara yang kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia ke JRS - Cisarua. Sahabat Insan mengirimkan relawannya, Marsia untuk bergabung bersama mereka. Berikut catatan Marsia atas kunjungan tersebut:    

Kamis tanggal 23 Februari 2017 adalah hari di mana saya diberikan kesempatan oleh Romo Ismartono dan Romo Benny untuk berkunjung ke tempat para pengungsi di JRS Center Cisarua dan Cipayung, Puncak - Jawa Barat. 


Dimulai dengan berkumpul di Kolese Kanisius sekitar jam 07.00 pagi hari. Saya diajak Romo Is dan Romo Benny untuk ikut sarapan dengan Romo-Romo yang lain. Karena saya sudah sarapan jadi saya hanya duduk dan menemani Romo-Romo lainnya untuk sarapan. Awalnya saya diperkenalkan terlebih dahulu oleh Romo Benny dengan dua Romo dari benua yang berbeda, yaitu Fr. Patxi Alvarez SJ dari Spanyol yang sekarang tinggal di Roma. Beliau adalah koordinator karya sosial Serikat Yesus dan Fr. Mauricio Garcia Duran SJ, yang merupakan Direktur JRS Columbia. Lalu disusul perkenalan dengan Fr. Rampe Hlobo SJ yang merupakan koordinator karya Jesuit untuk migran di Afrika Selatan. Ini pertama kalinya saya bertemu dengan para Jesuit dari luar Indonesia dan memang sedikit nervous buat saya untuk bisa berbincang-bincang dengan mereka (maklum, Bahasa Inggris saya kurang oke, hehe..). Setelah itu, saya diminta untuk segera naik ke mobil travel punya Kolese Kanisius yang akan mengantar kami menuju ke tempat JRS yang ada di Cisarua. Sebelum naik mobil travel, saya diperkenalkan lagi oleh Ms. Kristen Lionetti dari Amerika Serikat. Beliau bekerja sebagai staff di kantor Konferensi Jesuit untuk Amerika Serikat dan Kanada. Lalu disusul oleh Fr. Anthony Dias SJ yang merupakan Direktur Xavier Institute of Social Research (XISR), yaitu Institut Penelitian Sosial di Mumbai, India. Sebetulnya ada satu lagi yang ingin ikut ke JRS. Beliau adalah Mr.Miguel Gonzales dari Spanyol. Beliau bekerja sebagai Direktur Karya Jesuit untuk migran juga. Tetapi karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan membuat beliau tidak bisa ikut bersama kami hari itu juga.

Perjalanan yang kami tempuh dari Jakarta menuju Cisarua berkisar kurang lebih 2,5 jam. Sesampai di Ciawi, kami menjemput Frater Martinus Dam Febrianto SJ, atau biasa dipanggil Frater Dam untuk ikut bersama kami menuju tempat para pengungsi. Frater Dam ini sedang menjalani Tahun Orientasi Kerasulan (TOKER) di JRS. Cukup macet di daerah Ciawi menuju Cisarua, akan tetapi itu tidak menghalangi kami untuk tiba di sana. Setiba di sana, saya cukup kaget karena yang ada di benak saya tuh, JRS seperti tempat wisma / rumah asrama untuk para pengungsi, ternyata mereka itu tinggal di beberapa rumah yang dikontrakkan oleh Pak Haji. Pak Haji ini orangnya baik sekali. Kami sempat bertanya kepada beliau, mengapa beliau mau memberikan tempat tinggal kepada para pengungsi seperti mereka. Jawaban Pak Haji ini singkat dan tidak bertele-tele tetapi menyentuh hati. Beliau menjawab bahwa beliau senang sekali membantu orang lain dan senang bisa membangun persaudaraan dengan siapapun tanpa memandang mereka berasal darimana. Ya, dalam hati saya, saya juga senang membantu orang lain apabila jika saya melakukannya dengan ikhlas. Tidak dapat dijelaskan secara detailnya mengapa, tetapi ini membuat perasaan saya begitu senang jika melihat orang lain senang. 

Saya begitu takjub ketika diajak untuk melihat kehidupan sehari-hari mereka disana. Ya mereka benar-benar begitu semangat belajar untuk mengisi hari-hari mereka. Pelajaran yang mereka pelajari kurang lebih belajar bahasa, Bahasa Inggris dan Indonesia. Kami masuk ke salah satu kelas yang isinya pria semua. Saya bertanya kepada salah satu relawan JRS, “mengapa kelasnya dipisah antara laki-laki dan perempuan?” Jawab mereka, “ya Mbak, karena yang ikut kelas ini sangat banyak, jadinya dipisah antara laki-laki dan perempuan”. Lalu salah satu dari mereka menyampaikan perasaan mereka ketika saya dan tim mengikuti kelas tersebut. Ia berkata bahwa ia sangat senang sekali jika kami mengunjungi mereka. Dan ia berkata bahwa ia memiliki harapan bahwa ia ingin suatu saat bisa menikmati dunia luar dan bekerja layaknya orang biasa pada umumnya.

Setelah melihat kelas-kelas, barulah kami mengadakan konferensi tanya jawab bersama para Refugees. Perasaanku begitu tersentuh ketika Fr. Patxi bertanya kepada salah satu Refugees bernama Sadiqa. Fr. Patxi bertanya, “Dimana sebenarnya dari dalam hatimu, kamu ingin tinggal?”. Saya merasa tersentuh ketika Sadiqa berkata bahwa ia tidak tahu kemana hatinya berkata untuk tinggal. Ia masih sedih dengan kondisinya selama ini dan untuk sekarang ini ia merasa nyaman bisa berada di Indonesia.

Selain berkeliling dari rumah ke rumah para refugees, kami pun juga berkunjung ke kantor JRS dan mengadakan tanya jawab juga ke mereka. Adapun yang kami tanyakan seputar asal biaya hidup mereka, dimana seperti yang kita ketahui biaya tersebut rata-rata berasal dari tabungan mereka yang sudah mereka dari negara asal (ada yang juga dari hasil penjualan perabotan rumah tangga mereka) dan ada juga yang berasal dari kiriman keluarga mereka yang masih menetap disana. Saya pribadi sangat senang bisa diberi kesempatan untuk mengetahui dibalik kisah para Refugees dan peran JRS dalam kehidupan mereka. Saya memang tidak mengetahui banyak hal, sedikit bertanya (mungkin karena nervous juga ya baru pertama kali ini bertemu dengan para refugees dan harus menggunakan Bahasa Inggris, hoho..) tapi yang bisa merasakan apa yang bisa mereka rasakan dan mereka pun juga masih membutuhkan uluran tangan kita. Uluran tangan yang kita berikan bukan sekedar memberi sumbangan tapi juga kehadiran kita di tengah-tengah mereka sudah membuat mereka merasa diterima sepenuhnya.