Kami harus
menutup tahun 2018 ini dengan suasana duka penyambutan jenazah PMI asal Desa
Bakunase, Kecamatan Koka Raja, Kupang NTT yang dikirim dari negara penempatan di Malaysia pada Senin
(31/12/2018) pukul 12.00 WITA. Wanita tutup usia 51 tahun ini
dikenal dengan nama LR atau biasa di panggil DH. Ibu dua anak ini meninggal
karena mengidap penyakit kronis Advanced
breast carcinoma.
Ketika
kami tiba di kargo bandara El Tari Kupang, NTT pihak keluarga sudah menunggu
dan memenuhi ruang jenazah Kargo. Salah satu dari keluarga yang hadir mendekap foto almarhum
LR dengan raut wajah penuh luka. Berdasarkan keterangan keluarga yang
menjemput, LR sudah bekerja selama 16 tahun di Malaysia sebagai pembantu rumah
tangga dan meninggalkan kedua anak lelakinya di kampung halaman.
Suster Laurentina PI dan keluarga LR menunggu di ruang jenazah Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT |
"LR
sudah lama di sana dan bekerja di salon. Ya sebenarnya sudah beberapa kali gonta
ganti pekerjaan, dulu sempat jadi pembantu rumah tangga. Namanya juga mencari uang,” ujar seorang mama yang masih
bersaudara dengan almarhum.
Menurutnya,
dalam kurun 3 tahun terakhir, dengan hasil jerih payahnya, LR berhasil
mendirikan sebuah usaha warung makan di Malaysia dan bisa mengembangkannya.
“Dia
bisa memalsukan namanya dengan menggunakan nama salah satu warga Malaysia di sana
untuk dapat memperoleh izin usaha untuk bisnis warung makannya. Ya lumayanlah usahanya,” ujarnya lagi
sambil berpindah posisi. Tampaknya ia tidak ingin ditanya lebih lanjut.
“Baiklah,
setidaknya aku tahu mengenai asal-usul jenazah,” gumamku.
Ketika
kuamati beberapa anggota keluarganya yang duduk di bangku ruang jenazah, pada
umumnya mereka merupakan keluarga yang berada. Sebagian
besar diantara mereka yang hadir, termasuk anak kandung almarhum, menggunakan
kalung dan cincin emas yang berukuran cukup besar. Penampilan mereka juga
modis. Pemandangan ini sedikit mencuri perhatianku karena dari sekian banyak jenazah
yang kujemput, mungkin ini adalah satu-satunya jenazah tergolong sukses di negara
perantauan. Ia bahkan berhasil menjadi tuan pemilik sebuah warung makan. Patut
diapresiasi bukan?
Kendati
demikian, aku atau mungkin juga keluarganya di kampung tak pernah tahu bagaimana perjuangannya hingga bisa
mencapai titik itu. Bisa saja di awal permulaan bekerja di negara penempatan ia merupakan korban perdagangan orang dengan membawa dokumen palsu dan dikirim melalui jalur tidak resmi. Bisa jadi banyak permasalahan yang dihadapinya sebagai pembantu rumah tangga, hingga beralih profesi bekerja di salon hingga pada akhirnya memiliki warung makan. Buktinya dari
pengakuan salah satu mama, LR masih memalsukan identitasnya hingga ia meninggal
dunia.
Sembari
menunggu kedatangan jenazah, pihak keluarga LR menolak menggunakan jasa
ambulans dari BP3TKI Kupang yang sudah terparkir di samping ruang jenazah Kargo.
Pihak keluarga sama sekali tidak ingin berurusan dengan pihak pemerintah.
Dalam
sejarah penjemputan jenazah, ini kali pertama aku melihat bahwa keluarga bersih
keras tidak ingin menggunakan jasa BP3TKI. Mereka justru sudah mempersiapkan
ambulans untuk mengangkut jenazah dengan biaya pribadi. Wajar saja, orang
berada sedang mempertahankan status sosialnya dengan penolakan jasa
pengangkutan mobil jenazah secara gratis dari pemerintah.
Peti jenazah LR dipindahkan dari kereta Kargo ke ambulans |
Jenazah
LR yang tiba di kereta Kargo segera dipindahkan ke mobil ambulans yang sudah
disediakan keluarga. Akhirnya setelah jenazah berada di dalam ambulans, kami
segera menyambutnya dalam doa. Toh pelayanan
kargo tak mengenal status sosial dan SARA kan? Ya, kami menyambut semuanya di dalam doa tanpa memandang siapa mereka.
Hal ini merupakan perwujudan dari pesan Paus Fransiskus pada hari Migran dan Pengungsi tahun 2014 lalu yang mengajak umat untuk menyikapi tantangan-tantangan yang ditimbulkan oleh migrasi zaman dalam empat kata kerja: sambut, lindungi, majukan dan integrasikan. Menurut Paus Fransiskus, kata kerja tersebut merupakan suatu gambaran misi Gereja untuk orang tersingkir yang perlu disambut, dilindungi, dimajukan dan diintegrasikan. Dengan mempraktikkan keempat kata kerja itu, tentu akan membantu membangun kota Tuhan dan manusia, maka penyambutan jenazah dalam doa adalah salah praktik yang nyata.
Hal ini merupakan perwujudan dari pesan Paus Fransiskus pada hari Migran dan Pengungsi tahun 2014 lalu yang mengajak umat untuk menyikapi tantangan-tantangan yang ditimbulkan oleh migrasi zaman dalam empat kata kerja: sambut, lindungi, majukan dan integrasikan. Menurut Paus Fransiskus, kata kerja tersebut merupakan suatu gambaran misi Gereja untuk orang tersingkir yang perlu disambut, dilindungi, dimajukan dan diintegrasikan. Dengan mempraktikkan keempat kata kerja itu, tentu akan membantu membangun kota Tuhan dan manusia, maka penyambutan jenazah dalam doa adalah salah praktik yang nyata.
Setelah
berdoa, pihak keluarga segera menutup mobil ambulans dan menuju rumah duka.
Sebelum pintu ambulans ditutup, kulihat kedua anak dari almarhum yang sudah
tergolong dewasa, tak mampu menahan air mata. Si bungsu segera memeluk peti
mamanya dan terjatuh pingsan sebelum masuk ke ambulans. Suster Laurentina PI
dan Mama Pendeta Ina segera membantu memapahnya ke dalam ambulans dan membaringkannya
di samping peti jenazah. Sementara seorang pria memegangi peti jenazah sambil
menangis sesenggukan. Didekapnya foto ibunya di dadanya dan merebahkan tubuhnya ke atas peti. Ia seperti tak sanggup
menerima kemalangan yang menimpanya di akhir tahun ini.
Anak bungsu LR pingsan dalam penyambutan peti jenazah |
Tak
ada malam tahun baru, tak ada suasana bahagia, yang tersisa adalah kenangan manis
yang berbalut duka dan tangis perpisahan untuk selamanya. Aku bisa merasakan
kesedihan dan rasa terpukul kedua anaknya tersebut. Tak
ada lagi ibu yang dahulu bisa memberikan segalanya untuk mereka, hingga pergi
bekerja di luar negeri dan merantau selama 16 tahun hingga menghembuskan nafas terakhirnya. Mereka ternyata harus tegar
dalam duka di detik-detik
pergantian tahun 2018 melepas seorang ibu yang berjuang siang dan malam untuk mereka dan rela terpisah jarak dan waktu. untuk mencari nafkah keluarga. Namun kini sosok tulang punggung itu telah terbujur kaku dan tidak lagi bisa diandalkan. Bagi orang yang diperjuangkan terpaksa harus berdiri di atas kakinya sendiri.
Kisah duka dari para PMI di tahun 2018 ditutup dengan kisah duka dari LR yang merupakan jenazah ke-104 berdasarkan data BP3TKI Kupang dan jenazah ke-50 berdasarkan pengalamanku. Beda jenazah, beda kisah dan di setiap kisahnya selalu terselip duka dengan senandung yang berbeda.
Tuhan, semoga Engkau mengampuni segala dosa almarhum dan memberikan
penghiburan bagi keluarga besar seluruh PMI yang ditinggalkan, secara khusus keluarga jenazah yang tiba di tanah air di detik-detik pergantian tahun
2018 ke tahun 2019 ini. Biarlah mereka bisa melepas tahun yang lama dan menyambut
tahun yang baru dengan penuh iman dan tetap berpengharapan akan Engkau. Semoga di tahun yang baru tak ada lagi jenazah PMI yang meninggal di negara penempatan dan dipulangkan ke tanah air dalam peti jenazah. Semoga.
Kedua anak LR rebah di atas peti jenazah LR di dalam ambulans sebelum meninggalkan Kargo |
***