Bela Rasa Kita (BRK) mengikuti program pemantapan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) angkatan lima pada tahun 2009 yang diadakan oleh Departemen Sosial. Kegiatan dilakukan selama tiga hari berlangsung sejak selasa (14/07) hingga kamis (16/07) bertempat di Buperta, Cibubur, Jakarta Timur.
Bela Rasa Kita (BRK) sebagai tim tanggap bencana mengirimkan tujuh anggotanya yang diharapkan melalui pelatihan ini dapat menambah kemampuan, pengalaman dan memperluas jaringan antar kelompok yang tergabung dalam pelatihan TAGANA kali ini.
Sebanyak 70 peserta mengikuti program pemantapan taruna siaga bencana, terdiri dari organisasi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Bela Rasa Kita (BRK), dan Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ).
Melalui pelatihan ini fokus program yang dicanangkan Departemen Sosial RI dalam penanggulangan bencana untuk meningkatkan kapasitas kemampuan masyarakat agar lebih mampu dan lebih siaga dalam menghadapi bencana.
Pelatihan yang dilakukan selama tiga hari dua malam tersebut, peserta dibekali materi tentang kebijakan departemen sosial RI dalam penanggulangan bencana, terdiri dari manajemen penanggulangan bencana, siklus penanggulangan bencana, Conceptual Skill, Managerial Skill, Technical Skill dan Social Skill TAGANA, serta simulasi penanggulangan bencana.
Anggota BRK yang dikirim mengikuti program pemantapan TAGANA, berusaha memberikan yang terbaik dalam pelatihan ini, meskipun mereka sudah mendapatkan mengenai pelatihan ini sebelumnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Nino salah satu anggota BRK, mengatakan “Sebelumnya dalam BRK hampir semua materi yang diajarkan disini sudah didapatkan, namun tidak ada salahnya kita mengambil ilmu dan menjalin komunikasi untuk memperluas jaringan melalui pelatihan ini.”
Hari pertama pelatihan dibuka oleh Andi Hanindito selaku direktur BSKBA Departemen Sosial RI, menyampaikan bahwa “setiap anggota TAGANA di harapkan mampu mengelola situasi dan kondisi lapangan yang terjadi di lapangan seandainya terjadi bencana.”
Peserta sangat antusias mengikuti kegiatan, terlihat dari semangat keaktifan dan kekompakannya dalam setiap rangkaian acara. Menurut Endro salah satu peserta PMKAJ mengatakan. “ melalui pelatihan ini kita diperkenalkan cara mengatasi bencana yang terjadi di lapangan sehingga menambah pengetahuan tentang pertolongan pertama yang harus dilakukan.”
Melalui pelatihan ini kapasitas kemampuan masyarakat yang perlu ditingkatkan adalah kapasitas melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan akan gejala dan aktualisasi bencana.
Pelatihan dipusatkan pada hari kedua, pada pelatihan ini terdapat materi yang belum pernah BRK dapatkan yaitu mengelola dapur umum di lapangan dan cara menggunakan alat komunikasi. Anggota BRK sangat antusias mengikuti materi tersebut, karena belum pernah mereka dapatkan pada pelatihan selama ini.
Setelah istirahat pelatihan dilanjutkan dengan materi water rescue,vertical rescue, dan membangun tenda grup. Materi yang diajarkan kali ini, peserta diajarkan bagaimana cara menolong korban di air maupun di ketinggian. Dalam tahap ini Dwy mengutarakan “ water recue, vertical rescue, bangun tenda, sudah dapat di BRK kita refreshing kembali sambil memperoleh ilmu atau cara yang baru dalam menolong korban.”
Setelah semua materi diajarkan, melalui simulasi peserta dihadapkan pada situasi bencana yang terjadi, kali ini peserta diuji kesigapan dalam menghadapi bencana dengan menolong korban dan membangun tenda.
Tidak hanya pelatihan di lapangan namun peserta juga dibekali dengan materi pelayanan psikososial pada penanggulangan bencana yang dibawakan oleh Dorang Luhpuri staf pengajar Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Melalui materi ini peserta diajarkan cara menangani korban yang shock akibat bencana yang dialaminya.
Staff ahli menteri sosial bidang integrasi sosial, Sahawiah Abdullah dalam materi mengenai nasionalisme, menyampaikan bahwa “TAGANA merupakan mitra TNI pada barisan depan menanggulangi bencana.”
Program pelatihan TAGANA kali ini berjalan dengan singkat, proses waktu selama tiga hari dua malam terkesan pendek, sehingga banyak materi yang berjalan tidak maksimal.
Menurut Charles, “Materinya tidak begitu banyak, lebih banyak pada pelatihan BRK dan waktunya terlalu mepet, jadi materi tidak maksimal sangat disayangkan.” Charles menambahkan “materi yang dikelas bagus karena belum pernah didapatkan mengenai psikologi masyarakat dan nasionalisme sebagai tambahan ilmu di BRK.”
<Thomas Aquinus Krisnaldi>