Stefanus
Hendrianto, SJ, PhD mengecam keras praktik human trafficking yang kian marak di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pernyataan tersebut diungkapkannya dalam
acara “Ngopi Ilmu” di Pusat Pastoral Mahasiswa Daerah Istimewa Yogyakarta pada
Jumat, 26 Juli 2019 yang lalu.
"Salah satu
permasalahan besar bangsa ini adalah human trafficking. Permasalahan ini sangat
serius dan meminta keterlibatan kita sebagai umat Allah dan bagian yang tidak
terpisahkan dari bangsa ini untuk terlibat menyelesaikannya,” tuturnya.
Setelah resmi ditahbiskan sebagai imam Jesuit pada 8 Juni 2019 di Our Lady of Lavang Church, Portland, Oregon, Amerika Serikat, Romo Stefanus SJ, sapaan akrabnya, mengungkapkan kisahnya dalam menyadari dan menjawab panggilan Allah untuk memiliki misi yang sama seperti Yesus yakni turut ambil bagian dalam menyelesaikan masalah kemanusiaan di sekitarnya.
Setelah resmi ditahbiskan sebagai imam Jesuit pada 8 Juni 2019 di Our Lady of Lavang Church, Portland, Oregon, Amerika Serikat, Romo Stefanus SJ, sapaan akrabnya, mengungkapkan kisahnya dalam menyadari dan menjawab panggilan Allah untuk memiliki misi yang sama seperti Yesus yakni turut ambil bagian dalam menyelesaikan masalah kemanusiaan di sekitarnya.
“Saya menyadari bahwa
penderitaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kita dan hanya Tuhan yang
sanggup mengakhiri penderitaan karena Tuhan adalah keadilan itu sendiri.
Oleh karena itu, mencari Tuhan terlebih dahulu akan memberikan kekuatan untuk
mengatasi berbagai penderitaan dan juga mendorong kita untuk terlibat dan ambil
bagian dalam menyelesaikan penderitaan tersebut,” tuturnya.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan pada zamannya ini mengaku tertarik untuk mendalami panggilan Tuhan untuk menjadi seorang biarawan saat melanjutkan studi doktoral di Amerika Serikat pada tahun 2005.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan pada zamannya ini mengaku tertarik untuk mendalami panggilan Tuhan untuk menjadi seorang biarawan saat melanjutkan studi doktoral di Amerika Serikat pada tahun 2005.
“Saya masih ingat
pengalaman yang paling berkesan dan mengubah jalan hidup saya ketika mengikuti
retret di Amerika pada bulan November 2005 lalu. Pada saat itu, saya merasakan Tuhan
begitu mencintai pribadi saya secara keseluruhan. Begitu luar biasa dan
mengubah kekeringan hati yang selama ini meresahkan saya secara pribadi.
Kemudian saya diajak menyimak isi surat Ensiklik ke-2 Paus Benediktus XVI pada
tahun 2007 tentang sebuah Harapan,” ujarnya.
Kemudian ia memutuskan untuk masuk ke Novisiat Jesuit di Amerika Serikat pada tahun 2007 dan menerima kaul pertama pada tahun 2011.
Kemudian ia memutuskan untuk masuk ke Novisiat Jesuit di Amerika Serikat pada tahun 2007 dan menerima kaul pertama pada tahun 2011.
“Meskipun sudah
menyandang gelar doktor, saya harus kuliah filsafat dengan semua frater S1.
Tidak masalah bagi saya karena St Ignatius menggunakan semua kemampuannya
menyelamatkan jiwa-jiwa meneladani Yesus meskipun umurnya sudah cukup tua pada
saat itu dan kali ini Tuhan memakai saya dan saya mau dipakai oleh Tuhan,”
ujarnya.
Tentu tak mudah menjalani semua proses yang dialaminya sebagai seorang Jesuit berkebangsaan Indonesia di tengah-tengah orang asing dengan usia yang jauh lebih muda darinya. Namun, sebuah harapan memampukannya bertahan hingga mendapatkan berkat tahbisan di negara Paman Sam.
Refleksi dari seluruh pengalaman imannya, menurutnya permasalahan hidup di dunia bisa diatasi tanpa frustasi dan bisa menjauhkan kita dari keputusan mengambil jalan pintas sebagai sebuah solusi. Sebuah harapan mampu membawa seseorang menemukan pencarian jati dirinya atas segala keraguan dan kekakuan hati untuk semakin optimis dalam menjalani kehidupan.
Tentu tak mudah menjalani semua proses yang dialaminya sebagai seorang Jesuit berkebangsaan Indonesia di tengah-tengah orang asing dengan usia yang jauh lebih muda darinya. Namun, sebuah harapan memampukannya bertahan hingga mendapatkan berkat tahbisan di negara Paman Sam.
Refleksi dari seluruh pengalaman imannya, menurutnya permasalahan hidup di dunia bisa diatasi tanpa frustasi dan bisa menjauhkan kita dari keputusan mengambil jalan pintas sebagai sebuah solusi. Sebuah harapan mampu membawa seseorang menemukan pencarian jati dirinya atas segala keraguan dan kekakuan hati untuk semakin optimis dalam menjalani kehidupan.
“Sikap penuh harapan
bagaikan sebuah bara yang tetap hidup dalam api solider untuk mengatasi
berbagai persoalan. Hal ini hanya bisa diwujudkan oleh pribadi yang lepas
bebas dan merdeka,” ujarnya lagi.
Karya Romo Stefanus, S.J. |
Diakhir diskusi, ia mengajak seluruh peserta untuk membuka diri dan terlibat aktif dalam menanggapi panggilan Allah melalui karya masing-masing profesi yang telah dipercayakan melalui sebuah harapan.
“Jangan menutup mata
terhadap berbagai permasalahan yang ada di sekitar kita, termasuk permasalahan
human trafficking yang juga dialami oleh negara-negara lain. Mari bersama-sama
ambil bagian dalam penuntasan permasalahan ini. Saya akan berusaha
menyelesaikannya di luar negeri, di Amerika karena saya akan tinggal dan
berkarya di sana. Bagi anda-anda sekalian sebagai umat di Indonesia, marilah
bersama terlibat karena kita adalah bagian dari bangsa ini dan inilah hal
konkret menjawab panggilan Tuhan atas hidup kita," pungkasnya.