Tim Sahabat Insan kembali
mengunjungi pasien-pasien eks-TKI di sebuah rumah sakit di Jakarta pada Jumat, 18 Oktober yang lalu. Sesampainya
kami di rumah sakit, seperti biasa kami mengunjungi pasien-pasien eks-TKI di
ruang jiwa. Keadaan mereka semakin membaik. Itu terlihat dari raut wajah mereka
yang menunjukkan senyuman. Beberapa dari mereka yang dulunya diam saja, kini
juga lebih terbuka dan mau banyak bercerita.
Hand by Gilead http://www.deviantart.com/art/hand-17645656 |
Salah satunya Maya, eks-TKI asal Sumba, NTT, ini yang masih begitu muda. Dokumennya
dipalsukan oleh agensi yang merekrutnya. Dia bekerja ketika usianya masih 19
tahun. Berbeda dari minggu-minggu sebelumnya, baru kali ini Maya mau diajak
untuk bercerita. Terdesak akan kebutuhan ekonomi, maka dia bekerja menjadi
pembantu rumah tangga di Malaysia.
Hampir 2 tahun Maya bekerja. Walaupun gajinya tidak besar, dia masih dapat
mengirim uang untuk keluarga di kampung halaman. Dia mengaku tidak betah bekerja di sana karena
majikan yang sering marah-marah. Ketika ditanya masih adakah keinginan bekerja
di luar negeri, Maya menjawab tidak. Kegembiraan Maya, ia ungkapkan pada kami
karena rencananya, keesokan harinya (Sabtu, 18 Oktober) dia serta beberapa
kawannya di sana akan diantar pulang oleh Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Setelah dari ruang jiwa, kami berkunjung ke ruang lain di mana tempat
eks-TKI yang mendapat luka fisik dirawat. Di sana, kami menjenguk Nur. Dengan
kondisi yang menyedihkan kami berusaha sedikit memberi penghiburan dengan
mendengarkan keluh-kesahnya.
Berangkat ketika usianya masih 16 tahun dan belum pernah pulang sama
sekali. Waktu berangkat ia dibawa oleh seorang sponsor tetangga desa yang
kemudian membawanya ke salah satu Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) di Jakarta. Di penampungan, sekitar dua bulan, dia langsung
diberangkatkan ke Quait, setibanya di Quait, Nur dijemput oleh agensi setempat
dan dibawa ke rumah majikan. Ia bekerja mulai pukul 6 pagi sampai keesokan harinya, pukul 3 pagi. Semua
pekerjaan di rumah majikan, Nur yang mengerjakan. Mulai dari mencuci baju, membersihkan
rumah, menyetrika, merawat anak majikan.
Sekitar bulan Maret ketika Nur
sedang menyetrika baju di lantai 3, ia dipanggil majikan perempuan untuk membantu
memasak, ketika Nur sampai di dapur,
majikan menyuruh Nur meneruskan memasak dan majikan ke luar rumah untuk
belanja. Pintu dapur dikunci majikan dari luar. Setengah jam memasak, tiba-tiba
Nur mendengar seperti bom meledak, kemudian tubuhnya panas. Ternyata, sekujur
tubuh Nur sudah terbakar. Anak majikannya yang mendengar suara berdentum, lalu
membuka pintu dapur dan mendapati kondisi Nur sudah hangus. Nur dibawa ke rumah
sakit di Quait, ia mendapatkan perawatan seadanya bahkan terkesan diabaikan
karena majikannya tidak mau membiayainya.
Dua bulan lebih Nur dalam perawatan seadanya di rumah sakit Quait. Dia pun meminta
dipulangkan ke Indonesia. Dalam kondisi masih luka, Nur dipulangkan ke
Indonesia seorang diri. Sampai di terminal TKI, ia langsung dibawa ke sebuah
rumah sakit di Jakarta. Nur harus menjalani bedah karena tanganya lengket, tangan
kanannya bengkok, dan juga untuk menambal beberapa luka yang masih terbuka. Nur
hanya bisa pasrah dengan nasibnya, sambil meneteskan air mata ia hanya berharap
bisa pulih lagi. Nur sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit dan juga
mendapatkan bantuan dari Sahabat Insan sebesar Rp. 1.500.000,- untuk pembelian obat
untuk penunjang operasi sampai bulan September awal saat Nur dirawat. Namun,
tanpa sepengetahuan dari kami, tiba-tiba Nur pulang ke Kerawang dan luka di tangan
serta kakinya membusuk. Maka, pada 6 Oktober, Nur ditemani adiknya, menahan
sakit berangkat ke Jakarta untuk berobat. Karena lukanya sangat parah akhirnya
dirawat kembali.
Saat ini, Nur berharap adanya cahaya bagi kesembuhannya. Dia membutuhkan
uluran tangan untuk operasi lanjutan. BNP2TKI telah sanggup untuk membiayai
kamar rawat dan operasinya, sedangkan untuk pembelian alat-alat serta
obat-obatan itulah yang memerlukan dana bantuan. Kini, Nur tergeletak tak
berdaya menunggu uluran tangan dermawan agar segera dapat melakukan operasi,
sampai dia bisa pulih kembali.