Friday, March 29, 2019

Dialektika: Merespons Agenda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia

Sahabat Insan yang diwakili oleh Romo Ignatius  Ismartono SJ, Arta Elisabeth Purba dan Saraswati menghadiri  acara Dialektika Calon Legislatif Dapil DKI Jakarta II (Jakarta Pusat,  Jakarta Selatan dan Luar Negeri) yang diselenggarakan oleh Migrant CARE di Conclave Simatupang, Cilandak Timur, Pasar Minggu Jakarta Selatan pada Rabu (27/3/2019).

foto: migrant care

Pertemuan publik yang dihadiri oleh beberapa LSM yang terdiri dari sebagian besar orang muda ini bertema “Dialektika, Merespons Agenda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia".

Acara ini bertujuan untuk mengetahui respon para calon legislatif terkait berbagai permasalahan perlindungan PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang masih rentan dan memastikan permasalahan ini masuk dalam agenda kebijakan yang akan diperjuangkan ketika menduduki parlemen.

sumber foto: Migrant Care
Migrant CARE berhasil menghadirkan lima dari tujuh calon legislatif yang memiliki kepedulian terhadap isu migran sebagai narasumber yakni Nuraini (PDIP), Christina Aryani (Golkar), Arief Patramijaya (Hanura), Dian Islamiati Fatwa (PAN) dan Tsamara Amany (PSI), sementara Okky Asokawati (Nasdem) dan Meuitia Geumata (PKS) tidak dapat hadir.  

Pada sesi yang pertama, masing-masing narasumber menawarkan program kerja yang  dinilai akan berpihak pada kesejahteraan PMI dan memberikan solusi dari seluruh permasalahan kompleks yang dialami. Agenda Perlindungan Perlindungan PMI disambut positif oleh kelima Calon Legislatif.

Perwakilan dari PDI, Nuraini memandang permasalahan PMI sangat berkaitan satu dengan yang lainnya. berjanji akan mengadakan koalisi lintas fraksi yang memiliki konsentrasi terhadap
permasalahan buruh migran dan akan segera membuat RUU (Rancangan Undang-Undang) yang berpihak pada migran.

Christina Aryani dari Golkar menawarkan pembuatan iklan sebagai awareness, bekerja sama dengan semua elemen pemerintah dan swasta, mengadakan kunjungan kerja dan dialog dengan KBRI, KJRI dan buruh migran di luar negeri, menampung ide dari setiap individu yang akan menjadi ide fraksi dan mengawasi seluruh kebijakan terkait migran.

Arief Patramijaya dari Hanura memperjuangkan obligasi pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memperjuangkan migran, serta mendorong mantan migran untuk bisa menjadi pribadi yang sukses dengan mengasah bakat dan talenta mereka ketika kembali ke tanah air dan berjanji untuk menghadirkan pengacara yang sedia 24 jam untuk membela PMI.

Dian Islamiati Fatwa dari PAN lebih menyoroti pembuatan pusat informasi terpadu untuk meningkatkan komunikasi antar migran dengan pemerintah sehingga keamanan migran ketika bekerja di luar negeri lebih terjamin.

Tsamara Amany dari PSI mengatakan akan segera mengevaluasi PJTKI yang menjadi sumber dan akar permasalahan para migran dan jika dalam hasil evaluasi menemukan banyak ketidakberesan maka akan segera mengadakan moratorium untuk membubarkan PJTKI sehingga penanganan migran akan diambil alih oleh pemerintah, membuat data base berbasis online, mendorong kuitansi untuk dipegang oleh PMI.

Pada sesi selanjutnya, respon kelima Calon Legislatif terhadap isu migran semakin dikuatkan oleh pertanyaan dan pernyataan para panelis; Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE, Ani Ema Susanti sebagai mantan pekerja migran yang saat ini aktif sebagai Sineas juga Content Creator di Ruangobrol.id, serta Hariyanto selaku Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dua buruh migran yang masih di luar negeri dan juga pertanyaan dari beberapa peserta yang hadir.

Dalam kesempatan ini, panelis Ani Ema Susanti memaparkan ragam permasalahan para PMI, terutama PMI perempuan yang tidak kunjung bisa diatasi hingga saat ini. Menurutnya, PMI masih belum punya  kesadaran dan pengetahuan hukum sebagai upaya perlindungan dari kekerasan baik fisik maupun psikis. Mirisnya, beberapa PMI yang berhasil pulang ke tanah air berubah menjadi pelaku radikal sebagai teroris.

Kemudian panelis Wahyu Susilo menyoroti isu hukuman mati yang kerap mengancam para PMI di luar negeri. Sementara realitanya, negara Indonesia masih memberlakukan hukuman mati namun menginisiasi advokasi pembebasan pekerja migran yang terjerat hukuman mati di luar negeri. Hal ini menurutnya sangat bertentangan.

Sebagai respon, empat dari lima caleg menentang dengan bulat praktik hukuman mati yang sama sekali berlawanan dengan HAM, sementara Cristina dari Golkar masih memandang aspek permasalahan dari pemberlakuan hukuman mati. Menurutnya, pada beberapa kasus tertentu yang sama sekali tidak bisa ditolerir, hukuman mati masih bisa diberlakukan demi ketentraman masyarakat.

foto: migrant care
Dalam kesempatan ini, Arta Elisabeth sebagai perwakilan dari Sahabat Insan mengungkapkan realitas di lapangan mengenai jumlah jenazah PMI asal NTT yang dipulangkan ke tanah air, yang selalu mengalami peningkatan.

“Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah pemulangan PMI dalam peti jenazah yang tampaknya tiada henti dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” tanyanya kepada Calon Legislatif PSI, Tsamara Amani.

“Seperti yang saya katakan di awal dalam visi dan misi saya, yaitu evaluasi PJTKI karena sebenarnya permasalahannya ada pada mereka ini. Jadi kita akan adakan moratorium, evaluasi keseluruhan dan kalau memang harus dibubarkan, ya kita bubarkan, diambil alih oleh pemerintah,” tegasnya.   

Di akhir sesi, panelis Hariyanto, lebih menyoroti strategi jangka pendek dan konkret yang akan dilakukan oleh para calon legislatif untuk PMI ketika sudah duduk di DPR. Ia juga menyarankan agar para calon legislatif bisa meningkatkan koordinasi antar fraksi, pemerintah pusat dan daerah serta penguatan bantuan hukum.

Semoga melalui pemaparan para calon legislatif dalam Dialektika ini, dapat semakin memberi pencerahan pada masyarakat untuk mampu memilih calon legislatif yang akan mampu menyuarakan suara rakyat, dalam hal ini suara PMI yang masih menjadi korban karena Suara Korban adalah Suara Tuhan (Vox Victimae, Vox Dei).