Mereka yang menjadi korban perdagangan manusia/trafiking ternyata bukan
hanya perempuan, laki-laki pun dapat juga menjadi sasaran. Jikalau banyak orang
mengira bahwa mereka yang menjadi korban trafiking adalah orang-orang yang
bodoh atau tidak berpendidikan, tentulah kurang tepat. Faktor utama yang
menjerumuskan mereka adalah karena faktor ekonomi, kemiskinan. Dorongan untuk
bekerja begitu kuat, maka tanpa berpikir panjang mereka melakukan apa yang
diminta agen. Dengan demikian, mereka menjadi begitu rentan ditipu.
Kebanyakan mereka, para laki-laki, baik yang berusia anak, maupun usia
dewasa, tertipu karena iming-iming bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Kenapa
tertipu? Karena ternyata agen yang memberi kerja ilegal, dokumen mereka
dipalsukan, tempat kerja mereka tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dan mereka
tidak dibayar selama menjadi ABK. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak
dari mereka yang ternyata diperalat oleh para pemilik kapal yang adalah orang
asing untuk merampok ikan-ikan di negeri sendiri.
Sahabat Insan bersama dengan Peduli Buruh Migran berkesempatan membantu
para ABK tersebut memberikan mereka tempat aman beserta makan selama mereka
berusaha menuntut keadilan. Sahabat Insan mengunjungi 4 orang yang sedang
berada di shelter pada Sabtu, 15 Maret 2014 yang lalu. Sebelumnya, telah ada
lebih dari 10 orang singgah ke shelter Sahabat Insan, beberapa dari mereka
kemudian pulang ke kampung halaman masing-masing terlebih dahulu. Mereka hendak
menengok sanak keluarga yang telah bertahun-tahun tak mereka jumpai. Lalu,
beberapa lagi datang ke shelter.
Ketika berkumpul bersama mereka, usai mereka makan siang, Sahabat Insan
sempat mendengarkan cerita-cerita mereka. Mereka sempat mengutarakan kekecewaan
mereka terhadap pemerintah Indonesia khususnya KBRI di Afrika Selatan yang
tidak cepat tanggap dalam memproses kasus mereka.Bahkan, mereka, yang jelas-jelas
adalah korban, sempat berada di penjara, sebelum akhirnya mereka dapat
menghirup udara bebas dan kembali ke Tanah Air. Mereka pulang dengan lankah berat karena gaji mereka belum sepeser-pun dibayar.
Kini, mereka tengah berjuang menuntut hak mereka. Masing-masing
ABK telah bekerja dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Dan seperti yang telah
disebutkan di atas, mereka pun diperalat untuk mencuri ikan di laut sendiri. Hasil
laut mereka bukan untuk Indonesia, melainkan diolah kemudian dijual negara
lain.
Awalnya, para ABK tersebut ditawari pekerjaan oleh agen yang ada di
Indonesia untuk dipekerjakan di perairan Malaysia, namun kenyataanya berbeda. Kapal-kapal, tempat mereka bekerja adalah milik orang Taiwan yang bekerja sama dengan orang Malaysia. Ketika
mereka berangkat, ternyata mereka dipekerjakan di Samudra Pasifik. Ada 12 kapal yang membawa mereka, dan
mereka bekerja hampir 20 jam dibawah tekanan pemilik kapal. Bahkan harus sering
menganti bendera di kapal setiap akan bersandar untuk menurunkan muatan.
Para ABK ini sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari pahak agency.
Mereka sering diancam, bahkan ditendang ketika lelah, terapung di laut tanpa dapat
berjumpa dengan siapa pun. Sementara si pemilik kapal hanya satu bulan sekali
datang. Itu pun hanya untuk mendrop makanan dengan kapal besar, serta mengambil
hasil tangkapan mereka.
Pada bulan Desember lalu, para ABK ini diajak bersandar di Cape Town. Pihak
kepolisian curiga dengan ABK karena tidak boleh keluar dari kapal. Polisi menggeledah
dan menemukan 74 ABK dalam kondisi memprihatinkan. Akhirnya, 74 ABK ini ditangkap
dan dibawa ke tahanan imigrasi di Cape Town. Para ABK sempat menghubungi
perwakilan (KBRI) yang ada di sana, namun tidak terlalu diperhatikan.
Masih beruntung, ada salah satu LSG lokal yang membantu mereka untuk bisa
mendapatkan bantuan pulang ke Indonesia. Setelah dua bulan menghuni penjara
Imigrasi, para ABK ini dipulangkan ke Indonesia dengan menyewa pesawat dari Afrika
Selatan ke Indonesia yang dibiayai oleh pemerintah Afrika Selatan. Pada tanggal
9 Februari 2014, mereka sampai di Halim Perdana Kusuma. Agency ikut menjemput
mereka dengan janji gaji mereka akan dipenuhi semua, ternyata itu hanya janji
palsu. Sampai saat ini, mereka belum mendapatkan haknya sama sekali.
Kini, ketika berita ini dimuat, di shelter Sahabat Insan telah bertambah lagi ABK, sehingga jumlah mereka 12 orang. Mereka singgah di shelter Sahabat Insan untuk proses
mediasi dengan BNP2TKI dan pihak agency. Permintaan mereka hanya satu: supaya
mereka mendapatkan hak-hak mereka selama bekerja.