Tuesday, October 14, 2025

Berkatekese dengan Hati Menuju Pertobatan Ekologis: Pesan Laudato Si’ di Hari Katekis KAJ

 

Foto oleh: Vincent

JAKARTA — Ratusan katekis Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) berkumpul di Wisma Samadi, Klender, Sabtu (11/10/2025), untuk merayakan Hari Katekis dengan tema “Berkatekese dengan Hati untuk Pertobatan Ekologi.” Kegiatan ini menjadi momen reflektif bagi para katekis untuk memperdalam panggilan iman dalam semangat pertobatan ekologis.

Sekitar 500 peserta hadir secara langsung dari berbagai paroki, meski jumlah tersebut dibatasi karena kapasitas gedung. Acara diisi dengan refleksi dari Romo Ignatius Ismartono, SJ, dan ditutup dengan pengajaran mendalam oleh Uskup Agung Jakarta, Monsinyur Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo. Suasana hangat dan penuh semangat mewarnai perayaan yang berlangsung sepanjang hari ini.


Laudato Si’: Menafsir Ulang Tugas Manusia dalam Merawat
Bumi

Romo Ismartono, SJ menyoroti spiritualitas ensiklik Laudato Si’ (2015) karya Paus Fransiskus. Ia menegaskan bahwa dokumen tersebut bukan sekadar ajaran ekologis, melainkan tafsir baru Kitab Suci yang mengembalikan manusia pada hakikatnya sebagai pengelola, bukan penguasa bumi.

“Jangan kuras habis-habisan isi bumi, tapi rawatlah dan jagalah kesinambungannya agar daya dukung kehidupan tetap ada untuk generasi umat manusia berikutnya,” ujar Romo Ismartono, SJ meringkas isi Laudato Si’ nomor Laudato Si’ nomor 22, 67, 159, dan 161 di hadapan para peserta.

 Foto oleh: Vincent

Romo Ismartono menjelaskan perubahan tafsir Alkitab yang penting dalam Laudato Si’:

  1. Mazmur menegaskan bahwa bumi milik Tuhan, manusia hanya pengelola.
  2. Kitab Kejadian memerintahkan manusia untuk “mengusahakan dan memelihara taman”, bukan mengeksploitasi.
  3. Perintah untuk berkuasa atas bumi dimaknai bukan untuk merusak, melainkan memimpin dengan kasih dan tanggung jawab.

“Ekologi bukan sekadar soal sampah dan tanaman, tetapi tentang keutuhan ciptaan Allah. Kita dipanggil berdamai dengan alam dan sesama,” demikian Romo Ismartono merangkum isi Laudato Si’ nomor 11 (dasar iman dan relasi dengan Allah), no. 66 (manusia bagian dari ciptaan), no. 92 (panggilan untuk berdamai dengan alam dan sesame), no. 137–138 (ekologi integral: keutuhan ciptaan dan keadilan sosial).

Tiga Anugerah Dasar dalam Diri Manusia

Romo Ismartono juga mengajak peserta untuk menyerap isi Laudato Si’ selengkapnya melalui tiga kemampuan dasar manusia yang dalam agama Katolik selalu diingatkan adanya setiap kali membuat tanda salib: pertama otak, kemudian hati, lalu dua tangan yang disentuh.

“Otak merupakan lambang kemampuan dasar untuk mencari kebenaran. Hati merupakan lambing mencari kebaikan. Dan dua tangan adalah bagian tubuh kita yang menunjukan kemampuan dasar untuk bekerja sama.” katanya.

Ia menutup dengan ajakan agar para katekis berkatekese dengan hati, karena Kristus yang diwartakan adalah Kristus yang memiliki hati.

Foto oleh: YouTube @komsoskaj


Pesan Kardinal Suharyo: Iman yang Hidup, Ekologi yang Nyata

Dalam bagian refleksi pastoral, Kardinal Suharyo menegaskan kembali panggilan Gereja untuk menghidupi Ajaran Sosial Gereja (ASG) secara konkret. Ia menjelaskan bahwa KAJ tengah menjalankan rencana pastoral lima tahun (2022–2026) yang berfokus pada lima tema ASG dan tahun 2026 akan menjadi puncaknya dengan fokus pada tema ekologi.

Laudato Si’ adalah bagian dari Ajaran Sosial Gereja yang sangat penting. Sayangnya, ada kritik keras: ajaran sosial Gereja itu bagus semua, tapi tidak ada yang menjalankan. Karena itu, di Keuskupan kita ini diusahakan untuk menghidupkannya dengan berkomitmen secara teratur dan terencana,” demikian isi kata-kata Bapak Kardinal Suharyo.

Beliau juga menyinggung adanya Katekismus Laudato Si, yaitu buku kecil yang bisa menjadi salah satu alat untuk memahami isi Laudato Si’. Buku ini diharapkan membantu para katekis untuk memahami isi Laudato Si’ secara lebih cermat, karena disusun dalam bentuk tanya-jawab yang masing-masing dilengkapi dengan nomor-nomor paragraf Laudato Si’ yang bersangkutan.

Dalam homilinya yang bertema “Katekese yang Memerdekakan”, Kardinal Suharyo mengajak para katekis meneladani Yesus yang mengajar dengan pandangan penuh kasih, kesaksian hidup dan tindakan yang memerdekakan.

“Katekese yang sejati adalah yang membuat orang mengalami kebaikan dan kerahiman Tuhan, bukan hanya menambah pengetahuan,” katanya menutup homili.

 

Pelantikan Katekis dan Perutusan

Acara ditutup dengan pelantikan simbolis katekis dari sembilan dekenat di KAJ yang menerima salib sebagai tanda perutusan. Doa dan berkat dari Kardinal Suharyo menjadi puncak acara yang sarat makna ini. Melalui perayaan ini, Gereja mengajak seluruh katekis untuk menjadi pewarta iman yang peduli pada keutuhan ciptaan menghadirkan iman yang hidup dan ekologis bagi dunia yang semakin rapuh.

 

Penulis: Saraswati