Laporan Jeny Laamo dari Kupang
Hari Kamis, 10 DESEMBER 2020, aku mengikuti pertemuan di IRGSC (Institute of Resource Governane and Social Change). Pertemuan ini sudah diselenggarakan selama tiga hari. Suster Laurentina SDP mengikuti pada hari pertama dan kedua sedangkan aku mengikuti hari ketiga dan bertugas sebagai operator, membantu suster saat melakukan presentasi. Dalam rapat ini hadir berbagai pihak, baik LSM maupun instasi pemerintah seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, PIAR NTT, dan pihak gereja. Pertemuan yang dilakukan selama tiga hari ini memperbincangkan tentang Model dan Prosedur Standar Operasional untuk Pemulangan dan dan Reintegrasi Sosial Pemulangan Korban TPPO. Untuk hari ini, yang membawakan materi adalah Mama Pendeta Pao Ina Bara Pa-Ngefak dari JPIT, Suster Laurentina SDP, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Mama Pendeta Ina membawakan materi tentang JPIT dalam penangangan masalah perdagangan manusia. Sejak 2014, JPIT bersama dengan jaringan mulai fokus pada isu perdagangan orang. Dimulai dari kasus penyekapan 26 perempuan asal NTT di Sarang Burung Walet Kota Medan yang menyebabkan meninggalnya dua orang dan luka fisik bagi beberapa korban lain, sejak itu isu perdagangan manusia mulai diperhatikan oleh berbagai pihak di NTT. Dalam beberapa penelitian bersama dengan jaringan, JPIT menemukan bahwa modus paling utama dalam kasus perdagangan manusia adalah migrasi kerja. Migrasi kerja sendiri tidak selamanya berarti perdagangan manusia, tetapi proses pengiriman tenaga kerja keluar daerah dan keluar negeri sangat rentan terhadap perdagangan manusia. Itulah mengapa korban terbesar perdagangan orang di NTT adalah para tenaga kerja migran. Faktor pendorong orang pergi bekerja adalah budaya mencari kerja dan budaya merantau orang NTT yang entah sudah dimulai dari kapan, kemiskinan (orang miskin menjadi rentan dan tidak berdaya) dan pemiskinan (korupsi yang dilakukan menyebabkan masyarakat menderita karena tidak ada akses terhadap jalan, air bersih, yang akhirnya mendorong orang untuk keluar dan bekerja), pendidikan yang rendah sehingga muda ditipu dan dimanfaatkan oleh pelaku, lapangan kerja terbatas, ada diskriminasi/persoalan gender, kebutuhan akan uang tunai, KDRT (anak dari keluarga broken home), budaya patriarki (tanggungjawab seorang kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan juga keberadaan perempuan yang tidak memiliki akses atas tanah dan sebagainya dalam lingkaran keluarga). Sedangkan faktor penariknya yaitu gaya hidup/orientasi sosial (banyak cerita sukses yang jadi daya tarik, mereka yang pulang dengan memakai emas menjadikan itu sebagai bukti bahwa mereka sudah sukses di tanah rantau), penipuan yang dilakukan oleh calo dengan berbagai cara seperti oko mama (masuk melalui budaya oko mama terhadap orangtua), doa (pendekatan melalui oknum tim doa), pacaran (bujuk rayu melalui media sosial), janji palsu (calon PMI diming-imingi oleh pelaku bahwa disana mereka hanya mengerjakan pekerjaan rumah dengan upah yang tinggi), penculikan anak.
Sejauh
ini yang sudah dilakukan oleh JPIT bersama korban/penyintas adalah mendampingi
korban litigasi dan non-litigasi. Sejak terbentuknya JPIT pada 2009 sampai
sekarang, melalui berbagai penelitian terkait dengan masalah
kekerasan/pelanggaran HAM di masa lalu dan juga masalah perdagangan manusia
yang sudah sangat darurat di NTT, saat ini JPIT telah mendampingi lebih dari 30
korban/penyintas. Pendampingan dilakukan dalam dua aspek yaitu pendampingan
litigasi dan non litigasi (pendampingan untuk akses layanan kesehatan, dll).
Pendampingan yang dilakukan JPIT melibatkan berbagai pihak dan teman jaringan:
WALHI, PIKUL, Rumah Harapan, Sinode GMIT, Komunitas Geng Motor Imut, FMN, FPR,
dll (dalam bidang pertanian, peternakan dan perekonomian). JPIT berdiskusi
bersama dengan korban/penyintas untuk bisa menemukan apa yang paling bisa
mereka lakukan untuk meningkatkan pendapatan di bidang ekonomi dan dimulai dari
apa yang ada pada mereka. Untuk keluarga Almh. Yufrida Selan, tanah di belakang
rumah milik mereka dijadikan kebun sayur dan JPIT menunjang usaha tersebut dengan
pengadaan bibit, pelatihan pembuatan pupuk organik dan pengadaan mesin motor
air bagi mereka. Untuk Dortia Abanat setelah mengalami kecelakaan dan pulang
dalam keadaan luka, Dortia mencoba untuk menjalankan usaha beternak ayam
kampung. JPIT memfasilitasinya dengan pelatihan membuat jamu, bahan material
untuk pengadaan kandang ayam dan bibit ayam kampung. Dortia juga usaha jual
pulsa di tempatnya tinggal. Kawan-kawan di Desa Bokong sejak 2019, JPIT
mendampingi 10 orang kawan di Bokong. Pendampingan yang dilakukan ialah dengan
cara sosialisasi, melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan JPIT (ibadah
penyintas) dan juga memberikan beberapa bibit sayur untuk mereka kelola.
Dalam
proses ini, JPIT menemukan bahwa korban TPPO bahkan keluarga korban yang trauma
juga bisa memulihkan diri melalui kegiatan sehari-hari. Selain itu, JPIT juga
berharap bahwa dari kegiatan ini dan menjual hasil kebun mampu menekan keinginan
masyarakat desa untuk berangkat kerja lagi, walaupun harus diakui bahwa cukup
sulit untuk memasarkan hasil kebun dan menjadi tantangan tersendiri.
Tantangan
yang dihadapi dalam proses pendampingan korban yang dtemui oleh JPIT yaitu
jarak tempuh tinggal penyintas yang berjauhan dan kurangnya tenaga untuk
pendampingan yang intensif, masalah dalam keluarga membuat korban tidak fokus
pada proses pemulihan dan juga pemberdayaan ekonomi, stigma yang didapatkan dari
masyarakat maupun keluarga, tidak adanya pendampingan terhadap keluarga yang
membuat mereka tidak siap untuk mendampingi korban dalam masa pemulihan, jangkauan
terhadap bantuan-bantuan yang sangat minim bagi korban karena beberapa korban
tidak memiliki dokumen lengkap sehingga tidak bisa mengakses bantuan yang
seharusnya bisa mereka dapatkan.
Dalam
pendampingan yang sudah berjalan, JPIT memiliki peluang untuk melakukan proses
reintegrasi sosial bersama dengan korban yaitu relasi baik dan erat yang sudah
tercipta antara JPIT dengan para penyintas sejak proses pendampingan litigasi
dan nonlitigasi, pendekatan antara JPIT dan penyintas adalah pendekatan partner
yaitu dimana proses pendampingan menjadi proses pembelajaran baik bagi
penyintas maupun pendamping, pendamping tidak menempatkan korban sebagai objek
namun melihat korban sebagai mitra yang bisa diajak kerjasama dalam berbagai
hal yang membangun dan memberdayakan.
Para
korban/penyintas memiliki harapan yaitu hak mendapatkan kebenaran (para korban
meminta adanya pengakuan dari pemerintah dan masyarakat bahwa mereka adalah
korban. Hak untuk mendapatkan keadilan seperti transparansi proses hukum,
adanya penegakan hukum yang adil dan berpihak pada korban, hak mendapatkan
gaji. Hak atas dasar pemulihan/reparasi (segala bentukan kerusakan yang dialami
oleh korban harus dipulihkan oleh pihak-pihak yang bertanggungjawan. Jaminan
ketidakberulangan (para korban mengharapkan kekerasan ini tidak terulang lagi
dalam bentuk apapun baik secara fisiki, psikis, ekonomi, sosial politik dan
budaya.
Pembicara
selanjutnya adalah suster Laurentina SDP, materi yang dibawakan adalah tentang
pemulangan jenazah PMI dari tanah rantauan. Materi yang disampaikan sama dengan
saat webinar wajah Tuhan dalam peti mati pada 25 November 2020 lalu.
Usai
suster Laurentina SDP menyampaikan materi dilanjutkan dengan materi dari Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi NTT. Dinas ini memiliki visi yaitu terwujudnya kualitas hidup perempuan dan perlindungan
anak menuju keluarga sehatera. Misinya adalah meningkatkan kesetaraan dan
keadilan gender, meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan terhadap
perempuan dan anak korban kekerasan perdagangan manusia, meningkatkan kualitas
perempuan dan keluarga, mendapatkan pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus
anak. program kerja Dinas P3A adalah pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak NTT dan kesejahteraan. Kewajiban pemerintah dalam pencegahan dan penanganan
TPPO tercantum dalam pasal 58 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Tugas umum gugus tugas TPPO yaitu mengkoordinasikan upaya
pencegahan dan penanganan TPPO, melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan
dan kerjasama memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi
rehabilitasi, pemulangan dan reintegrasi sosial, memantau perkembangan
pelaksanaan penegakan hukum, melaksanakan pelaporan dan evaluasi.
Kegiatan
yang dilaksanakan oleh Dinas P3A dalam penanganan adalah melakukan operasi
pencegahan pengiriman tenaga kerja nonprocedural, bina keluarga PMI di TTS,
pemulangan korban TPPO dan calon tenaga kerja nonprocedural.
Pembicara
ketiga tidak hadir dalam pertemuan hari ini sehingga di isi oleh Kakak Marche
tentang penelitian terhadap keluarga korban/penyintas di berbagai daerah
terpelosok.
Sesi
selanjutnya adalah FGD. Dalam FGD peserta di bagi dalam dua kelompok dan
dimintai berdiskusi. Berikut adalah hasil diskusinya.
Forum Group Discussion (FGD) Kamis, 10 Desember
2020.
“Tahapan Pemulangan”
Pemulangan
korban TPPO merupakan tindakan pengembalian korban TPPO dari luar negeri maupun
dalam negeri ke daerah asal atau negara asal atau keluarga atau keluarga
pengganti, atas keinginan dan persetujuan korban TPPO dengan tetap mengutamakan
pelayanan perlindungan dan pemenuhan kebutuhannya. (BP2MI, JPIC, Rumah Harapan
GMIT, JPIT)
Poin Diskusi |
Masukan Peserta Diskusi |
Tujuan |
- Memberikan perlindungan korban/saksi
TPPO |
Jenis Layanan |
1.
Pemulangan
korban TPPO dari luar negeri 2.
Pemulangan
korban TPPO dari Provinsi ke Kabupaten/Kota 3.
Pemulangan
korban TPPO dari Kabupaten/Kota ke keluarga atau keluarga pengganti 4.
Pemulangan
warga negara Asing yang menjadi korban TPPO |
Langkah Implementasi |
- Assestment (Kebutuhan korban dan
aksi) untuk menentukan intervensi - Koordinasi dengan jaringan
pemerintah, LSM, gereja, Masyarakat, NGO, Media dan kepolisian |
Sumber Anggaran |
- Negara - Ornop (organisasi Non Pemerintah) - Swadaya - Dana Kemanusiaan |
Ketrampilan Yang Dibutuhkan Untuk
Implimentasi |
-
Menggali
informasi -
Berjejaring -
Pendampingan -
Membuat
pendekatan yang tepat (Misalnya sebaya /seumur) |
Form Pendokumentasian dan
Pengidentifikasian |
-
Form
Assestment -
Dokumen
pemulangan (tiket, surat jalan, surat rujukan, administrasi
kependudukan/surat penjamin -
Inform
Consent |
Nilai-Nilai (Kualitas Standar yang
mengatur perilaku – nilai menjadi fondasi bagi prinsip) |
-
Hak
asasi manusia -
Keadilan
Gender -
Kesetaraan |
Prinsip-Prinsip (Aturan/keyakinan
yang mengatur tindakan – prinsip didasarkan pada nilai) |
-
Tidak
menyalahkan korban -
Menghargai
suara/keputusan korban -
Hak
atas informasi -
Kerahasiaan
|
Tahapan Terminasi “Reintegrasi Sosial Korban TPPO”
Reintegrasi
sosial adalah penyatuan kembali korban TPPO dengan pihak keluarga/keluarga
pengganti atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan
kebutuhan bagi korban TPPO yang mencakup seluruh aspek kehidupan korban baik sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan
kesehatan. (Suster Laurentina, Pak Ferdy Muskanan dari Dinsos, Ibu Joyce dari
P2TP2A)
Poin Diskusi |
Masukan Peserta Diskusi |
Tujuan |
- Penyatuan kembali korban dengan
keluarganya serta masyarakat sosial - Perlindungan hak-hak korban - Pemulihan dan memfungsikan kembali
stasus sosial korban kepada keluarga dan masyarakat |
Jenis Layanan |
1.
Pra
Reintegrasi sosial 2.
Penilaian
(Assestment) 3.
Pemberian
Bantuan reintegrasi 4.
Monitoring
bantuan lanjutan |
Langkah Implementasi |
- Komunikasi/koordinasi lintas sektor
antar lembaga yang akan membantu sesuai kebutuhan - Mempersiapkan keluarga/keluarga
pengganti untuk bisa menerima korban - Penerimaan korban ke
keluarga/keluarga pengganti |
Sumber Anggaran |
- APBD - APBN - APBNP - CSR - LSM |
Ketrampilan Yang Dibutuhkan Untuk
Implimentasi |
- Kemampuan komunikasi - Kemampuan melakukan assestment - Kemampuan untuk monitoring/evaluasi |
Form Pendokumentasian dan
Pengidentifikasian |
- Surat Pengantar - Format assestment - Format monitoring/evaluasi - Format Rujukan - Format pengamanan dokumen |
Nilai-Nilai (Kualitas Standar yang
mengatur perilaku – nilai menjadi fondasi bagi prinsip) |
- Transparansi - Jujur - Akuntabilitas |
Prinsip-Prinsip (Aturan/keyakinan
yang mengatur tindakan – prinsip didasarkan pada nilai) |
- Tepat Sasaran - Keadilan - Kerahasiaan - Tanggung jawab |
Usai
sesi FGD dilanjutkan dengan foto bersama dan ditutup dengan makan siang dan
doa.*