Sahabat Insan yang diwakili oleh Romo Ignatius Ismartono SJ, Arta Elisabeth Purba dan
Saraswati menghadiri acara Dialektika Calon Legislatif Dapil DKI Jakarta II
(Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar
Negeri) yang diselenggarakan oleh Migrant CARE di Conclave Simatupang, Cilandak
Timur, Pasar Minggu Jakarta Selatan pada Rabu (27/3/2019).
foto: migrant care |
Pertemuan publik yang dihadiri oleh beberapa LSM yang terdiri dari sebagian besar orang muda ini bertema “Dialektika, Merespons Agenda Perlindungan Pekerja Migran Indonesia".
Acara ini bertujuan untuk mengetahui respon para calon legislatif
terkait berbagai permasalahan perlindungan PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang
masih rentan dan memastikan permasalahan ini masuk dalam agenda kebijakan yang
akan diperjuangkan ketika menduduki parlemen.
sumber foto: Migrant Care |
Migrant CARE berhasil menghadirkan lima dari tujuh calon legislatif
yang memiliki kepedulian terhadap isu migran sebagai narasumber yakni Nuraini
(PDIP), Christina Aryani (Golkar), Arief Patramijaya (Hanura), Dian Islamiati
Fatwa (PAN) dan Tsamara Amany (PSI), sementara Okky Asokawati (Nasdem) dan
Meuitia Geumata (PKS) tidak dapat hadir.
Pada sesi yang pertama, masing-masing narasumber menawarkan program
kerja yang dinilai akan berpihak pada
kesejahteraan PMI dan memberikan solusi dari seluruh permasalahan kompleks yang
dialami. Agenda Perlindungan Perlindungan PMI disambut positif oleh kelima
Calon Legislatif.
Perwakilan dari PDI, Nuraini memandang permasalahan PMI sangat
berkaitan satu dengan yang lainnya. berjanji akan mengadakan koalisi lintas
fraksi yang memiliki konsentrasi terhadap
permasalahan buruh migran dan akan segera membuat RUU (Rancangan
Undang-Undang) yang berpihak pada migran.
Christina Aryani dari Golkar menawarkan pembuatan iklan sebagai
awareness, bekerja sama dengan semua elemen pemerintah dan swasta, mengadakan
kunjungan kerja dan dialog dengan KBRI, KJRI dan buruh migran di luar negeri,
menampung ide dari setiap individu yang akan menjadi ide fraksi dan mengawasi
seluruh kebijakan terkait migran.
Arief Patramijaya dari Hanura memperjuangkan obligasi pemerintah untuk
menghormati, melindungi dan memperjuangkan migran, serta mendorong mantan
migran untuk bisa menjadi pribadi yang sukses dengan mengasah bakat dan talenta
mereka ketika kembali ke tanah air dan berjanji untuk menghadirkan pengacara
yang sedia 24 jam untuk membela PMI.
Dian Islamiati Fatwa dari PAN lebih menyoroti pembuatan pusat
informasi terpadu untuk meningkatkan komunikasi antar migran dengan pemerintah
sehingga keamanan migran ketika bekerja di luar negeri lebih terjamin.
Tsamara Amany dari PSI mengatakan akan segera mengevaluasi PJTKI yang
menjadi sumber dan akar permasalahan para migran dan jika dalam hasil evaluasi
menemukan banyak ketidakberesan maka akan segera mengadakan moratorium untuk
membubarkan PJTKI sehingga penanganan migran akan diambil alih oleh pemerintah,
membuat data base berbasis online, mendorong kuitansi untuk dipegang oleh PMI.
Pada sesi selanjutnya, respon kelima Calon Legislatif terhadap isu
migran semakin dikuatkan oleh pertanyaan dan pernyataan para panelis; Wahyu
Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE, Ani Ema Susanti sebagai mantan pekerja
migran yang saat ini aktif sebagai Sineas juga Content Creator di
Ruangobrol.id, serta Hariyanto selaku Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia
(SBMI), dua buruh migran yang masih di luar negeri dan juga pertanyaan dari
beberapa peserta yang hadir.
Dalam kesempatan ini, panelis Ani Ema Susanti memaparkan ragam
permasalahan para PMI, terutama PMI perempuan yang tidak kunjung bisa diatasi
hingga saat ini. Menurutnya, PMI masih belum punya kesadaran dan pengetahuan hukum sebagai upaya
perlindungan dari kekerasan baik fisik maupun psikis. Mirisnya, beberapa PMI
yang berhasil pulang ke tanah air berubah menjadi pelaku radikal sebagai
teroris.
Kemudian panelis Wahyu Susilo menyoroti isu hukuman mati yang kerap
mengancam para PMI di luar negeri. Sementara
realitanya, negara Indonesia masih memberlakukan hukuman mati namun
menginisiasi advokasi pembebasan pekerja migran yang terjerat hukuman mati di
luar negeri. Hal ini menurutnya sangat bertentangan.
Sebagai respon, empat dari lima caleg menentang dengan bulat praktik
hukuman mati yang sama sekali berlawanan dengan HAM, sementara Cristina dari
Golkar masih memandang aspek permasalahan dari pemberlakuan hukuman mati.
Menurutnya, pada beberapa kasus tertentu yang sama sekali tidak bisa ditolerir,
hukuman mati masih bisa diberlakukan demi ketentraman masyarakat.
foto: migrant care |
Dalam kesempatan ini, Arta Elisabeth sebagai perwakilan dari Sahabat
Insan mengungkapkan realitas di lapangan mengenai jumlah jenazah PMI asal NTT
yang dipulangkan ke tanah air, yang selalu mengalami peningkatan.
“Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah pemulangan PMI dalam
peti jenazah yang tampaknya tiada henti dan selalu mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun,” tanyanya kepada Calon Legislatif PSI, Tsamara Amani.
“Seperti yang saya katakan di awal dalam visi dan misi saya, yaitu
evaluasi PJTKI karena sebenarnya permasalahannya ada pada mereka ini. Jadi kita
akan adakan moratorium, evaluasi keseluruhan dan kalau memang harus dibubarkan,
ya kita bubarkan, diambil alih oleh pemerintah,” tegasnya.
Di akhir sesi, panelis Hariyanto, lebih menyoroti strategi jangka
pendek dan konkret yang akan dilakukan oleh para calon legislatif untuk PMI
ketika sudah duduk di DPR. Ia juga menyarankan agar para calon legislatif bisa
meningkatkan koordinasi antar fraksi, pemerintah pusat dan daerah serta penguatan bantuan hukum.
Semoga melalui pemaparan para calon legislatif dalam Dialektika ini, dapat
semakin memberi pencerahan pada masyarakat untuk mampu memilih calon legislatif
yang akan mampu menyuarakan suara rakyat, dalam hal ini suara PMI yang masih
menjadi korban karena Suara Korban adalah Suara Tuhan (Vox Victimae, Vox Dei).