Anak-anak itu terlihat begitu gembira memakan kerupuk. Suasana hari itu tampak seperti sedang tujuh-belas-an. Para pengurus RSPA (Rumah Penampungan Sementara Anak) yang dikelola oleh Departemen Sosial, sengaja mengadakan lomba makan kerupuk untuk 30-an anak-anak. Di antara mereka, 20-an anak-anak berasal dari Panti Samuel. Kami juga diberi tahu pengurus RSPA bahwa di dalam ruangan ada beberapa bayi yang tengah tertidur.
Sahabat Insan mengunjungi anak-anak tersebut pada Jumat, 21 Maret 2014 yang lalu. Ketika Sahabat Insan datang, anak-anak tengah berlomba makan kerupuk. Kerupuk-kerupuk yang digantung itu diberi sambal oleh mereka. Diiringi dengan suara musik, mereka mulai adu cepat siapa yang dapat menghabiskan kerupuk terlebih dahulu. Usai lomba, bukan hanya mulut mereka yang belepotan sambal, baju mereka pun juga terlihat percikan noda-noda sambal dan serpihan-serpihan kerupuk.
Ketika kami memperhatikan anak-anak tersebut satu per satu, ternyata raut wajah gembira itu tidaklah dapat menyembunyikan berbagai penderitaan mereka yang lalu. Dengan memperhatikan sekujur tubuh mereka, kami semakin merasa iba kepada mereka. Sebab, di wajah, tangan, atau kaki mereka terlihat bekas-bekas luka.
Hampir semua anak-anak di sana terlihat begitu kurus, muka mereka tirus, dan tulang-tulang di tubuh mereka dapat terlihat jelas. Kesan tak terawat, berantakan, sembarangan, begitu terasa ketika berada dekat dengan anak-anak itu. Ketika lomba berlangsung, beberapa anak-anak mengganggu kawannya yang sedang memakan kerupuk. Dari tingkah laku mereka, kami dapat maklum karena mungkin mereka tak mendapat cukup didikan, perhatian, atau kasih sayang.
Ketika lomba selesai, anak-anak itu dengan sangat agresif mengambil kerupuk-kerupuk dari tali-tali rapiah untuk mereka makan. Ada seorang anak laki-laki yang mengulum tali rapiah tak henti-henti. Suster Euginia sampai mendekati dan membujuknya untuk mengeluarkan tali dari mulutnya dan membuangnya. Bahkan mereka juga memunguti kerupuk-kerupuk yang jatuh untuk kemudian mereka makan. Meskipun sudah dilarang oleh para pengurus yang melihat mereka, namun perbuatan itu tetap mereka lakukan lagi. Sungguh kondisi yang memprihatinkan. Bisa jadi mereka melakukan hal tersebut karena sewaktu di Panti Samuel, mereka tidak mendapatkan makanan yang cukup dan layak.
Seorang perempuan yang tidak ikut serta berlomba, terlihat berwajah murung. Dia duduk sendirian di halaman depan. Ketika ditanya kenapa dia tak ikut, anak perempuan itu hanya menjawab sekadarnya saja, ”Tidak mau,” katanya. Baru belakangan kami tahu bahwa anak perempuan berambut panjang itu adalah salah satu korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh Samuel. Kami hanya dapat menggelengkan kepala mengasihani anak itu sambil berdoa dalam hati untuknya.
Acara lomba makan kerupuk hari itu tentu menjadi penghibur bagi anak-anak di sana. Kami tidak tahu sampai kapan anak-anak itu akan ditampung di RSPA dan bagaimana kehidupan mereka yang akan datang, siapa yang akan mengurus mereka, memberi pendidikan, dan kasih sayang.
Masa kanak-kanak hanya sekali saja terjadi dalam kehidupan kita. Masa yang seharusnya menjadi kesempatan anak-anak mendapat kasih sayang, bermain bersama kawan-kawan, masa tumbuh kembang untuk menjadi pribadi yang matang. Sebagian masa kecil mereka telah terisi dengan berbagai pengalaman buruk dan pahit di Panti Samuel. Semoga mendatang, ada tangan-tangan murah hati yang mau merawat mereka.
Sahabat Insan berencana datang kembali ke RSPA minggu depan untuk sekadar berkunjung, menghibur, dan sedikit berbagi makanan untuk anak-anak.
Terkait berita ini dapat dibaca secara lengkap di: