Foto
oleh: Vincent
JAKARTA — Ratusan katekis Keuskupan Agung Jakarta
(KAJ) berkumpul di Wisma Samadi, Klender, Sabtu (11/10/2025), untuk merayakan
Hari Katekis dengan tema “Berkatekese dengan Hati untuk Pertobatan Ekologi.”
Kegiatan ini menjadi momen reflektif bagi para katekis untuk memperdalam
panggilan iman dalam semangat pertobatan ekologis.
Sekitar 500 peserta hadir secara langsung dari berbagai paroki, meski jumlah tersebut dibatasi karena kapasitas gedung. Acara diisi dengan refleksi dari Romo Ignatius Ismartono, SJ, dan ditutup dengan pengajaran mendalam oleh Uskup Agung Jakarta, Monsinyur Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo. Suasana hangat dan penuh semangat mewarnai perayaan yang berlangsung sepanjang hari ini.
Bumi
Romo Ismartono, SJ menyoroti spiritualitas ensiklik
Laudato Si’ (2015) karya Paus Fransiskus. Ia menegaskan bahwa dokumen
tersebut bukan sekadar ajaran ekologis, melainkan tafsir baru Kitab Suci yang
mengembalikan manusia pada hakikatnya sebagai pengelola, bukan penguasa bumi.
“Jangan kuras habis-habisan isi bumi, tapi rawatlah
dan jagalah kesinambungannya agar daya dukung kehidupan tetap ada untuk
generasi umat manusia berikutnya,” ujar Romo Ismartono, SJ meringkas isi
Laudato Si’ nomor Laudato Si’ nomor
22, 67, 159, dan 161 di
hadapan para peserta.
Foto oleh: Vincent
Romo Ismartono menjelaskan perubahan tafsir Alkitab
yang penting dalam Laudato Si’:
- Mazmur menegaskan bahwa bumi milik
Tuhan, manusia hanya pengelola.
- Kitab
Kejadian
memerintahkan manusia untuk “mengusahakan dan memelihara taman”, bukan
mengeksploitasi.
- Perintah
untuk berkuasa atas bumi dimaknai bukan untuk merusak, melainkan
memimpin dengan kasih dan tanggung jawab.
“Ekologi bukan sekadar soal sampah dan tanaman, tetapi tentang keutuhan
ciptaan Allah. Kita dipanggil berdamai dengan alam dan sesama,” demikian Romo
Ismartono merangkum isi Laudato Si’ nomor 11 (dasar iman dan relasi
dengan Allah), no. 66 (manusia bagian dari ciptaan), no. 92 (panggilan
untuk berdamai dengan alam dan sesame), no. 137–138 (ekologi integral:
keutuhan ciptaan dan keadilan sosial).
Tiga Anugerah Dasar dalam Diri Manusia
Romo Ismartono juga mengajak peserta untuk menyerap
isi Laudato Si’ selengkapnya melalui tiga kemampuan dasar manusia yang dalam
agama Katolik selalu diingatkan adanya setiap kali membuat tanda salib: pertama
otak, kemudian hati, lalu dua tangan yang disentuh.
“Otak merupakan lambang kemampuan dasar untuk
mencari kebenaran. Hati merupakan lambing mencari kebaikan. Dan dua tangan adalah
bagian tubuh kita yang menunjukan kemampuan dasar untuk bekerja sama.” katanya.
Ia menutup dengan ajakan agar para katekis berkatekese
dengan hati, karena Kristus yang diwartakan adalah Kristus yang memiliki
hati.
Foto oleh: YouTube @komsoskaj
Pesan Kardinal Suharyo: Iman yang Hidup, Ekologi
yang Nyata
Dalam bagian refleksi pastoral, Kardinal Suharyo
menegaskan kembali panggilan Gereja untuk menghidupi Ajaran Sosial Gereja
(ASG) secara konkret. Ia menjelaskan bahwa KAJ tengah menjalankan rencana
pastoral lima tahun (2022–2026) yang berfokus pada lima tema ASG dan tahun 2026
akan menjadi puncaknya dengan fokus pada tema ekologi.
“Laudato Si’ adalah bagian dari Ajaran
Sosial Gereja yang sangat penting. Sayangnya, ada kritik keras: ajaran sosial
Gereja itu bagus semua, tapi tidak ada yang menjalankan. Karena itu, di
Keuskupan kita ini diusahakan untuk menghidupkannya dengan berkomitmen secara
teratur dan terencana,” demikian isi kata-kata Bapak Kardinal Suharyo.
Beliau juga menyinggung adanya Katekismus Laudato
Si, yaitu buku kecil yang bisa menjadi salah satu alat untuk memahami isi
Laudato Si’. Buku ini diharapkan membantu para katekis untuk memahami isi
Laudato Si’ secara lebih cermat, karena disusun dalam bentuk tanya-jawab yang
masing-masing dilengkapi dengan nomor-nomor paragraf Laudato Si’ yang
bersangkutan.
Dalam homilinya yang bertema “Katekese yang
Memerdekakan”, Kardinal Suharyo mengajak para katekis meneladani Yesus yang
mengajar dengan pandangan penuh kasih, kesaksian hidup dan tindakan yang
memerdekakan.
“Katekese yang sejati adalah yang membuat orang
mengalami kebaikan dan kerahiman Tuhan, bukan hanya menambah pengetahuan,”
katanya menutup homili.
Pelantikan Katekis dan Perutusan
Acara ditutup dengan pelantikan simbolis katekis
dari sembilan dekenat di KAJ yang menerima salib sebagai tanda perutusan. Doa
dan berkat dari Kardinal Suharyo menjadi puncak acara yang sarat makna ini. Melalui
perayaan ini, Gereja mengajak seluruh katekis untuk menjadi pewarta iman yang
peduli pada keutuhan ciptaan menghadirkan iman yang hidup dan ekologis bagi
dunia yang semakin rapuh.
Penulis: Saraswati