Sejak awal April 2018, Arta, seorang anak muda yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di jurusan ilmu komunikasi sebuah universitas negeri di Medan, bergabung bersama Sahabat Insan untuk menjadi relawan. Dara berusia 22 tahun yang selalu bersemangat ini memiliki tujuan mulia, yaitu ingin melihat dan mengetahui secara langsung penderitaan saudara sebangsanya yang kurang beruntung, khususnya dalam hal ini para Pekerja Migran Indonesia (PMI). Oleh sebab itu, ia bersedia meluangkan waktunya selama setahun untuk terjun langsung ke Kupang, NTT. Seperti kita ketahui bersama NTT merupakan salah satu pengirim PMI tertinggi di Indonesia, dan yang lebih mengenaskan lagi, kasus pekerja migran yang berasal dari daerah ini cukup tinggi, mulai dari yang 'sekedar' tidak menerima gaji, dideportasi, disiksa, dipulangkan dalam keadaan sakit berat, bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia. Tanggal 12 April, Romo Ismartono mengantarnya ke bandara Soekarno-Hatta untuk menuju Kupang. Di Kupang ia mendampingi karya pelayanan Sr. Laurentina, PI yang sudah setahun terakhir ini ditugaskan di sana. Baru selama dua minggu berada di Kupang, sudah banyak daerah dan kegiatan yang dilakukan bersama-sama dengan Suster. Berikut
salah satu kisah yang ditulisnya saat mendampingi Suster menjemput jenazah dan
menyerahkannya kepada keluarga.
Usai doa malam, aku dan suster mempersiapkan diri untuk menjemput jenazah satu orang ibu dan anak bayinya yang dikabarkan tiba pada pukul 22.00 WITA. Ibu tersebut meninggal karena melahirkan. Entah kenapa menjemput jenazah memiliki tantangannya sendiri. Apalagi malam ini angin bertiup lumayan kencang karena di Kupang sedang musim angin. Ya, aku sudah menyerahkan perjalanan malam kami kepada Tuhan yang Maha Baik dan Agung. Semoga semua dapat berjalan dengan baik dan lancar, harapku sebelum memulai perjalanan. Kami kembali melalui jalanan terjal berbatu yang gelap gulita. Hanya cahaya lampu sepeda motor dan bintang di langit yang menerangi jalan malam dingin kali ini.
Penjemputan Jenazah Pekerja Migran
Aku memulai hari dengan doa pagi bersama suster Laurentina
PI, suster Marieta PI dan suster Yoselina PI di kapel Penyelenggara Ilahi,
Nasipanaf, Penfui. Usai menyantap makanan rohani, kami juga menyantap sarapan
fisik yang menyehatkan ala susteran PI. Setelah itu, aku dan suster Lauren
kerja bakti membersihkan kantor YSPI (Yayasan Sosial Penyelenggara Ilahi) yang
baru di aula depan biara PI. Kini sudah ada lemari yang baru dan perkakas
kantor lainnya yang telah kami beli kemaren sore. Tinggal membersihkan sedikit
guna pemantapan lebih lanjut. Kami bernafas lega saat semua barang sudah
tersusun rapi. Kantor sangat nyaman untuk digunakan sebagai kantor misi yang
fokus untuk menangani masalah kemanusiaan khususnya perdagangan orang yang
terjadi di NTT (Nusa Tenggara Timur).
Siang harinya, suster Lauren mendapatkan informasi
kedatangan jenazah dari Malaysia secara mendadak. Suster terlihat sibuk
menjawab beberapa panggilan masuk dan berkomunikasi lewat gawainya untuk
pengurusan jenazah. Kali ini ada tiga jenazah yang akan kembali ke tanah air,
yakni dua orang wanita dewasa dan 1 orang bayi. Untuk wanita dan anak bayinya
dikabarkan akan tiba pada pukul 22.00 WITA hari ini. Sementara untuk jenazah
wanita yang lainnya akan tiba pada Rabu (25/4/2018) siang.
Salah satu keluarga dari 3 jenazah tersebut, segera datang
menjemput kami pada siang hari setelah mendapatkan informasi dari suster
Lauren. Beliau datang dengan mengendarai mobil menjemput aku dan suster tepat
pukul 12.14 WITA untuk berangkat ke BP3TKI.
Sesampainya di sana, kami disambut baik oleh petugas dan
segera bertemu dengan pak Siwa sebagai salah satu penanggungjawab di BP3TKI
yang berada dalam naungan BNP2TKI. Keluarga korban segera dimintai keterangan
oleh petugas guna kelengkapan data penerima jenazah esok siang. Fotokopi KTP
beliau juga segera diminta dan di scan sebagai persyaratan khusus. Tak perlu
waktu yang lama untuk mengurus semuanya. Aku senang dengan pelayanan mereka
yang sigap dan ramah. Apalagi mereka sangat kenal dengan suster Laurentina PI
yang selalu berkoordinasi dengan mereka untuk mengurus kepulangan jenazah.
Usai mengisi semua data diri penerima jenazah, kami segera
pamit untuk kembali ke biara. Sore harinya, kami keluar biara untuk membeli ATK
(Alat Tulis Kantor) yang baru untuk kantor YSPI. Aku sangat senang ketika pada
akhirnya bisa mencicipi bakso khas Kupang saat keluar bersama suster dalam
perjalanan pulang. Ya, setidaknya kerinduan akan makanan demikian sudah
terpuaskan pada hari ini. Terima kasih suster, ucapku pelan sebelum menerkam
habis semangkok bakso dihadapanku.
Pada malam hari, aku kembali mengikuti doa malam dengan
suster Yoselina PI, suster Marieta PI, suster Laurentina PI dan anak asrama
yang lainnya. Senang sekali bisa mengikuti berbagai aktivitas sepanjang hari
ini dengan penyelenggaraan Ilahi dan kembali bersyukur kepada Tuhan dengan
ritual yang menenangkan jiwa.
Usai doa malam, aku dan suster mempersiapkan diri untuk menjemput jenazah satu orang ibu dan anak bayinya yang dikabarkan tiba pada pukul 22.00 WITA. Ibu tersebut meninggal karena melahirkan. Entah kenapa menjemput jenazah memiliki tantangannya sendiri. Apalagi malam ini angin bertiup lumayan kencang karena di Kupang sedang musim angin. Ya, aku sudah menyerahkan perjalanan malam kami kepada Tuhan yang Maha Baik dan Agung. Semoga semua dapat berjalan dengan baik dan lancar, harapku sebelum memulai perjalanan. Kami kembali melalui jalanan terjal berbatu yang gelap gulita. Hanya cahaya lampu sepeda motor dan bintang di langit yang menerangi jalan malam dingin kali ini.
Kami tiba di kargo pada pukul 22.25 WITA. Tampak keluarga korban sudah memenuhi
kargo. Tak lama kemudian, jenazah tiba dan memasuki kargo didampingi suami
korban. Petugas BP3 TKI segera memindahkan dua peti jenazah ibu bersama dengan
bayinya. Kulihat seorang nona sedang nangis tersedu-sedu melepas kepergian
mamanya yang meninggal pasca melahirkan adiknya. Kutanyakan pada nona yang
berada di sampingnya. Ternyata nona tersebut merupakan puteri pertama dari
jenazah.
Saat jenazah sudah berada di dalam ambulans, suster Lauren
segera mendoakannya bersama dengan pihak keluarga. Doa ditutup dengan mendaraskan
doa 3 kali Salam Maria. Usai berdoa, kuberanikan diriku memberikan ucapan turut
berduka pada nona yang sedari tadi kuamati. Kujabat tangannya dan kupeluk
dengan hangat sembari kuusap punggungnya untuk menenangkannya. Lalu kuteguhkan
dia dengan mengatakan bahwa Tuhan memiliki rencana yang terindah atasnya dan
keluarga-Nya. Kusarankan ia untuk tak larut dalam kesedihan dan air mata untuk
melepas kepergian mamanya, melainkan harus dengan doa agar mama dan adiknya
bisa selamat dari api penyucian.
Ia mengatakan dengan pelan bahwa ia anak pertama dan masih
duduk di bangku kelas 1 SMA. Adik keduanya masih duduk di bangku 3 SMP, dan
adik ketiganya di bangku kelas 3 SD. Nona yang disebelahnya juga menangis
dengan tersedu-sedu. Ternyata ia adalah anak angkat dari jenazah yang meninggal.
Ia mengaku sudah dirawat dari kecil oleh almarhum dan kini ia kuliah semester
IV di Kupang. Ternyata tak hanya ia yang diangkat anak oleh almarhum. Adiknya
yang kini baru mulai mendaftar kuliah juga diasuh oleh almarhum.
Aku trenyuh mendengar pengakuan singkatnya. Ternyata
almarhum mama yang meninggal ini sangat baik dan tulus. Buktinya ia serius
mengasuh, membesarkan dan mendidik anak angkatnya hingga kuliah. Aku hanya
berharap kuliah nona yang sudah duduk di semester IV itu tak putus di tengah
jalan. Semoga ia bisa tetap menyelesaikan kuliahnya hingga selesai dan menjadi
teladan bagi adik-adiknya yang lain.
Kupandangi mereka sebelum berangkat ke Malaka yang
memerlukan waktu tempuh kurang lebih 8 jam. Anehnya anaknya tak mau naik dalam
mobil jenazah mamanya. Ia lebih memilih untuk naik pick up bersama dengan
keluarganya yang lain sementara anak angkatnya menaiki ambulans. Mereka
melambaikan tangannya kearahku. Walaupun baru kenal beberapa detik yang lalu,
namun keakraban diantara kami sepertinya sudah cukup terjalin. Mata kami beradu
pandang saling menguatkan ketika ia menatap penuh harap.
Kupejamkan mataku tepat pukul 00.15 WITA ketika aku
merebahkan tubuh untuk beristirahat. Sebelumnya aku berdoa agar mama dan adik
bayi yang baru saja kami temui di kargo bisa berbahagia beristirahat tenang
dalam pangkuan Allah Bapa dan keluarga yang ditinggalkan segera sembuh dari
kedukaan.
Keesokan harinya, aku kembali menjemput jenazah tepatnya
pada hari Rabu (25/4/2018) pukul 13.00 WITA. Kali ini aku bersama suster
Laurentina PI tiba di Kargo pada pukul 13.00 WITA. Baru kali ini aku datang
menjemput jenazah pada siang hari. Jenazah wanita ini meninggal akibat gangguan
di saluran pernapasan. Berdasarkan keterangan, ia meninggal di Rumah Kongsi
Simpang Dua Pekan Gwaney Malaysia pada Sabtu (21/4/2018) pukul 02.00 WITA.
Jenazah sudah lama menunggu kedatangan keluarga di luar
Kargo di dalam mobil ambulans. Biasanya, keluarga akan datang lebih dahulu
dibandingkan jenazah. Namun kali ini, kami terpaksa menunggu pihak keluarga
yang bertanggung jawab untuk menandatangani surat pernyataan penerimaan jenazah
dari BP3TKI.
Sepuluh menit kemudian, muncul seorang bapak dan dua orang
wanita mengenakan sendal jepit. Bapak yang giginya penuh dengan sirih pinang
menangis merang-raung sambil memeluk peti jenazah yang sudah berada di dalam
ambulans. Ia menghempaskan dirinya ke arah peti sambil berteriak bahwa ia sudah
melarang kepergian jenazah untuk bekerja ke luar negeri. Suster Lauren segera
mendekati si bapak dan mencoba untuk menenangkannya sampai yang secara tak
sadar memeluk suster dengan erat.
Sementara ada dua orang wanita berteriak meraung-raung,
yang satu merupakan kakak kandung dari jenazah dan nona yang satunya lagi
merupakan anak pertama dari jenazah. Ia terlihat sangat terpukul dengan
kepergian jenazah yang pergi secara mendadak. “O mama O mama e,“ teriak
nona sambil meronta-ronta dan tiba-tiba pingsan. Tim relawan mencoba untuk
menenangkan nona tersebut yang sudah dalam kondisi tidak sadarkan diri di
samping mobil ambulans hitam. Ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara.
Sementara adik kandungnya yang paling bungsu masih berumur 1 tahun.
Berdasarkan keterangan, jenazah memutuskan untuk ikut suami
bekerja di luar negeri Malaysia. Ia berniat untuk bekerja bersama sang suami
yang sudah 3 tahun bekerja sebagai buruh di salah satu perkebunan sawit di
Malaysia. Namun baru 1 bulan di negeri orang dan belum sempat bekerja,
ia sudah meninggal karena sakit saluran pernapasan yang dideritanya.
Tak lama setelah itu, nona kembali setengah sadar dan
mencoba untuk berdiri. Namun ia kembali meraung-raung saat melihat peti
jenazah. Suster Lauren segera merangkulnya dan mengelus punggungnya. Nona ini
memeluk suster dengan sangat erat dan tanpa sadar menarik kerudungnya suster
hingga terlepas. Setelah agak tenang, si nona dan keluarga bersatu dalam
doa yang dipimpin oleh Diakon Adnan. Terik matahari siang yang menusuk kulit
semakin menambah kedukaan di hari ini.
Usai pemberkatan peti jenazah dengan air suci, si nona
kembali berteriak histeris. Ia berusaha untuk menjangkau peti jenazah namun
gerak tubuhnya terlihat sangat berat meskipun jaraknya sangat dekat dengan
peti. Didampingi beberapa orang yang merangkulnya, si nona akhirnya bisa
menggapai peti jenazah. Ia terlihat memeluk dan sesekali menepuk peti yang
berwarna putih. Badan dan matanya terlihat sangat letih dan lelah. Suara
paraunya sesekali hilang tak mampu mengudara.
Aku yang mendengarnya tiba-tiba bergidik ngeri. Keluarga
ini sangat histeris dengan kematian jenazah. Ya, penjemputan jenazah kali
ketiga ini berbeda dengan penjemputan jenazah sebelumnya. Jika yang sebelumnya
aku melihat keluarga nangis dalam suasana yang terkontrol dan cenderung senyap,
kali ini keluarga yang datang menangis dengan sangat histeris dan menyayat hati.
Tak lama kemudian, petugas BP3TKI mempersilahkan keluarga
untuk naik ke dalam mobil jenazah menuju ke kampung halaman. Si nona dan wanita
yang lainnya memilih untuk duduk bersama dengan peti jenazah. Ia terlihat
menyenderkan dadanya ke peti jenazah sambil menangis tanpa mengeluarkan air
mata. Tampaknya ia sudah terlalu lelah menangisi kepergian mamanya. Sementara
satu pria yang lainnya duduk dibagian depan bersama dengan supir. Perjalanan
menuju Malaka memakan waktu yang cukup lama yakni kurang lebih 8 jam.
Kami mengiringi kepergian keluarga dengan doa. Semoga arwah jenazah dapat
beristirahat dalam dan dalam lindungan Allah Bapa.