Pada akhir Februari lalu, Sahabat Insan diberi kesempatan untuk mengikuti kunjungan Romo Benny dan tamu-tamunya dari berbagai negara yang kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia ke JRS - Cisarua. Sahabat Insan mengirimkan relawannya, Marsia untuk bergabung bersama mereka. Berikut catatan Marsia atas kunjungan tersebut:
Kamis tanggal 23 Februari 2017 adalah hari di mana saya diberikan kesempatan oleh Romo Ismartono dan Romo Benny untuk berkunjung ke tempat para pengungsi di JRS Center Cisarua dan Cipayung, Puncak - Jawa Barat.
Dimulai dengan berkumpul di Kolese Kanisius sekitar jam
07.00 pagi hari. Saya diajak Romo Is dan Romo Benny untuk ikut sarapan dengan
Romo-Romo yang lain. Karena saya sudah sarapan jadi saya hanya duduk dan
menemani Romo-Romo lainnya untuk sarapan. Awalnya saya diperkenalkan terlebih
dahulu oleh Romo Benny dengan dua Romo dari benua yang berbeda, yaitu Fr.
Patxi Alvarez SJ dari Spanyol yang sekarang tinggal di Roma. Beliau adalah
koordinator karya sosial Serikat Yesus dan Fr. Mauricio Garcia Duran SJ,
yang merupakan Direktur JRS Columbia. Lalu disusul perkenalan dengan Fr.
Rampe Hlobo SJ yang merupakan koordinator karya Jesuit untuk migran di
Afrika Selatan. Ini pertama kalinya saya bertemu dengan para Jesuit dari luar
Indonesia dan memang sedikit nervous buat saya untuk bisa
berbincang-bincang dengan mereka (maklum, Bahasa Inggris saya kurang oke,
hehe..). Setelah itu, saya diminta untuk segera naik ke mobil travel punya
Kolese Kanisius yang akan mengantar kami menuju ke tempat JRS yang ada di
Cisarua. Sebelum naik mobil travel, saya diperkenalkan lagi oleh Ms. Kristen
Lionetti dari Amerika Serikat. Beliau bekerja sebagai staff di kantor
Konferensi Jesuit untuk Amerika Serikat dan Kanada. Lalu disusul oleh Fr.
Anthony Dias SJ yang merupakan Direktur Xavier Institute of Social
Research (XISR), yaitu Institut Penelitian Sosial di Mumbai, India.
Sebetulnya ada satu lagi yang ingin ikut ke JRS. Beliau adalah Mr.Miguel
Gonzales dari Spanyol. Beliau bekerja sebagai Direktur Karya Jesuit untuk
migran juga. Tetapi karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan membuat
beliau tidak bisa ikut bersama kami hari itu juga.
Perjalanan
yang kami tempuh dari Jakarta menuju Cisarua berkisar kurang lebih 2,5 jam.
Sesampai di Ciawi, kami menjemput Frater Martinus Dam Febrianto SJ, atau
biasa dipanggil Frater Dam untuk ikut bersama kami menuju tempat para
pengungsi. Frater Dam ini sedang menjalani Tahun Orientasi Kerasulan (TOKER) di
JRS. Cukup macet di daerah Ciawi menuju Cisarua, akan tetapi itu tidak
menghalangi kami untuk tiba di sana. Setiba di sana, saya cukup kaget karena yang
ada di benak saya tuh, JRS seperti tempat wisma / rumah asrama untuk para
pengungsi, ternyata mereka itu tinggal di beberapa rumah yang dikontrakkan oleh
Pak Haji. Pak Haji ini orangnya baik sekali. Kami sempat bertanya kepada
beliau, mengapa beliau mau memberikan tempat tinggal kepada para pengungsi
seperti mereka. Jawaban Pak Haji ini singkat dan tidak bertele-tele tetapi
menyentuh hati. Beliau menjawab bahwa beliau senang sekali membantu orang lain
dan senang bisa membangun persaudaraan dengan siapapun tanpa memandang mereka
berasal darimana. Ya, dalam hati saya, saya juga senang membantu orang lain
apabila jika saya melakukannya dengan ikhlas. Tidak dapat dijelaskan secara
detailnya mengapa, tetapi ini membuat perasaan saya begitu senang jika melihat
orang lain senang.
Saya
begitu takjub ketika diajak untuk melihat kehidupan sehari-hari mereka disana.
Ya mereka benar-benar begitu semangat belajar untuk mengisi hari-hari mereka.
Pelajaran yang mereka pelajari kurang lebih belajar bahasa, Bahasa Inggris dan
Indonesia. Kami masuk ke salah satu kelas yang isinya pria semua. Saya bertanya
kepada salah satu relawan JRS, “mengapa kelasnya dipisah antara laki-laki dan
perempuan?” Jawab mereka, “ya Mbak, karena yang ikut kelas ini sangat banyak,
jadinya dipisah antara laki-laki dan perempuan”. Lalu salah satu dari mereka
menyampaikan perasaan mereka ketika saya dan tim mengikuti kelas tersebut. Ia
berkata bahwa ia sangat senang sekali jika kami mengunjungi mereka. Dan ia
berkata bahwa ia memiliki harapan bahwa ia ingin suatu saat bisa menikmati
dunia luar dan bekerja layaknya orang biasa pada umumnya.
Setelah melihat kelas-kelas, barulah kami mengadakan
konferensi tanya jawab bersama para Refugees. Perasaanku
begitu tersentuh ketika Fr. Patxi bertanya kepada salah satu Refugees bernama
Sadiqa. Fr. Patxi bertanya, “Dimana sebenarnya dari dalam hatimu, kamu ingin
tinggal?”. Saya merasa tersentuh ketika Sadiqa berkata bahwa ia tidak tahu
kemana hatinya berkata untuk tinggal. Ia masih sedih dengan kondisinya selama
ini dan untuk sekarang ini ia merasa nyaman bisa berada di Indonesia.
Selain berkeliling dari rumah ke rumah para refugees,
kami pun juga berkunjung ke kantor JRS dan mengadakan tanya jawab juga ke mereka.
Adapun yang kami tanyakan seputar asal biaya hidup mereka, dimana seperti yang
kita ketahui biaya tersebut rata-rata berasal dari tabungan mereka yang sudah
mereka dari negara asal (ada yang juga dari hasil penjualan perabotan rumah
tangga mereka) dan ada juga yang berasal dari kiriman keluarga mereka yang
masih menetap disana. Saya pribadi sangat senang bisa diberi kesempatan untuk
mengetahui dibalik kisah para Refugees dan peran JRS dalam kehidupan mereka.
Saya memang tidak mengetahui banyak hal, sedikit bertanya (mungkin karena
nervous juga ya baru pertama kali ini bertemu dengan para refugees dan harus
menggunakan Bahasa Inggris, hoho..) tapi yang bisa merasakan apa yang bisa
mereka rasakan dan mereka pun juga masih membutuhkan uluran tangan kita. Uluran
tangan yang kita berikan bukan sekedar memberi sumbangan tapi juga kehadiran
kita di tengah-tengah mereka sudah membuat mereka merasa diterima sepenuhnya.