Thursday, March 20, 2014

Kisah 74 Anak Buah Kapal Korban Trafiking dari Afrika Selatan


Mereka yang menjadi korban perdagangan manusia/trafiking ternyata bukan hanya perempuan, laki-laki pun dapat juga menjadi sasaran. Jikalau banyak orang mengira bahwa mereka yang menjadi korban trafiking adalah orang-orang yang bodoh atau tidak berpendidikan, tentulah kurang tepat. Faktor utama yang menjerumuskan mereka adalah karena faktor ekonomi, kemiskinan. Dorongan untuk bekerja begitu kuat, maka tanpa berpikir panjang mereka melakukan apa yang diminta agen. Dengan demikian, mereka menjadi begitu rentan ditipu.

Kebanyakan mereka, para laki-laki, baik yang berusia anak, maupun usia dewasa, tertipu karena iming-iming bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Kenapa tertipu? Karena ternyata agen yang memberi kerja ilegal, dokumen mereka dipalsukan, tempat kerja mereka tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dan mereka tidak dibayar selama menjadi ABK. Dan yang lebih memprihatinkan lagi, banyak dari mereka yang ternyata diperalat oleh para pemilik kapal yang adalah orang asing untuk merampok ikan-ikan di negeri sendiri.

Sahabat Insan bersama dengan Peduli Buruh Migran berkesempatan membantu para ABK tersebut memberikan mereka tempat aman beserta makan selama mereka berusaha menuntut keadilan. Sahabat Insan mengunjungi 4 orang yang sedang berada di shelter pada Sabtu, 15 Maret 2014 yang lalu. Sebelumnya, telah ada lebih dari 10 orang singgah ke shelter Sahabat Insan, beberapa dari mereka kemudian pulang ke kampung halaman masing-masing terlebih dahulu. Mereka hendak menengok sanak keluarga yang telah bertahun-tahun tak mereka jumpai. Lalu, beberapa lagi datang ke shelter.

Ketika berkumpul bersama mereka, usai mereka makan siang, Sahabat Insan sempat mendengarkan cerita-cerita mereka. Mereka sempat mengutarakan kekecewaan mereka terhadap pemerintah Indonesia khususnya KBRI di Afrika Selatan yang tidak cepat tanggap dalam memproses kasus mereka.Bahkan, mereka, yang jelas-jelas adalah korban, sempat berada di penjara, sebelum akhirnya mereka dapat menghirup udara bebas dan kembali ke Tanah Air. Mereka pulang dengan lankah berat karena gaji mereka belum sepeser-pun dibayar.

Kini, mereka tengah berjuang menuntut hak mereka. Masing-masing ABK telah bekerja dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Dan seperti yang telah disebutkan di atas, mereka pun diperalat untuk mencuri ikan di laut sendiri. Hasil laut mereka bukan untuk Indonesia, melainkan diolah kemudian dijual negara lain.

Awalnya, para ABK tersebut ditawari pekerjaan oleh agen yang ada di Indonesia untuk dipekerjakan di perairan Malaysia, namun kenyataanya berbeda. Kapal-kapal, tempat mereka bekerja adalah milik orang Taiwan yang bekerja sama dengan orang Malaysia. Ketika mereka berangkat, ternyata mereka dipekerjakan di Samudra  Pasifik. Ada 12 kapal yang membawa mereka, dan mereka bekerja hampir 20 jam dibawah tekanan pemilik kapal. Bahkan harus sering menganti bendera di kapal setiap akan bersandar untuk menurunkan muatan.

Para ABK ini sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dari pahak agency. Mereka sering diancam, bahkan ditendang ketika lelah, terapung di laut tanpa dapat berjumpa dengan siapa pun. Sementara si pemilik kapal hanya satu bulan sekali datang. Itu pun hanya untuk mendrop makanan dengan kapal besar, serta mengambil hasil tangkapan mereka.

Pada bulan Desember lalu, para ABK ini diajak bersandar di Cape Town. Pihak kepolisian curiga dengan ABK karena tidak boleh keluar dari kapal. Polisi menggeledah dan menemukan 74 ABK dalam kondisi memprihatinkan. Akhirnya, 74 ABK ini ditangkap dan dibawa ke tahanan imigrasi di Cape Town. Para ABK sempat menghubungi perwakilan (KBRI) yang ada di sana, namun tidak terlalu diperhatikan.

Masih beruntung, ada salah satu LSG lokal yang membantu mereka untuk bisa mendapatkan bantuan pulang ke Indonesia. Setelah dua bulan menghuni penjara Imigrasi, para ABK ini dipulangkan ke Indonesia dengan menyewa pesawat dari Afrika Selatan ke Indonesia yang dibiayai oleh pemerintah Afrika Selatan. Pada tanggal 9 Februari 2014, mereka sampai di Halim Perdana Kusuma. Agency ikut menjemput mereka dengan janji gaji mereka akan dipenuhi semua, ternyata itu hanya janji palsu. Sampai saat ini, mereka belum mendapatkan haknya sama sekali.

Kini, ketika berita ini dimuat, di shelter Sahabat Insan telah bertambah lagi ABK, sehingga jumlah mereka 12 orang. Mereka singgah di shelter Sahabat Insan untuk proses mediasi dengan BNP2TKI dan pihak agency. Permintaan mereka hanya satu: supaya mereka mendapatkan hak-hak mereka selama bekerja.


15 Maret 2014

19 Maret 2014

Sumber lainnya terkait berita ini dapat dibaca di: